Partai Politik
Romy Soekarno, Cucu Bung Karno, Akhirnya Jadi Caleg Terpilih Berkat Pengunduran Diri 2 Caleg PDIP
Arteria mengaku alasannya mundur karena loyalitas kepada keluarga Bung Karno. Selain itu, Romy Soekarno diyakini akan amanah.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Cucu Presiden pertama Bung Karno, Romy Soekarno, ditetapkan sebagai calon anggota DPR terpilih dari daerah pemilihan Jawa Timur VI setelah Sri Rahayu dan Arteria Dahlan mengundurkan diri sebagai calon anggota legislatif dari PDI Perjuangan.
Arteria mengaku alasannya mundur karena loyalitas kepada keluarga Bung Karno. Selain itu, Romy Soekarno diyakini akan amanah dan mampu menjadi legislator yang baik.
Mundurnya caleg terpilih untuk memberi kesempatan kepada figur atau klan keluarga elite dinilai sebagai tindakan yang tidak bisa dibenarkan. Proses tersebut juga dinilai tidak demokratis dan mengkhianati pilihan rakyat.
Melalui Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 1401 Tahun 2024 yang ditetapkan pada 27 September lalu, Romy Soekarno ditetapkan sebagai calon anggota DPR terpilih. Kursi DPR untuk PDI-P dari dapil Jatim VI itu sebenarnya milik Sri Rahayu. Namun, dalam surat keputusan itu, Sri disebut mengundurkan diri. Kemudian, penggantinya, yang raihan suaranya di bawah Sri, yakni Arteria Dahlan, juga disebut mengundurkan sehingga kursi itu diberikan kepada caleg PDI-P yang suaranya di bawah Arteria, yakni Romy.
Dapil Jatim VI mencakup Tulungagung, Kota Blitar, Kabupaten Blitar, Kota Kediri, dan Kabupaten Kediri. Di dapil itu, PDI-P hanya meraih dua kursi DPR. Untuk suara tertinggi PDI-P diperoleh Pulung Agustanto dengan raihan 165.869 suara, Sri Rahayu 126.787 suara, kemudian Arteria Dahlan meraih 62.242 suara, dan Romy Soekarno yang merupakan putra dari Rachmawati Soekarnoputri berada di urutan keempat dengan raihan sebanyak 51.245 suara.
Saat dikonfirmasi pada Minggu (29/9/2024) malam, Arteria Dahlan mengatakan, alasannya mundur ia ingin membalas budi kepada keluarga besar Bung Karno yang telah membentuknya seperti saat ini. Anggota DPR ini juga mengaku akan melaksanakan dan patuh pada kebijakan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri meski perintah itu tidak populer sekalipun.
”Saya tahu diri, saya bisa menjadi seperti sekarang ini karena saya dibesarkan dan dibimbing oleh Ibu Mega dan almarhum Pak Taufiq Kiemas dan saat ini di bawah bimbingan Mbak Puan Maharani. Artinya, ini semua berkat budi baik Keluarga Besar Bung Karno, yang tidak bisa juga saya membalasnya, selain dengan loyalitas atau kesetiaan. Sudah saatnya saya membalasnya,” ucap Arteria.
Ia mengaku tidak memaksakan diri untuk menjadi anggota DPR sebab sudah hampir sepuluh tahun menjadi anggota DPR. Dengan diberikan penugasan baru oleh partai, ia akan jalankan dengan penuh kesungguhan, kekhidmatan, dan penghormatan. Namun, Arteria enggan menjelaskan penugasan yang dimaksud tersebut.
Selain itu, keputusannya mundur juga untuk membantu cucu Bung Karno itu mewujudkan cita-citanya sebagai anggota DPR. Romy dinilai akan amanah dan mampu menjadi legislator yang baik. Ia pun menitipkan pesan kepada Romy untuk menjaga Blitar sebagai ”Bumi Bung Karno”, dan diharapkan Blitar akan lebih hebat karena dijaga langsung oleh cucunya Bung Karno.
”Luar biasanya surat pengunduran diri saya ini dibuat pada 27 September, itu hari lahirnya Ibu Rachmawati Soekarnoputri, semoga menjadi kado bagi Bu Rachma,” ucap Arteria.
Sebelum memutuskan mundur, ia juga menunggu keputusan dari Sri Rahayu yang memperoleh suara terbanyak kedua. Ketika Sri Rahayu memutuskan mundur, ia juga mengundurkan diri. Ia tidak ingin lebih dulu menyatakan mundur karena bakal dinilai sebagai tekanan bagi Sri Rahayu.
”Kami bertemu tiga kali dengan Mas Romy. Bukan karena alotnya pembicaraan, tetapi sebatas hal teknis, di mana saya baru akan menandatangani surat pengunduran diri seketika setelah Mbak Yayuk (Sri Rahayu) tanda tangan sehingga memberikan ruang bagi Mbak Yayuk untuk berpikir dengan jernih dan seolah-olah tidak tertekan dengan adanya surat pengunduran diri saya,” kata Arteria.
Tidak bisa dibenarkan
Secara terpisah, pengajar Hukum Pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menilai, caleg terpilih yang mundur demi memberi kesempatan kepada figur atau klan keluarga elite merupakan tindakan yang sangat tidak patut dan tidak bisa dibenarkan. Hal ini juga sangat tidak demokratis dan bertentangan dengan prinsip pemilu yang bebas dan adil.
”Tindakan tersebut juga melanggengkan oligarki elite dan merupakan pengkhianatan atas suara rakyat yang telah memberikan pilihannya di pemilu kepada caleg suara terbanyak,” ujar Titi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.