Renungan Harian Kristen

Renungan Harian Kristen Senin 29 Juli 2024, Murid Kristus Hidup Saling Menghargai

banyak manfaat bagi manusia dengan memberi berbagai kemudahan dan kenyamanan bagi manusia.

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/HO-DOK
Pdt. Frans Nahak, S.Th 

Pasal 7 ayat 12-14 Yesus berbicara tentang dua hal: Pertama Yesus mengutip ayat mas dari Tamlud Yahudi  yang berbunyi: “apa pun yang menyakitkanmu jangan lakukan terhadap orang lain” (Tamlud, Shabat 31a).

Kaidah ini dirumuskan secara negatif: “jangan berbuat kepada orang lain”. Namun, Yesus merumuskannya secara baru, yakni secara positif “perbuatlah”. Kata Yesus,  “segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat baik kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” sehingga kaidah itu menuntut jauh lebih banyak yang dilakukan sebagai murid Yesus. 

Ayat ini masih berhubungan dengan konteks “jangan menghakimi” sedangkan dalam Injil Lukas 6:31, berhubungan dengan saling mengasihi. Yesus mengecam kebiasaan menghakimi orang. Sekalipun istilah menghakimi itu sendiri berarti keputusan yang netral namun keputusan tersebut tidak menguntungkan melainkan merugikan orang lain. Bagi Yesus, kritikan terhadap orang lain tidak bersifat penghukuman, karena manusia tidak dapat menghakimi. Bukan berarti murid Yesus disuruh mengabaikan semua bentuk penghakiman, sebab sebagai murid perlu menghakimi diri mereka sendiri, mengenal diri sendiri.

Kedua, pembicaraan Yesus selanjutnya soal pintu yang sempit dan pintu yang lebar. Di Yerusalem ada dua pintu gerbang, pertama pintu utama yang sangat lebar di mana arus lalu lintas sangat ramai, semua barang dagangan masuk melalui pintu itu. Pintu kedua adalah pintu yang sempit atau kecil. Pintu ini merupakan pintu alternatif,  jika pintu besar ditutup. Orang lebih banyak memilih mengikuti pintu yang lebar sebab pintu tersebut tak ada hambatan. Jika pintu ini ditutup, maka banyak orang menunggu hingga pintu tersebut kembali dibuka.

Pintu alternatif  hanya manusia yang bisa melaluinya. Barang yang dibawa harus ditinggalkan di luar. Dalam pengajaran ini, Yesus menggunakan metafora dari dua pintu ini untuk memberikan pilihan kepada murid-muridNya. Pilih ikut Yesus melalui jalan salib atau mengikuti dunia dengan kesenangannya? Yesus memberikan sebuah pilihan yang pasti, yaitu masuk melalui pintu yang sesak sebab pintu yang lebar menuju kebinasaan. Ini bukan sebuah pilihan yang “enak” melainkan pilihan yang sulit.

Dalam Alkitab pun kita menemukan ajaran mengenai "dua jalan" yakni jalan kebaikan dan jalan kejahatan adalah ajaran kuno di kalangan orang Yahudi, bdk Ula 30:15-20; Maz 1; Ams 4:18-19; Ams 12:28; Ams 15:24. Manusia harus memilih atau jalan kebaikan atau jalan kejahatan. Ajaran itu juga tercantum dalam sebuah karangan mengenai akhlak, yang termaktub dalam kitab "Didakhe" serta dalam terjemahan latinnya "Doctrina Apostolorum".  

Penutup

Renungan:
Pertama, setiap orang tidak mau supaya dihakimi, disakiti, dimarahi, dihina dan lain sebagainya. Ketika kita diperlakukan seperti itu, maka kita tidak akan menerima karena bersentuhan langsung dengan harkat dan martabat manusia. Hal itu diatur dalam ajaran setiap agama. Oleh karena itu, kita diminta untuk saling menghargai sebagai sesama ciptaan Allah. Lalu apa yang membedakan menghargai dan mengasihi sesama sebagai murid Kristus? Yang membedakan adalah murid Kristus yang berinisiatif terlebih dahulu mengasihi dan menghargai. Perintah yang positif “perbuatlah” artinya jangan menunggu orang lain yang mendahului berbuat baik kepadamu, tetapi sebagai murid Kristus yang terlebih dahulu melakukannya.

Murid Kristus mengasihi melebihi apa yang diajarkan yang ditetapkan oleh ajaran dan tradisi agama lain. Apakah itu? Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu, jika ada yang menampar pipi kananmu, berikanlah pipi kirimu, orang yang mengingini bajumu serahkan juga jubahmu, jika ada orang yang memaksa berjalan sejauh satu mil berjalanlah dua mil. Jika engkau memberi sedekah, jangan diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Mengasihi dan menghargai secara Kristiani menembus batas-batas kemanusiaan. Melebihi aturan dan tradisi yang dibuat oleh manusia.

Kedua, kita hidup dalam konteks kemajemukan baik agama, denominasi, suku, etnis, dll. Untuk menjaga kerukunan, maka sebagai murid Kristus terlebih dahulu menghargai sesama kita yang berbeda. Mendahului memberikan ucapan selamat kepada sesama yang berbeda keyakinan, memberikan senyuman, dst. Bukan berarti kita mencari perhatian, tetapi melakukan perintah sebagai murid Kristus mengasihi dan menghargai “melebihi” batasan-batasan kebiasaan yang berlaku. Mengapa demikian? karena Yesus telah terlebih dahulu melakukannya kepada kita. Itulah ajaran Kristiani. Membenci orang yang mengasihi kita adalah kurang ajar, mengasihi orang yang mengasihi kita adalah manusiawi, mengasihi orang membenci kita adalah Kristiani.

Yesus berkata, “apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? bukankah orang-orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? karena itu haruslah kamu sempurna seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Mat. 5:46-48). Dasar mengasihi dan menghargai sesama adalah seperti Allah yang telah mengasihi manusia.

Ketiga, kita hidup dalam dunia moderent karena kecanggihan teknologi. Yesus hidup pada zaman di mana teknologi secanggih internet belum ada. Budaya agraris lebih mendominasi hidup dan ajaran-ajaranNya. Semua perumpamaan selalu mengambil latar masyarakat tani-landang, nelayan dan kehidupan dalam rumah. Ada cerita tentang pohon ara yang tidak berbuah, tentang pokok anggur, gembala domba, penjala ikan, tentang garam dan pelita, pintu yang sempit dan lebar.

Yesus tidak berbicara tentang ruang siber seperti di zaman kita ini. Semua giat sosial dan agama di tunaikan di pantai, di gunung, di bukit, di atas laut dan terkadang di dalam Bait Allah. Namun perlu disadari bahwa Yesus berbicara dengan menggunakan gaya bahasa dan pola pikir bangsaNya.

Kita hidup di generasi yang instan, terkoneksi yang narsis dan eksis. Generasi yang melalangbuana di wilayah tak menumbuh (nonmateri) yang tidak suka akan akan terminologi institusi yang rumit, yang BeTe terhadap khotbah yang panjang, yang skeptis terhadap otoritas orang tua, namun inovatif dan kreatif, yang update. Segala sesuatu bisa diselesaikan dengan cara yang praktis. Perkembangan ini membawa banyak manfaat bagi manusia dengan memberi berbagai kemudahan dan kenyamanan bagi manusia.

Namun di sisi lain ketika urusan manusia semakin muda karena kecanggihan teknologi maka muncul “kesepian” dan keterasingan baru yakni lunturnya solidaritas, kebersamaan, mengasihi. Misalnya, di media sosial memilik banyak teman namun dalam dunia nyata hidup menyendiri dan kesepian.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved