Pilkada Serentak 2024

KPU Kembali Pakai Sirekap untuk Hitung Suara Pilkada Serentak 2024

Sistem Informasi Rekapitulasi ( Sirekap ) kembali digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menghitung suara pada Pilkada Serentak 2024. 

Editor: Alfons Nedabang
KPU.GO.ID/KOLASE POS-KUPANG.COM
Ilustrasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Pemilu 2024. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Sistem Informasi Rekapitulasi ( Sirekap ) kembali digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menghitung suara pada Pilkada Serentak 2024

Komisioner KPU Idham Holik memastikan bahwa Sirekap digunakan pada pilkada meski sempat bermasalah pada Pilpres dan Pileg 2024.

Hal tersebut Idham Holik sampaikan dalam rapat bersama Komisi II DPR, KPU, Bawaslu, dan Kemendagri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9/2024). 

“Sirekap akan digunakan kembali. Dan pada kesempatan ini kami sampaikan, kami bersama pengembang sudah melakukan perbaikan yang signifikan dari sistem komputasi," ujar Idham.

Idham menjelaskan, data yang ditampilkan pada Sirekap Pilkada 2024 adalah Formulir C1. Nantinya, data yang ditampilkan di Sirekap bakal dalam bentuk gambar atau PDF.

"Data yang akan ditampilkan untuk informasi publik adalah formulir C Hasil, tidak ada tabulasi tingkat kabupaten/kota. Untuk tingkat kecamatan yang akan kami tampilkan adalah formulir B Hasil Kwk dan seterusnya. Jadi data yang akan kami tampilkan dalam bentuk image atau PDF adalah hasil rekapitulasi," tuturnya.

Sementara itu, Idham mengeklaim bahwa KPU sudah memperbaiki bandwith supaya traffic Sirekap menjadi lebih baik.

Dia menyebutkan, kemampuan pembacaan Sirekap akan menjadi lebih baik sehingga tingkat akurasinya terjaga.

"Waktu kami simulasi di Depok dan Maros, akurasinya mencapai 99 persen. Kami yakini ke depan akan lebih baik," imbuh Idham.

Baca juga: Mahfud MD Sebut KPU Ugal-ugalan, Dorong Audit Sirekap

 Tayangan Sirekap pernah disetop karena tidak akurat

KPU memutuskan untuk menghentikan penayangan grafik atau diagram perolehan suara hasil pembacaan Sirekap terhadap formulir C.Hasil TPS. Hal ini disebabkan tingginya tingkat kekeliruan pembacaan oleh Sirekap yang mengakibatkan data perolehan suara tidak sesuai dengan hasil di TPS dan menimbulkan kesalahpahaman publik.

"Ketika hasil pembacaan teknologi Sirekap tidak atau kurang akurat dan belum sempat diakurasi oleh uploader (KPPS) dan operator Sirekap KPU kabupaten/kota, hal itu akan jadi polemik dalam ruang publik yang memunculkan prasangka," kata anggota KPU RI, Idham Holik, kepada Kompas.com, Selasa (6/3/2024).

"Kini kebijakan KPU hanya menampilkan bukti otentik perolehan suara peserta pemilu," ia menambahkan. 

Langkah ini bukan berarti KPU menutup akses publik untuk mendapatkan hasil penghitungan suara karena KPU berjanji tetap mengunggah foto asli formulir C.Hasil plano dari TPS sebagai bukti otentik perolehan suara, sebagaimana yang selama ini berlangsung. 

Fungsi utama Sirekap, kata Idham, sejak awal memang sebagai sarana transparansi hasil pemungutan suara di TPS, di mana publik bisa melihat langsung hasil suara setiap TPS di seluruh Indonesia melalui unggahan foto asli formulir model C.Hasil plano di dalam Sirekap.

Tampilan Sirekap saat ini pun seperti itu, yakni tanpa diagram/grafik maupun tabel data numerik jumlah suara di suatu wilayah, dan hanya memuat menu untuk memeriksa foto asli formulir C.Hasil TPS.

Baca juga: Gaduh Hitung Suara Salah Sistem, Wajah KPU Bisa Tercoreng Jika Sirekap Ditutup

"Sirekap fokus ke tampilan foto formulir model C.Hasil saja, tanpa menampilkan kembali data numerik hasil tabulasi sementara perolehan suara peserta pemilu hasil pembacaan foto formulir model C.Hasil plano," tegas Idham.

Di samping itu, KPU juga memastikan bahwa fokus mereka saat ini adalah rekapitulasi manual berjenjang dari tingkat kecamatan, kota/kabupaten, provinsi, hingga pusat. 

Rekapitulasi manual berjenjang inilah dasar resmi penghitungan suara yang sah. Adapun angka yang tertera di Sirekap, baik itu akurat maupun tidak, bukan merupakan dasar resmi penghitungan suara yang sah.

"Setiap (formulir) hasil rekapitulasi berjenjang wajib dipublikasikan oleh rekapitulator tersebut dalam hal ini PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), KPU kabupaten/kota, dan KPU provinsi," kata Idham.

"Kini KPU fokus menampilkan data hasil rekapitulasi secara berjenjang: Formulir Model D.Hasil (PPK), Formulir Model DB.Hasil (KPU Kab/Kota), dan Formulir Model DC.Hasil (KPU Provinsi)," imbuhnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved