Demo Tolak Status Gunung Mutis

Demo Tolak Status Cagar Alam Mutis, Masyarakat Adat Ancam Gelar Ritual Hentikan Aliran Air 

Sejauh ini, lanjutnya, masyarakat hanya berdialog lintas pemerintah desa, tokoh masyarakat, tokoh adat dan bersama lembaga DPRD.

Penulis: Dionisius Rebon | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/DIONISIUS REBON
Massa aksi saat menggelar aksi demonstrasi penolakan perubahan status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional, Kamis, 7 November 2024. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Dionisius Rebon 

POS-KUPANG.COM, KEFAMENANU - Tokoh Masyarakat Adat yang berdomisili di kaki Gunung Mutis, Damianus Nali mengancam akan menggelar ritual adat bersama seluruh tua adat di Gunung Mutis untuk menghentikan aliran air dari Gunung Mutis.

Pernyataan ini disampaikan setelah menggelar aksi demontrasi dan beraudiens bersama Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Kantor DPRD Kabupaten TTU, NTT, Kamis, 7 November 2024.

Menurutnya, ancaman ini bagian dari akumulasi kekecewaan masyarakat adat terhadap sikap DPRD Kabupaten TTU peralihan Status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional yang tak kunjung menyatakan sikap secara kelembagaan untuk berdiri bersama masyarakat menolak hal ini.

"Jika tidak ada realisasi dalam waktu dekat maka, secara alam kita akan berkomunikasi dengan alam dan itu air akan kering. (Air Mutis) yang selama ini menghidupi kebutuhan yang ada di Kota Kefamenanu," ujarnya, Kamis, 7 November 2024.

Sebelumnya, masyarakat setempat telah menggelar upacara adat penolakan peralihan Status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional di Gunung Mutis.

Jika tuntutan ini tidak terealisasi dalam waktu dekat maka, mereka akan menggelar ritual adat kembali untuk menghentikan aliran air dari Gunung Mutis untuk sementara waktu. 

Dikatakan Damianus, mereka rela meninggalkan pekerjaan mereka sebagai petani hanya untuk datang ke Kota Kefamenanu menyatakan sikap menolak peralihan status Cagar Alam Mutis ini.

Masyarakat mengantisipasi jika peralihan status Cagar Alam Mutis ini bisa saja membatasi mereka dalam menjalankan tugas sebagai petani di tanah leluhur mereka sendiri.

Sejauh ini, lanjutnya, masyarakat hanya berdialog lintas pemerintah desa, tokoh masyarakat, tokoh adat dan bersama lembaga DPRD.

 Namun, solusi ini bisa mereka peroleh setelah menemukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

Ia mengakui bahwa, perpanjangan tangan masyarakat adalah DPRD dan pemerintah daerah. Namun, apabila membutuhkan masyarakat untuk menemui kementerian terkait mereka bersedia untuk menyampaikan sikap secara langsung.

"Intinya tetap ada solusi, status Gunung Mutis tetap menjadi Cagar Alam Mutis,"ujarnya.

Baca juga: Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Adat Sepakat Gelar Rapat Pekan Depan Bersama Anggota DPRD TTU 

https://news.google.com/publications/CAAqBwgKMOObjgswqIKhAw?hl=id≷=ID&ceid=ID persen3Aid

 Jika status Cagar Alam Mutis berubah maka, usaha masyarakat setempat secara tidak langsung akan terganggu.

Peralihan status menjadi Taman Nasional akan berdampak pada upaya masyarakat untuk menjalankan aktivitas pertanian membutuhkan proses yang tidak mudah. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved