TNI

BRIN Kolaborasi dengan TNI AL Lakukan Riset di Teluk Banten

Kedua lembaga negara itu melakukan riset dan pemantauan variabilitas parameter oseanografi selama peralihan monsun timur ke monsun barat

Editor: Ryan Nong
BRIN
Kolase foto pemasangan alat pengukuran pasang laut oleh BRIN dan STAAL d Teluk Banten. 

POS-KUPANG.COM, BANTEN - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berkolaborasi dengan TNI Angkatan Laut melakukan riset di Teluk Banten

Riset itu melibatkan Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (PR IA BRIN) dan Sekolah Tinggi Teknologi TNI Angkatan Laut ( STTAL ), Prodi S1 Hidrografi dan Prodi S2 Oseanografi.

Kedua lembaga negara itu melakukan riset dan pemantauan variabilitas parameter oseanografi selama peralihan monsun timur ke monsun barat di perairan Teluk Banten.

Dilansir dari laman resmi BRIN, riset  tersebut berlangsung melalui pemasangan alat pemantauan berupa sensor suhu permukaan laut dan tekanan permukaan laut milik BRIN di Karangantu, Teluk Banten, mulai 4 September hingga akhir September tahun ini.

Peneliti Ahli Utama PR IA BRIN Widodo Setyo Pranowo menjelaskan, pemasangan alat tersebut dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan Latihan Praktek (Lattek) Prodi S1 Hidrografi yang dipimpin oleh Letkol Laut Yulianto dari STTAL.

“STTAL melakukan survei dan pengukuran batimetri, arus laut, gelombang laut, tide master, dan automatic weather station. Data hasil pemantauan akan dianalisis dan dibandingkan dengan data citra satelit oleh para perwira mahasiswa Prodi S2 Oseanografi yang dipimpin oleh Letkol Laut Johar Setiyadi,” jelas Widodo, dikutip Selasa, 17 September 2024. 

Widodo menerangkan, bulan September, Oktober, dan November adalah masa peralihan dari monsun timur menuju monsun barat. Pada bulan-bulan ini, terjadi transisi dari musim kemarau ke musim penghujan, atau perubahan dari angin timur ke angin barat.

Monsun timur biasanya bertepatan dengan musim kemarau, sementara monsun barat yang dimulai pada Desember hingga Februari bersamaan dengan musim penghujan.

“Beberapa minggu terakhir ini sudah terasa adanya lonjakan suhu yang sangat tinggi, udara sangat panas, lalu keesokan harinya terjadi hujan lebat,” kata Widodo.

Menurutnya, perairan Teluk Banten dipilih karena Lokasi ini strategis dan unik, terletak di antara Laut Jawa, Selat Karimata, dan Selat Sunda.

“Selat Sunda memiliki akses langsung ke Samudra Hindia. Sehingga, ada banyak tema riset yang bisa dikembangkan ke depannya,” ungkapnya.

Widodo menambahkan, perairan Teluk Banten menjadi habitat penting bagi ikan pelagis, yang memanfaatkan daerah ini sebagai area bertelur dan pengasuhan ikan-ikan bernilai ekonomis. Perairan ini dipengaruhi oleh angin monsun barat, angin monsun timur, dan angin monsun peralihan.

Gaya pasang surut di Teluk Banten, bersama dengan angin monsun, dapat membangkitkan arus laut yang mampu mentransportasikan nutrien, sampah makro dan mikro, sedimen, serta kontaminan di permukaan laut.

Widodo berharap, kerja sama ini dapat meningkatkan kapasitas riset di bidang kelautan melalui pemanfaatan armada riset, fasilitas pendukung, serta keahlian kedua institusi.

“Keduanya dapat saling melengkapi dan memperkuat peran masing-masing dalam menjaga kedaulatan dan keamanan laut Indonesia, serta memajukan inovasi dan teknologi nasional,” harapnya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved