Unwira Kupang

Rangkaian KKN-T FISIP Unwira Kupang di Desa Idalolong Lembata Berakhir

Dalam pemaparan pengabdiannya, Emanuel Kosat, dosen Ilmu Pemerintahan, FISIP, Unwira mencoba menjawab tantangan Desa Idalolong

Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO
Penutupan rangkaian kegiatan KKN-T FISIP Unwira Kupang di Desa Idalolong, Lembata. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi 

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Rangkaian kegiatan Kuliah Kerja Nyata-Tematik (KKN-T), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang hampir selesai dilaksanakan. 

Dosen Pendamping Lapangan (DPL) di Desa Idalolong mengakhiri rangkaian KKN-T dengan melaksanakan Dharma Bakti Pengabdian Masyarakat pada Senin, 19/08/2024 di Kantor Desa Idalolong, Kecamatan Nagawutung, Kabupaten Lembata.

Berdasarkan rilis yang diterima POS-KUPANG.COM, peserta kegiatan tergabung dari elemen supra-desa dan para mahsiswa KKN-T. 

Dalam pemaparan pengabdiannya, Emanuel Kosat, dosen Ilmu Pemerintahan, FISIP, Unwira mencoba menjawab tantangan Desa Idalolong tentang problem pengelolaan anggaran desa melalui partisipasi kewargaan. 

Pokok pikiran dikemas dalam beberapa sub-topik bahasan untuk menjelaskan setiap isu secara lebih terfokus dan spesifik. 

Kosat menyoroti otonomi desa sebagai isu sentral namun sedemikian memicu permasalahan. 

“Otonomi desa adalah ideal dasar tetapi sekaligus menampilkan problem. Mengapa begitu? Otonomi desa sekali waktu bisa menjadi problem baru jika penatakelolaan warga desa dibiarkan bekerja sendiri tanpa support system. Pada bagian ini desa tercerabut dari penanda kemandiriannya menuju kesendirian dan kesepian,” tandas peneliti Center for East Indonesian Studies, FISIP itu.

Lebih lanjut dia mengatakan, isu pilkada dilihat dalam dimensi ekonomi politik. 

Menurut dia, dengan munculnya bandit politisi dapat mengancam otonomi warga di desa. Praktik klientalistik potensial mengekang dan mendistorsi hak-hak politik warga desa pada konsensus kekuasaan.

Dorongan politik yang berwatak kapitalis mencari mangsa ke desa dengan ilusi demogogis elite melalui politik quid pro quo alias ‘sesuatu untuk seusatu,’ dan motif do ut des. Warga dibanjiri janji-janji dan ilusi kesejahteraan untuk mengklaim kepentingan politik pragmatis elite. 

Karena itu, Kosat turut memperluas kesadaran kolektif warga untuk mengambil jalan protes sosial, yaitu perbanditan yang positif sebagai counterclaim terhadap hegemoni kuasa.

Diskursus mengerucut pada resep bumdes dalam paradigma mengubah masalah menjadi resources desa. 

“Prinsip mengoperasionalkan bumdes dalam kerangka keegaliterian yang berbasiskan member-based. Dengan inisiatif konsisten dari warga perwujudan kemandirian desa terwujud,” kata Kosat. 

Baca juga: Akademisi Fisip Unwira Kupang, Dr. Urbanus Ola Hurek: Memberikan Pesan

Lanjut dia, Bumdes tidak semata-mata untuk mengejar profit namun memperoleh manfaat sosial serta manfaat lainya, yaitu semangat gotong royong, inisiatif, pelestarian lingkungan hidup dan karena itu Bumdes sebagai institusi sosial yang memfasilitasi warga desa, bukan semata-mata unit bisnis. Itulah entitas kepemilikan kolektif tanpa relasi kelas.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved