Pemilihan Presiden Iran

Pemilihan Presiden Iran: Pertarungan Kubu Konservatif dan Reformis

Persaingan ketat kubu konservatif dan reformis menunjukkan harapan banyak warga akan perubahan kebijakan di Iran.

Editor: Agustinus Sape
AFP/ATTA KENARE
Seorang perempuan Iran mengacungkan jari isyarat kemenangan (victory) saat ia menggunakan hak pilihnya di sebuah tempat pemungutan suara di Teheran, Jumat (28/6/2024). 

Sementara itu, Jalili dinilai sebagai sosok dari kubu konservatif dengan haluan paling keras. Ia adalah mantan kepala perunding nuklir yang terkenal karena penolakannya yang tegas terhadap JCPOA tahun 2015. Ketenaran Jalili tumbuh selama masa jabatannya sebagai Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran (SNSC) saat ia mengawasi negosiasi nuklir dari tahun 2007 hingga 2013.

Seperti Ghalibaf, kandidat lainnya, Jalili adalah seorang veteran Perang Iran-Irak. Ia kehilangan satu kaki dalam perang itu. Jalili sangat dekat dengan faksi-faksi paling konservatif di Iran. Ia selalu menyatakan untuk memprioritaskan kemandirian Iran dan perlawanan penuh terhadap pengaruh Barat.

Kecemasan kubu konservatif

Kecemasan kubu konservatif terhadap besarnya dukungan pada kubu reformis ini sudah tersirat dari mundurnya dua calon berhaluan garis keras lainnya, hanya beberapa hari menjelang pemungutan suara, yaitu Amirhossein Ghazizadeh Hashemi dan Alireza Zakani.

Kemunduran keduanya diduga dimaksudkan agar suara kubu konservatif tak terpecah. Seperti dikutip kantor berita Iran, IRNA, Rabu (26/6/2024) malam, Ghazizadeh Hashemi membatalkan pencalonannya dan mendesak kandidat lain untuk melakukan hal yang sama sehingga front revolusi akan diperkuat.

Ghazizadeh Hashemi menjabat sebagai salah satu wakil presiden Raisi serta sebagai Kepala Yayasan Urusan Syuhada dan Veteran. Dia mencalonkan diri dalam pemilihan presiden tahun 2021 dan memperoleh suara terkecil, yakni sekitar 1 juta suara.

Pada Kamis (27/6/2024), Zakani, Wali Kota Teheran, juga mengundurkan diri. Dia juga mundur sebagai calon presiden jelang pemilu 2021. Merujuk pada kandidat reformis Pezeshkian, Zakani mengatakan, dia mundur untuk mencegah pembentukan pemerintahan mantan Presiden Hassan Rouhani yang berhaluan moderat.

Pengunduran diri Ghazizadeh Hashemi terjadi tidak lama setelah Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengeluarkan seruan agar warga Iran tidak mendukung calon dari kubu reformis. Dia menyebut orang Iran yang tunduk dan patuh pada kekuatan asing (Amerika Serikat) tidak layak didukung.

”Beberapa politisi Iran meyakini harus patuh pada kekuatan ini dan itu sehingga tidak mungkin negeri kita maju tanpa kekuatan negara-negara tersebut. Bahkan, mereka berpikir bahwa cara untuk memajukan Iran adalah melalui Amerika Serikat. Orang-orang seperti ini tidak dapat memimpin Iran,” kata Khamenei.

Persaingan ketat dua calon dari haluan yang bertolak belakang ini, yakni konservatif garis keras versus moderat, menunjukkan harapan banyak warga Iran akan perubahan kebijakan di negerinya. Selama beberapa tahun terakhir, Iran menghadapi kesulitan ekonomi dan pergolakan sosial.

Ahli politik Iran dan mantan profesor di Universitas Teheran, Mohammed Hadi Semati, mengatakan, tantangan utama Pemerintah Iran adalah menjaga stabilitas politik dan keamanan serta memperbaiki ekonomi masyarakat. Legitimasi rezim mulai terkikis, terutama sejak unjuk rasa di seluruh negeri terkait.

Krisis ekonomi menjadi perhatian utama warga. Pada tahun 2022, sekitar 60 persen warga Iran dilaporkan hidup pada atau di bawah garis kemiskinan. Pusat Statistik Iran mengungkap inflasi negara itu berfluktuasi antara 39 persen dan 56 persen selama sembilan bulan pertama tahun 2023. Tingginya inflasi membuat warga semakin tertekan krisis ekonomi.

Apatisme

Dibayangi apatisme warga dan ajakan boikot pilpres, pemungutan suara pemilu Iran ditutup pada Sabtu tengah malam waktu setempat setelah berlangsung selama 16 jam. Waktu pemilihan ini diperpanjang hingga tiga kali untuk memberi peluang agar lebih banyak warga untuk memberi suara.

Dari jadwal sebelumnya, pemungutan suara yang dibuka Jumat (28/6/2024) pukul 08.00 itu itu seharusnya berlangsung 10 jam dan berakhir pada pukul 18.00. Perpanjangan waktu ini dinilai cukup efektif meningkatkan antusiasme warga.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved