Konflik Timur Tengah

Sedang Hadapi Pasukan Houthi di Laut Merah, AS Malah Tembak Pesawat Sendiri Pakai Rudal

Jet tersebut baru saja lepas landas dari geladak USS Harry S Truman. Para pilot selamat karena bisa keluar sebelum pesawat dihancurkan rudal

Editor: Agustinus Sape
AP/US NAVY/KELASI AARON HARO GONZALES
Foto dari Angkatan Laut AS menggambarkan jet tempur F/A-18 Super Hornet siap lepas landas dari geladak terbang Kapal Induk USS Theodore Roosevelt, 5 Juli 2024, di Laut China Selatan. 

Sebagian malah sobek dan bolong-bolong setelah dipakai selama 14 bulan. Padahal, pada malam hari, suhu udara bisa di bawah 10 derajat celsius, bahkan semakin rendah dengan semakin memuncaknya musim dingin.

”Setiap saya mendengar prakiraan cuaca mengatakan ada hujan atau angin kencang, saya takut sekali. Nanti tenda saya bisa-bisa terbang ditiup angin,” kata Shadia Aiyada, salah seorang pengungsi di Khan Younis, Minggu (22/12/2024).

Omar Shabet mengungsi dengan ketiga anaknya. Mereka juga tinggal di tenda. Jika suhu udara dingin, mereka tidak berani membuat api unggun di luar tenda. Alasannya, mereka takut diincar pesawat tempur ataupun pesawat nirawak militer Israel.

”Begitu matahari terbenam, saya dan anak-anak langsung meringkuk dan berpelukan di dalam tenda. Kami tidak keluar sampai pagi,” katanya.

Tersangkut birokrasi

Perserikatan Bangsa-Bangsa mencatat, 945.000 warga Palestina memerlukan bantuan pakaian hangat dan tenda. Jika tidak, mereka dikhawatirkan tidak akan bisa bertahan melewati musim dingin kali ini.

Selain itu, warga Gaza mengalami kekurangan gizi. Musim dingin berisiko membawa berbagai penyakit, termasuk yang menular dan infeksius.

”Jumlah bantuan yang masuk dan disebarkan ke Gaza belum cukup,” kata Louise Wateridge, Juru Bicara UNRWA, lembaga PBB yang mengurus soal pengungsi di Palestina.

Sejauh ini baru 6.000 tenda bisa disebarkan UNRWA di Gaza. Sebanyak 22.000 tenda masih tersendat distribusinya di Jordania. Di Mesir, ada 600.000 lembar selimut dan 33 kontainer truk yang belum bisa masuk ke Gaza.

Pemerintah Israel sejak musim panas lalu tidak mau memberikan izin kepada UNRWA untuk menyebarkan bantuan tersebut. Mereka menolak membuka perbatasan Rafah. Menurut Wateridge, logistik yang menumpuk ini juga mulai rusak, bahkan ada yang ditilap.

Israel mengklaim sudah berkoordinasi dengan berbagai lembaga internasional untuk menyebarluaskan bantuan sosial kepada warga Gaza. Akan tetapi, prosedurnya dikeluhkan oleh lembaga-lembaga itu, salah satunya Komite Penyelamatan Internasional (IRC).

”Birokrasinya berbelit-belit dan memakan waktu lama. Warga Gaza tidak bisa menerima bantuan tepat waktu. Jika ini terus belanjut, mereka tidak akan bisa melewati musim dingin,” ujar Dionne Wong, Wakil Direktur IRC untuk Timur Tengah. IRC fokus menolong anak-anak di Gaza.

Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) di dalam laporan yang diterbitkan pada 16 Desember 2024 menyatakan, rumitnya birokrasi membuat organisasi-organisasi bantuan harus memilih bantuan yang diutamakan. Pilihan itu jatuh kepada pangan, terutama tepung terigu untuk membuat roti. Oleh sebab itu, logistik lain terpaksa ditunda penyebarannya.

Sebanyak 450.720 pengungsi di Wadi Gaza terancam kehilangan tempat mengungsi karena wilayah tersebut rawan banjir. Pada November lalu, 101 keluarga terpaksa pindah karena hujan lebat mendatangkan banjir.

Banyak dari mereka yang kehilangan tempat tinggal itu hanya pindah dengan membawa tenda dan tikar. Kasur-kasur sudah rusak dan membusuk akibat terendam banjir. (kompas.id/ap/afp/reuters)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved