Berita Timor Tengah Utara

Pengurus Pusat PMKRI Desak Menteri LHK Cabut Status Taman Nasional Gunung Mutis 

status Cagar Alam Mutis ini secara tersirat menegaskan bahwa, perubahan status ini berpotensi mengganggu kehidupan masyarakat adat

Penulis: Dionisius Rebon | Editor: Rosalina Woso
OS-KUPANG.COM/HO-DOK 
Pose Jajaran Pengurus Pusat PMKRI 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Dionisius Rebon 

POS-KUPANG.COM, KEFAMENANU - Pengurus Pusat (PP) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia agar segera mencabut status Taman Nasional Gunung Mutis

Perubahan status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional Gunung Mutis ini pasca diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 946 Tahun 2024 pada tanggal 30 Juni 2024. 

Perubahan status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional ini ditandai dengan seremoni Deklarasi Taman Mutis Timau, di Kawasan Mutis Timau, Kecamatan Fatumnasi, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT, Minggu, 8 September 2024 lalu.

Dalam keterangan tertulis yang diterima POS-KUPANG.COM, Selasa, 12 November 2024, Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) melalui Presidium Gerakan Kemasyarakatan, Raymundus Tolok menyebut, penetapan Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional Mutis ini bakal menjadi hambatan bagi masyarakat adat maupun masyarakat lokal yang telah hidup turun temurun dan menjadi penjaga hutan di Gunung Mutis.

Baca juga: Polisi Amankan Terduga Pelaku Pembacokan di Desa Tainsala, Kabupaten Timor Tengah Utara 

Gelombang penolakan terhadap perubahan status Cagar Alam Mutis ini secara tersirat menegaskan bahwa, perubahan status ini berpotensi mengganggu kehidupan masyarakat adat dan masyarakat lokal setempat.

Ia mempertanyakan alasan mendasar pemerintah pusat tidak mempertimbangkan hak-hak masyarakat adat sebelum mengeluarkan keputusan tersebut. Hutan di Gunung Mutis merupakan hutan masyarakat ada yang mesti dipelihara dan diakui oleh negara. Semua upaya pihak luar termasuk pemerintah untuk mengintervensi ekosistem di Gunung Mutis bisa berdampak negatif terhadap kehidupan masyarakat.

Raymundus menegaskan bahwa, pengakuan dan perlindungan terhadap hal-hal masyarakat adat dan hak pengelolaan sumber daya alam di Gunung Mutis mesti dilakukan dengan pengesahan peraturan daerah. 

Di sisi lain, gelombang penolakan ini dilakukan mengingat Gunung Mutis merupakan penyedia air bersih bagi masyarakat di sejumlah Kabupaten di Pulau Timor NTT. Oleh karena itu, KLHK diminta tidak mengeluarkan keputusan tanpa mempertimbangkan kehidupan masyarakat setempat.

PMKRI memastikan akan selalu ada dan berjuang bersama masyarakat untuk menolak perubahan status Cagar Alam Mutis. Perubahan status menjadi Taman Nasional akan membatasi akses masyarakat adat untuk memperoleh sumber pangan, air minum dan obat-obatan.

Selain menjadi jantung kehidupan mereka, Gunung Mutis merupakan pusat pelaksanaan seremoni adat. Masyarakat setempat meyakini bahwa, Gunung Mutis merupakan tempat bersemayamnya leluhur masyarakat di Pulau Timor yang telah berpulang. Oleh karena itu, dengan peralihan status ini, bisa saja membatasi akses masyarakat untuk berkomunikasi dengan penciptaNya melalui cara-cara tradisional.

Menghidupi semangat Paus Fransiskus dalam Ensiklik Laudato Si, PMKRI selalu berkomitmen untuk menolak upaya pengerusakan terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat adat dengan berbagai alibi.

Raymundus menyebut, ada sejumlah pengalaman menarik dimana kebijakan dan pembangunan di beberapa wilayah di Indonesia mengesampingkan atau mengeliminasi kehidupan masyarakat adat dari tanah leluhur mereka.

Ia berharap KLHK meninjau kembali surat keputusan tersebut. Hal ini untuk mencegah terjadinya pengerusakan dan konflik lain yang bisa saja timbul sebagai akibat dari keputusan ini. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved