Opini
Opini: Gubernur NTT Versi Debat
Debat 23/10 menghadirkan Ansy–Jane sebagai pemenang. Tetapi debat berikut, kemenangan itu bisa saja ada pada Melki-Johni dan Kamlasi-Garu.
Oleh Robert Bala
POS-KUPANG.COM - Tidak ada rencana menonton debat Paslon Gubernur/Wakil Gubernur NTT, Rabu (23/10/2024) malam. Penulis justru secara kebetulan menonton debat yang tengah disiarkan di Kompas TV. Namun debat untuk Walikota Balikpapan terasa sangat jauh, mendorong penulis mengganti channel ke INews. Di sana ternyata tengah disiarkan debat yang ingin dianalisis dalam tulisan ini. Saat itu paslon nomor urut 3 (Kamlasi – Garu) sedang menguraikan visi misi sementara paslon Ansy-Jane, Lakalena-Asadoma telah menguraikan visi-misi. Namun keutuhan mendengar segmen 2-5 dapat menjadi bahan untuk membuat tulisan ini.
Pertanyaan paling penting, siapa kira-kira Gubernur NTT Versi Debat 23/10? Terhadap pertanyaan ini tentu para pendukung punya jawabannya. Kecap terbaik adalah kecap produksi sendiri yang terlampau menyanjung kelebihan paslon sendiri dan meniadakan kekurangan. Itu wajar. Tetapi sebuah penilaian yang seimbang (yang sedang diupayakan dalam tulisan ini), diharapkan dapat menjadi pertimbangan.
Pemikiran Logis
Sebuah debat, demikian Billy Corgan, penyanyi dan penulis lagu, mestinya mengedepankan pemikiran yang logis. Corgan yang juga sebagai gitaris dan penyair serta perintis dan vokalis band itu mengatakan secara sangat sederhana tentang kunci menilai kemenangan sebuah debat. Baginya perdebatan yang tenang dan terbuka serta pemikiran yang logis akan menghasilkan kekuatan efektif secara maksimal.
Dari pengertian ini kita bisa melihat bagaimana ketenangan dan kejelasan dalam mengungkapkan pemikiran dari ketiga paslon. Untuk debat 23/10 bisa disebut cukup merata antara ketiganya. Meski demikian ibarat rumah makan padang, meski semuanya menggunakan nama yang sama tetapi ramuan berbeda dapat memberikan cita rasa berbeda pula.
Paslon Siaga (Simon Petrus Kamlasi-Adrianus Garu) hadir dengan memukau. Dari segi public speaking dengan artikulasi dan pengungkapkan pemikiran harus diakui lebih menonjol Kamlasi daripada Garu. Kamlasi mencuri perhatian karena sebagai seorang prajurit TNI yang pensiun dini untuk dapat menjadi calon gubernur hadir secara memukau dan elegan. Mengikuti Prabowo yang saat debat dengan berani mengakui lawan kalau punya gagasan yang baik, SPK mencuri perhatian dengan sportivitasnya.
Paslon Emanuel Melkiades Laka Lena- Johni Asadoma yang nota didukung 11 partai politik juga tidak kalah cemerlang. Tetapi harus diakui bahwa kekuatan diksi dan kejelasan dalam argumentasi mestinya lebih dominan pada Johni Asadoma daripada Melki. Johni sangat cerdas dalam memahami pertanyaan yang diajukan dan memberikan jawaban dengan sangat tepat. Saat berbicara, terlihat Melki Laka Lena yang ada di belakangnya bertepuk tangan beberapa kali. Itu tanda bahwa apa yang diungkapkan oleh calon wakil gubernurnya sangat baik.
Melki pada sisinya kurang mengartikulasikan ucapannya sehingga terkesan terlalu cepat dan seakan sedang dikejar-kejar. Lebih lagi ungkapan berlebihan Melki yang menganggap koalisi jauh lebih penting daripada sekadar pertemanan bisa saja menjadi boomerang. Penekanan terlalu pada ketidakmampuan fiskal di daerah yang diatasi dengan ‘menarik dari pusat’, bila terlalu ditekankan bisa menjadi hal negatif. Memang apa yang diucapkan oleh Melki itu yang terjadi dalam praktik tetapi terlampau membesar-besarkan hal itu dengan mengurangi ide kreatif bisa menjadi gambaran yang tidak baik.
Paslon Manyala Kaka Yohanis Fransiskus Lema (Ansy) dan Jane Natalia Suryanto bisa disebut menjadi paslon yang paling lengkap. Keduanya mengungkapkan pemikirannya dengan diksi dan artikulasi yang sangat jelas dan disertai dengan contoh-contoh memukau. Jane menjelaskan tentang keterlibatannya selama 10 tahun dalam berbagai program pemberdayaan masyarakat dan upaya lebih mengedepankan dampak ekologis dan sosiologis dari sebuah kegiatan pertambangan (seperti geothermal) menjadi kekuatan. Pada sisi lain ketenangan dan kecerdasan yang dimiliki Ansy menjadi sebuah keberuntungan yang sangat kuat.
Di sini terbenarkan apa yang pernah diucapkan oleh Carole Baouquet menjdi sangat menarik. Aktris dan model berkebangsaan Prancis ini mengatakan bahwa perdebatan politik itu tidak menarik baginya. Yang jauh lebih menarik adalah solusi praktis. Hal inilah yang menjadikan Ansy-Jane lebih menguasai panggung hingga bisa disebut sebagai pemenang debat.
Pendapat seperti ini tentu saja debatable. Ada yang tentu punya pendapat berbeda, hal mana wajar-wajar saja. Lebih lagi para pendukung tentu tidak akan sepaham kalau análisis ini tidak memberikan apresiasi yang sangat positif. Tetapi dalam lingkup terbatas ketika melihat istri sedang angguk-angguk kepala, saya pun bisa mendapatkan dukungan nyata bahwa memang Ansy-Jane menguasai panggung dan bisa disebut pemenang debat.
Tetapi ini hanya debat. Gubernur versi debat bukan segalanya. Paslon yang disanjung (Ansy-Jane) bisa saja akan mudah terjungkal dalam debat sesudahnya. Tumpahan suara pun bisa saja akan beralih ke Melki-Asadoma yang sudah punya basis koalisi dan Kamlasi – Garu yang cukup menarik perhatian dengan ketenangan dan sportivitasnya. Perbedaan kekuatan bisa saja sangat tipis yang memungkinkan siapa pun bisa melampaui paslon lainnya.
Pada sisi lain bila berpijak pada debat perdana ini, mestinya Melki-Asadoma bisa mengevaluasi terutama dengan memberi pesan yang lebih seimbang kepada Asadoma dan tidak dimonopoli oleh Laka Lena. Kekuatan pemetaan persoalan yang dikemukakan Asadoma cukup menarik perhatian. Bisa disebut bahwa Asadoma dan Kamlasi menjadi pribadi prajurit yang bisa memberikan tambahan suara oleh kecerdasan dan kebijaksanaannya dalam mengungkapkan pemikiran.
Masih dalam alur yang sama, untuk debat berikutnya, penekanan berlebihan pada support dari pusat atas nama koalisi besar, seperti diungkapkan Laka Lena, mestinya tidak dibanggakan berlebihan. Ia hanya diungkapkan secara proporsional mengingat hal itu bisa menjadi boomerang. Melki-Asadoma bisa saja akan dianggap sekadar pandai meminta (seperti dikritik Kamlasi) tetapi lupa menciptakan kondisi agar apa yang diterima itu tidak menjadi mubazir seperti yang terjadi dengan bendungan besar yang dibangun era Jokowi di NTT tetapi efisiensinya masih jauh dari harapan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.