Tokoh

Kader Katolik Menurut Romo Beek SJ

Sebelum mapannya negara-bangsa, negara tidak memiliki tentara nasional yang permanen, melainkan membentuk tentara bayaran yang bersifat kosmopolitan,

Editor: Agustinus Sape
POS-KUPANG.COM/HO
Josephus Gerardus Beek atau Romo Beek (12 Maret 1917 – 17 September 1983) adalah seorang pastor Yesuit (katolik Roma). 

“????????????????????????????????" 

Di samping kaderisasi, Romo Beek juga mengadakan diskusi setiap Jumat malam di tempat-tempat yang berbeda: di Keuskupan, di Gedung KWI, di salah satu gedung sekolah Katolik, dsb. untuk membahas masalah-masalah aktual di antara para pengajar kasebul, para kader, para pastor, bahkan Bapak Uskup Djojoseputro, dan para tokoh politik Katolik. Paginya oleh Romo Beek ditulis selebaran Evaluasi yang kebanyakan hanya satu lembar untuk mengupas masalah-masalah aktual dari pendirian nasional dan Katolik sebagai hasil pertemuan malam sebelumnya.

Selebaran-selebaran itu dikirimkan ke berbagai pihak, termasuk surat kabar. Bahkan, isinya satu-dua kali dimuat di Majalah Times. Yang menulis evaluasi itu terutama adalah Romo Beek sendiri, tetapi sering juga ditulis oleh Sdr Oetoro, atau saya sendiri, atau teman yang lain, seperti Sdr Haksoro dan Sdr Kajat Hartoyo (keduanya Almarhum). Tetapi, semuanya pasti diperiksa oleh Romo Beek sendiri. 

Untuk beberapa waktu, saya juga menulis beberapa lembar ulasan politik dengan tambahan ulasan ekonomi oleh adik saya Soedradjad untuk konsumsi luar negeri. Ulasan itu ditulis dalam bahasa Inggris dan dinamai Monthly Review. Tidak lama kemudian, saya berhenti sama sekali bekerja untuk Romo Beek, karena kaderisasi akan segera diakhiri oleh Jenderal Yesuit Arupe dengan alasan yang tidak jelas. 

Kami membujuk Romo Beek agar menentang perintah Arupe, tetapi Romo Beek berpendirian, bahwa dia seorang pastor, yang “di depan umum ketika ditahbiskan sebagai imam saya bersumpah untuk setia pada atasan. Kalian akan menyesal di kemudian hari kalau saya menuruti kehendak kalian”. 

Tak lama setelah itu, saya menutup kantor “Biro Dokumentasi” atas nama Romo Beek. Tetapi, kasebul tidak bisa berhenti mendadak, jadi tetap berjalan terus untuk sementara. Beberapa waktu sebelum “Biro Dokumentasi” tutup, saya bekerja sebagai Sekretaris, dan kemudian Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) menggantikan Sdr Mingky yang pergi ke Rand Corporation untuk studi PhD. 

Karena sesuatu hal saya meletakkan jabatan, dan pergi ke London untuk meneruskan belajar di London School of Economics and Political Science (LSE) atas bantuan Jenderal Ali Murtopo, Ketua Kehormatan CSIS. Sekembali saya dari Inggris lima tahun kemudian dan setelah meraih gelar PhD, saya dapati Romo Beek sakit parah. Saya sempat menemani Romo Beek sehari di Rumah Sakit St Carolus bersama istri saya, Vonny. Sakit liver yang lama dideritanya semakin parah. 

Keesokan harinya saya pamit pada Romo Beek, bahwa saya harus ke Amerika Serikat selama sebulan. Jawaban Romo Beek, “Baik, kamu pergi dulu ke Amerika, sebentar lagi saya pasti akan menerima “penyelesaian dari Tuhan”.” Ia tertawa sambil menggerakkan kepalan tangannya ke arah perut saya. Kegembiraan dan rasa optimis tetap menjadi ciri Romo Beek, walau di benak saya sudah membayangkan hal yang paling buruk. 

???????????????????????????? ???????????????????????????????????????? 

Kaderisasi Romo Beek berhenti beberapa waktu. Setelah digantikan oleh Romo Lukas SJ, dan tempat pertemuan dipindah ke Lampung, saya kerap kali mengadakan diskusi dengan para alumni kasebul di Yogyakarta dan Solo, juga di Bandung, Purwokerto, Malang, Surabaya, Semarang, Manado, dan tempat-tempat lainnya untuk refreshing dan memelihara momentum. Saya masih tetap akrab dan terus kontak dengan Romo Lukas walau saya tidak lagi mengajar, karena kami dijiwai oleh semangat yang sama, “Semangat Romo Beek”. *

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved