Wawancara Eksklusif

Wawancara Eksklusif Relawan MER-C Ita Muswita: Rawat Anak Meski Digempur Bom Israel

Kondisi gempuran bom Israel tidak membuat seorang ibu di Palestina berniat menggugurkan anaknya atau memberi hak asuh kepada orang lain.

Editor: Alfons Nedabang
TRIBUNNEWS.COM/REYNAS ABDILA
Relawan Medis MER-C Ita Muswita yang menjalankan tugas kemanusiaan di Gaza. 

Oh iya pada dasarnya memang kita antara saudara memang harus saling mengasihi karena hari ini kita hidup belum tentu besok kita hidup.

Makna kasih sayang itu. Saya dapat ketika di situ soalnya saya nggak tahu. Bisa ngebesarin anak sampai umur berapa. Kita kan terlalu pede kalau di sini.

Kita terlalu pede terhadap istri, terhadap suami, terhadap anak. Padahal kenyataannya itu bukan milik kita. Di sini saya bilang. Oh iya ya itu Cuma titipan. Persalinan sejauh ini alat-alat sih yang kurang. Obat-obatan.

Kita tahu di sana pasokan makanan kurang, nutrisi-nutrisi untuk ibu hamil dan untuk bayi juga kurang. Bagaimana ibu kondisinya di sana saat persalinan?

Kami dari MER-C bawa logistik obat-obatan yang cukup banyak. Mungkin untuk seribu pasien pertama. Kita bawa. Bahkan sampai umbilical klep tali pusar itu serta obat-obat untuk. Kasus patah tulang.

Sampai instrumen-instrumennya. Bukannya selengkap itu. Kami bawa 40 koper besar. Peralatan itu baik dari logistik kita maupun logistik medis.

Saya pikir lumayan nih untuk sebulan. Nggak nyampe sebulan saking banyaknya yang membutuhkan disitu kita telepon lagi tim kedua. Kalian bawa ini. Langsung kita buat catatan, jadi saya minta ke setiap tim. Ayo teman-teman yang dari kamar bedah, ortopedi, yang dari primary health care kita minta lagi.

Tim kedua bawa lagi logistik cepet abis karena memang rolenya itu nggak berhenti. Umbilikal klaim lagi sebanyak 5 ribu itu Cuma buat dua minggu.

Baru pada sadar. Itu paling Cuma untuk seminggu lebih. Jadi kelihatannya besar tapi karena pemakaiannya tinggi pasokan sudah kosong.

Saya sih bilang gini ke teman-teman medis, kita saat perang jangan terpaku hospital minded. Kita harus mendayaupayakan. Apa yang bisa kita pakai kalau kita ngomong nggak steril tuh alatnya. Itu kan nggak steril. Nggak ada.

Saya juga tau gimana. Proses steril tapi kita berharap dalam sesuatu sih. Kasih sayang Allah. Semoga tidak ada infeksi. Semoga kan kita bilang berharap ya Allah. Jangan ada infeksi ya Allah. Kasihan ini. Ya Allah. Ini yang bisa kita lakukan.

Saya cerita sama teman saya, dia tanya kak lu kok sekarang banyak nangis. Iya gua banyak nangis sekarang. Sangat saya pahami ya teman-teman di daerah perang mereka jahitnya itu dilantai, saya bilang kita sudah tidak ada tempat.

Pasien datangnya tuh. Kalau kita kan belum mampu. Nggak bisa diterima di rujuk rumah sakit lain. Nggak ada. Pasien harus diterima. Untuk rujuk ke sana pun nggak ada kendaraan.

Ambulans datang. Hilang lagi. Cari ke tempat lain. Ambil pasien. Gitu kan bulat balik. Nggak ada lagi yang kita tolong sebisa yang kita bantu.

Tadi ibu bilang peralatan habis gitu ya tapi pintu Rafah belum dibuka. Memang itu dibukanya berapa kali?

Pada saat itu sebenarnya. Seminggu dua kali. Senin dan Rabu untuk tim pembedah, pokoknya untuk tim kesehatan. Nah nanti untuk logistik. Beda lagi tidak berbarengan. Tapi itu pun tergantung otoritas. Entah bagaimana syaratnya. Prosedurnya kami kurang tahu. Pokoknya pernah tertutup.

Kalau tertutup itu apa yang terjadi di Gaza. Semua harga-harga melonjak. Bahan bakar susah. Tepung susah. Telur susah. Ayam susah. Daging susah. Semuanya susah. Jadi kita bertahan.

Dengan harap-harap cemas. Semoga minggu besok. Pintu terbuka. Tapi kan makan tetap. Iya. Bener. Makan kan tetap. Setiap hari. Kayak kita misalnya lah orang gajian kan udah tahu nih. Kita gajian per minggu.

Udah budget bulanan. Kita tuh nggak bisa di sana. Bisa aja mungkin. Ada orang yang punya uang. Tapi barang nggak ada. Itu saya bilang di daerah perang itu kita makan Cuma untuk survive. Alhamdulillah.

Kami punya logistik. MER-C Selalu membekali timnya dengan logistik yang cukup. Jadi kita tidak menyulitkan tuan rumah. Kita harus bertahan dengan logistik kita yang ada. Alhamdulillah sejauh ini kami tim tidak kurang makan.

Tapi dengan pengaturan cara makan. Kita makan untuk survive bukan untuk kenyang-kenyang. Bukan untuk selera, yang ada dimakan sampai teman saya mengatakan seumur-umur tidak pernah makan bawang.

Makanannya kalau boleh tahu apa di sana?

Kalau di sana roti, kami sendiri tetap bawa beras. Jadi mereka itu makan roti. Roti sama humus ada sesuatu yang dicolek begitu kan

Itu tiga kali sehari atau gimana?

Mereka ada yang dua. Ada yang tiga kali..

Tapi ibu bisa diceritain nggak sih fakta-fakta menarik yang orang nggak tahu misalnya lihat di medsos doang?

Kita itu punya teman. Tim-tim saya itu suka ngobrol begini eh elu perhatiin nggak sih kalau kita nolong pasien dari tenda. Dari luar. Keringet-keringetan nggak ada yang bau ya. Nggak ada yang bau ketiak.

Nggak ada yang bau. Nggak ada loh. Padahal kan posisinya kurang air nggak mandi dan panas. Tinggalnya juga di tenda tapi dia nggak bau. Terus kita cari lagi ke teman-teman.

Cari tahu kan. Kalau kami kan di rumah sakit kebidanan. Artinya buka-bukaan doang. Kita tahu rumah kebidanan. Kita tanya lagi ke teman-teman yang di rumah sakitan aja. Kayak, iya kak nggak bau.

Nggak ada yang bau. Itu saya bilang mereka padahal makan bawang. Sama sama kita. Makannya apa sih gitu. Saya bilang, kalau mereka pakai deodoran, saya nggak yakin dalam situasi kayak gitu. Tapi itu fakta uniknya.

Terus, kalau kita lihat, tenaga kesehatan setiap hari datang. Mereka happy. Nggak pernah marah-marah. Padahal kan mereka melayani pasien suatu saat saya iseng kita berpikir mereka digaji nggak sih.

Mereka bilang digaji 100 USD per bulan. Kalau dilihat dari nominal, nggak masuk akal. Nggak sebanding. Mereka tetap survive sampai sekian bulan itu dengan harga-harga yang mahal. Dia bilang, kalau bukan kasih sayang Allah. Mereka bisa bertahan.

Itu jawabannya. Saya nggak mau nanya lagi. Karena kasih sayang Allah. Mereka bisa bertahan. Benarnya hitung-hitungan Allah nggak pake kalkulator. Jangan pake kalkulator manusia. (tribun network/reynas abdila)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved