Pilkada 2024

Pakar Hukum Soal Badan Legislatif DPR Melawan Putusan MK: Pembangkangan Konstitusi

Upaya badan legislatif DPR melawan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai adalah upaya pembangkangan konstitusi.

Editor: Agustinus Sape
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
Gedung Mahkamah Konstitusi 

DPR, tambahnya, seharusnya memahami hal tersebut mengingat Republik ini memiliki MK sudah 21 tahun. Artinya, sudah dewasa untuk memahami apa yang sudah dibatalkan MK tak dapat dihidupkan kembali mengingatkan hal tersebut tidak diperkenankan dalam konteks sistem ketatanegaraan.

”Karena itu, tindakan semacam itu akan berpotensi menimbulkan krisis konstitusional. Kenapa? Karena tidak ada ujungnya, kan. Tidak ada kepastian hukum dan akan berakibat pada bagaimana legitimasi dari pilkada itu sendiri nantinya. Saya bayangkan ya, dari DPR nanti diundangkan, diuji lagi ke MK, dibatalkan lagi, diatur lagi. Siklusnya tidak berhenti. Ini krisis, kan?” kata Bayu.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan dua putusan fenomenal terkait syarat pencalonan kepala daerah. Di dalam putusan nomor 70/PUU-XXII/2024, MK menegaskan pemaknaan terhadap Pasal 7 Ayat (2) Huruf e UU No 10/2016 yang mengatur syarat usia minimal calon kepala daerah 30 tahun untuk gubernur-wakilnya serta 25 tahun untuk bupati-wakilnya dan wali kota-wakilnya.

Dalam putusan tersebut, MK menyatakan, titik penghitungan usia minimal dilakukan sejak penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum dan bukan saat pelantikan seperti diputus oleh Mahkamah Agung 29 Mei 2024.

Putusan itu secara otomatis menutup peluang Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo, maju sebagai calon gubernur. Padahal, Partai Nasdem sudah mendeklarasikan dukungannya untuk Kaesang maju pada Pilkada Jawa Tengah.

Putusan kedua, terkait dengan ambang batas partai politik atau gabungan parpol mengajukan calon. MK menyatakan Pasal 40 Ayat (1) UU Pilkada inkonstitusional bersyarat jika tidak dimaknai syarat pengajuan calon oleh partai/gabungan partai disamakan dengan syarat calon dari jalur perseorangan. Yaitu, berkisar antara 6,5 persen dan 10 persen suara sah dalam pemilu sebelumnya yang besarannya tergantung pada jumlah daftar pemilih tetap di daerah tersebut.

Namun, DPR melalui Rapat Panja Revisi UU Pilkada Badan Legislasi melanjutkan pembahasan revisi UU Pilkada secara kilat. Dalam rapat panja Rabu ini, mereka menyepakati untuk menggunakan putusan MA sebagai dasar penghitungan usia calon kepala daerah dan mengubah Pasal 40 Ayat (1) UU pilkada menjadi tak sesuai putusan MK.

(kompas.id)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved