Kunjungan Paus Fransiskus

Ada Apa dengan Kita?

Terkait dengan tema kunjungan Paus, beliau mengungkapkan “Paus adalah seorang yang memperjuangkan persaudaraan manusia

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO
Sr. Herlina Hadia, SSpS (Mahasiswa S3 Theology di Yarra Theological Union - University of Divinity, Melbourne-Australia) 

Ada Apa dengan Kita?
Oleh: Sr. Herlina Hadia, SSpS (Mahasiswa S3 Theology di Yarra Theological Union - University of Divinity, Melbourne-Australia)

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada awal bulan September mendatang mengusung tema: Faith, Fraternity, and Compassion atau Iman, Persaudaraan dan Belas Kasih. Tema ini ditetapkan oleh Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).

Saya ingin memulai refleksi sederhana ini dengan sebuah pernyataan yang di sampaikan oleh Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM Sekretaris Jenderal, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dalam sebuah konferensi pers terkait peringatan 100 Tahun KWI sekaligus penjelasan soal hasil Sidang KWI, Jumat (17/5/2024).

Terkait dengan tema kunjungan Paus, beliau mengungkapkan “Paus adalah seorang yang memperjuangkan persaudaraan manusia. Ia memberikan belas kasih, perhatian kepada umat manusia. Jadi sosok yang datang ini memiliki iman yang kuat”  (Majalah HIDUP, Edisi No. 22, Tahun Ke-78, Minggu, 2 Juni 2024).

Persaudaraan manusia sudah menjadi tema yang terus digaungkan oleh Paus Fransiskus sejak awal ia menjadi seorang Pemimpin Gereja Katolik dunia. Dalam pidato peertamanya setelah ia terpilih, beliau mengungkapkan bahwa ziarah yang akan ia mulai adalah ziarah persaudaraan.

Ia tidak hanya mengajak dunia untuk menghidupinya, tetapi juga menghidupinya sendiri. Berkaitan dengan sikap belas kasihnya, ia tidak mendiskriminasikan siapapun dalam karya pelayanannya. Dan ia menyadari bahwa kemampuannya untuk menjalin persaudaraan manusia dan menunjukkan rasa belas kasih adalah kedalaman imannya pada Allah, Sang Pencipta.

Tiga teman besar ini bagi saya merupakan keterwakilan dari tiga nilai yang ia ajarkan dan hidupi. Iman merupakan kata kunci dalam Ensiklik pertamanya Lumen Fidei (Terang Iman), 2019. Persaudaraan merupakan fokus dari Ensikliknya Fratelli Tutti (Persaudaraan dan Persahabatan Sosial), 2020, dan belas kasih, selalu ia dengungkan dalam homili atau refleksi singkat dalam audiensi-audiensinya.

Pertanyaan sederhananya adalah mengapa KWI memutuskan untuk mengangkat tema ini dalam kunjungan Paus Fransiskus? Apakah iman, persaudaraan, dan belas kasih di Indonesia sedang tidak baik-baik saja?

Paus Fransiskus mendefinisikan iman dalam Ensiklik Lumen Fidei (LF) sebagai  “suatu terang, yang unik, sebab terang itu mampu menerangi setiap aspek keberadaan manusia. Terang yang begitu berdaya seperti itu tidaklah datang dari diri kita sendiri, namun dari sumber yang lebih dasariah dan asali: dalam satu kata, terang itu pasti datang dari Allah.

Iman lahir dari perjumpaan dengan Allah yang hidup, yang memanggil kita dan menyatakan kasih-Nya, kasih yang menuntun kita dan yang bisa kita andalkan untuk melindungi serta membangun hidup kita.” (LF No.4). Definisi ini menekankan hakikat dan pentingnya iman sebagai anugerah Ilahi yang memberikan pencerahan dan bimbingan dalam hidup.

Iman dilukiskan sebagai cahaya istimewa yang mempunyai kekuatan menerangi setiap aspek kehidupan manusia. Cahaya ini bukanlah sesuatu yang dapat kita ciptakan atau hasilkan sendiri; itu berasal dari sumber ilahi dan primordial—Tuhan. Cahaya iman yang mendalam itu berasal dari Tuhan, bukan dari usaha atau pemahaman manusia.

Sumber ilahi ini mengungkapkan dirinya melalui perjumpaan pribadi dengan Tuhan, yang digambarkan hidup dan aktif. Dan pada akhirnya mengubah kita, orang-orang yang beriman. Iman yang adalah anugerah Tuhan itu, menurut Paus Fransiskus mesti membuahkan hasil dalam relasi persaudaraan dan belas kasih. Iman kepada Tuhan mesti membawa kita kepada kepedulian terhadap kebutuhan sesama.

Pertanyaan untuk kita: Ke manakah iman kita membawa kita? Kalau iman itu membawa kita kepada kesombongan spiritual, maka iman itu bukan anugerah Tuhan. Kalau iman itu membawa kita untuk mengatakan iman orang lain tidak baik, maka iman itu bukan anugerah Tuhan. Jika iman kita menghantar kita peduli dengan sesama yang membutuhkan, maka itu adalah buah dari perjumpaan kita dengan Allah yang hidup.

Paus Fransiskus dalam Fratelli Tutti (FT), mengangkat kepedulian ini dalam kisah orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:25-37). Berkaitan dengan kisah ini, ia bertanya: “Dengan siapa Anda mengidentifikasi diri? Pertanyaan ini sulit, langsung, dan tegas. Anda serupa dengan siapa dari antara mereka?” (FT 64). Perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati ini mengelompokan manusia dalam dua kategori: yang peduli dan tidak peduli/acuh tak acuh.

Apakah kita termasuk dalam golongan orang yang peduli atau yang tidak peduli? Ketika Indonesia sedang mengalami krisis moral dan kebenaran, ke manakah iman kita membawa kita? Apakah kepada kepedulian ataukah kita acuh tak acuh? Ketika sesama kita menderita, apa sikap kita? Apakah iman kita menumbuhkan rasa belas kasih terhadap sesama?  

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved