Pilkada Serentak 2024

Cawe-cawe di Pilkada, Anggota TNI/Polri dan Pejabat Daerah Bisa Dipenjara

Anggota TNI/Polri yang cawe-cawe menguntungkan salah satu pasangan calon kepala daerah dalam Pilkada bisa dipidana penjara.

Editor: Alfons Nedabang
Foto Mahkamah Konstitusi
Ketua MK ( Mahkamah Konstitusi ), Suhartoyo 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Anggota TNI/Polri yang cawe-cawe menguntungkan salah satu pasangan calon kepala daerah dalam Pilkada bisa dipidana penjara.

Demikian Putusan MK ( Mahkamah Konstitusi ), mengabulkan permohonan nomor 136/PUU-XXII/2024 yang meminta dimasukkannya frasa "TNI/Polri" dan "pejabat daerah" dalam Pasal 188 Undang-Undang Pilkada Nomor 1 Tahun 2015. 

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Suhartoyo dalam persidangan, Kamis (14/11/2024). 

Pasal 188 UU 1/2015 itu mengatur sanksi untuk pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa, atau sebutan lain/lurah yang sengaja melanggar ketentuan Pasal 71 bisa dikenakan pidana penjara dan denda.

Sebelum dikabulkan, Pasal 188 UU 1/2015 belum memiliki frasa yang menyebut "TNI/Polri" dan "pejabat daerah" yang bisa dikenakan pidana jika membuat kebijakan yang menguntungkan pasangan calon tertentu seperti yang dijelaskan pada Pasal 71.

UU itu hanya memuat objek pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/Lurah.

Dengan adanya putusan MK, ada tambahan objek "pejabat daerah" dan "TNI/Polri" yang bisa dikenakan sanksi pidana paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan atau denda paling sedikit Rp 600.000 atau paling banyak Rp 6 juta.

MK kemudian menyatakan, ketentuan Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

"Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat Aparatur Sipil Negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan, dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000 atau paling banyak Rp 6 juta," kata Suhartoyo. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved