Wawancara Eksklusif
Wawancara Eksklusif Relawan MER-C Ita Muswita: Rawat Anak Meski Digempur Bom Israel
Kondisi gempuran bom Israel tidak membuat seorang ibu di Palestina berniat menggugurkan anaknya atau memberi hak asuh kepada orang lain.
Itu yang saya suka dari mereka. Jadi kalau udah kenal nama kita, mereka jadi, Ita good morning. Mereka bilang kamu besok datang lagi.
Bahkan kita teman-teman kan sebenarnya boleh saja kita ngambil libur dalam seminggu. Tapi teman-teman waktu singgalah kan kita nggak usah libur. Sayang gitu kan.
Apalagi kalau Cuma sebulan buat apa kita masih libur sih. Jadi mereka enjoy. Mulai dari direktur, kemudian dokter-dokternya, perawat-perawat, bidan-bidan. Sampai tim, semua tim di rumah sakit itu sangat welcome.
Bahkan mereka suka bilang gitu sudah tahu kita lagi perang kalian malah masuk. Saya bilang sebenarnya kita masuknya mau dari sejak lama. Cuma sulitnya akses kami masuk ke dalam. Ini yang membuat kami terlambat.
Kami sangat terlambat masuknya. Mereka ketika tahu kita tuh nunggu. Bukan kami aja ya. Bukan tim kami. Tim yang lain pun. Ada yang udah sebulan di Cairo. Ada yang sudah sebulan setengah.
Sama seperti kalian keluar. Mereka juga keluar susah. Di rumah sakit, rumah sakit itu. Saya dinas dari pagi sampai jam 2. Rencana kita sampai jam 4. Tapi mereka bilang nggak usah sampai jam 4. Jam 2 aja.
Pagi itu jam berapa sih? Jam setengah sembilan. Itu persalinan spartan. Hampir nggak ada istirahatnya Kita punya lima kamar bersalin. Lima kamar bersalin itu. Itu istirahat sepuluh menit paling itu.
Dateng lagi, dateng lagi. Saking itu rujukan. Saking banyaknya pasien. Di rumah sakit. Saat itu memang di fokuskan di situ. Jadi saya kebayangin tuh teman-teman kalau kita hibur atau kita telat.
Kasihannya. Yang jaga mata. Jadi kalau kita datang ya. Hai, Ita. Kamu datang. Kita operan, operan. Dokternya seneng. Bidannya senang. Kita juga teman-teman senang kan.
Kayak di harpin gitu kan. Kemudian pasiennya juga nggak banyak tentu kan. Mereka tahu tuh udah dicolong. Sudah alhamdulillah. Bahkan ketika saya tahu. Kita kan nggak bisa bahasa Arab.
Kan kita pakai bahasa Inggris. Mereka tanya Malaysia? China? No, we Indonesia. Oh, Indonesia. Dia seneng gitu ya. Suatu saat teman saya pernah gini. Kak, nanti kalau ada yang lahiran. Nama aku dikasih dong sama ibunya gitu. Kalau perempuan.
Saya bilang gini. Bu, mau nggak? Aku udah punya anak. Nama belum anaknya. Dia senyum aja. Kalau belum. Boleh nggak teman saya mau kasih nama. Nama dia. Biar nama dia ada di Palestina. Di Gaza.
Terus kata dia gini. Arti nama teman kamu apa? Saya bilang. Di Indonesia kayaknya nggak pakai arti. Kita nama Indah aja udah bagus. Kalau di sana ternyata nggak. Oh, ada makna. Nama itu harus ada makna.
Nama itu harus ada makna. Juang. Sahabat Rasul. Nama-nama Rasul. Jadi yang namanya Hamzah. Muhammad. Ahmad. Yazid. Itu semuanya tuh nama-nama. Lalu Omar. Itu banyak sekali nama. Jadi ketika saya tawarin nama teman saya.
Dia kaget. Di sini harus ada arti. Oh yaudah kalau gitu. Terus. Ada hal yang menarik. Ketika saya nolong persalinan. Datang ibu ini. Tau bukaan apa. Artinya sudah pembukaannya lumayan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.