Renungan Harian Kristen
Renungan Harian Kristen Kamis 13 Juni 2024, Perayaan 143 Tahun Injil Masuk di Tanah Sumba
pengampunan serta keselamatan kepada setiap orang yang menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi dalam hidupnya.
Darah para martir tidak tertumpah sia-sia, Tuhan turut bekerja, Ia menyertai dan meneguhkan pekabaran injil di tanah sumba dengan berbagai tanda-tanda ajaib, bukan karena para misionaris bisa menyembuhkan orang sakit, mengusir setan, atau luput dari racun ular dan kalajingking, celaka, dan kematian, tetapi para penginjil pribumi diperlengkapi dengan bahasa baru untuk berbicara kepada orang sumba tentang Injil keselamatan; I Yehu Karitu jeaya na kameti marak ma padening-ma pamanang, na kadu ndaka mbu’ku-u’li ndaka tandu, na pingi luri-na pingi malundung (Yesus Kristus adalah korban yang benar sempurna, tanduk dan pokok keselamatan, sumber kehidupan dan keselamatan).
Dengan pengakuan dan pewrtaan ini, sedikit demi sedikit, Injil terus disemaikan di seluruh daratan sumba seperti yang kita saksikan sekarang ini.
Kalau bahasa lama, yang berdasar keyakinan marapu bahwa; keselamatan manusia diperoleh melalui upacara ritus dengan, dengan ungkapan “karai ngggunya na tumbu kadu-na bara kaka, na pangga nyuku-na laku bei, na rara pa’pa-na mobu amu, kana lundung la kapuka au panongu-la ngaru uma dita, la hindi mara-la liangu ma’du, la pinu tana rara-la ta’da ai mayela, la ngia pa nggu’ku nggela-la ngia payuru yela, la kotaku pauli-paraingu ma patara (saya memohon kehidupan sampai tumbuh tanduk-putih rambut, berjalan bungkuk-melangkah sambil merayap, bagaikan pelapah/ranting jatuh karena matang dan tua-pohon tumbang karena lapuk akarnya, supaya menggapai ujung tangga bambu yang tinggi-di pintu rumah paling atas, di loteng aman-di goa yang kering, di atas tanah merah-diatas kayu mayela, dihadirat tempat bahagia-dihadirat tempat sukcita, di kampung persekutuan-di negeri terang yang baka)”.
Maksudnya, kehidupan di bumi dengan usia suntuk/tua renta dan di Surga.
Untuk mencapai keselamatan ini, maka harus dilaksanakan ritus sacral (mangejing) dengan persembahan korban yang paling sempurna yaitu; ayam putih polos-peramal roh kehidupan, babi hitam polos-taring tidak kerdil, kerbau merah polos-tanduk tidak terkulai (manu bara kaka-pa kaka wang ndewa, wei miti kumbuh-u’li nda katandu, karambua kahawa-kadu ndaka mbu’ku).
Melalui binatang korban inilah menjadi sarana atau jalan keselamatan dan pendamaian, yang dipercaya/berperan sebagai kurban penebus dosa (na tolu mata ndolak-na wai maringu ndingir=danging mentah yang mati tegak-air dingin berdiri/berkat), serta menjadi perantara/jembatan penghubung antara manusia dengan para marapu, dimana para marapu sebagai juru syafaat manusia kepada Tuhan dan sebaliknya menjadi perantara Tuhan kepada manusia (ba jeaha da ketu papajolangu-lindi papakalangu, da mapatrukungu liida-parapang pekada)”.
Konsep keselamatan marapu ini, oleh para misionaris dari luar maupun pribumi, dengan hikmat Allah, mereka diperlengkapi dalam bahasa dan makna baru “semua korban ritus apapun adalah gambaran atau bayangan dari pengorbanan Tuhan Yesus Kristus sebagi korban yang benar, suci dan sempurna. Kristus telah berperan sebagai ayam yang dikorbankan-babi yang dibunuh (kameti maraku-mapadeningu, manu teangu heada-wei teangu meti).
Kristus telah menjadi korban penebus dosa, pendamaian dan keselamatan, yang matinya bediri tergantung di kayu salib, tubuh-Nya hancur dan darah-Nya tercurah (na tolu mata ndolaku-na wai maringu ndingiru), ialah jalan keselamatan yang menjadi pokok kehidupan dan keselamatan (na anda lii-luku pala, na pingi luri manangu-na pingi luri manjaku, na kadu ndakabu’ku-u’li ndakatandu).
Sebagai orang percaya, harus disadari bahwa injil keselamatan tidak hanya untuk manusia, sebab manusia bukanlah makluk tunggal di bumi. Allah menciptakan alam semesta (buana agung) dan segala isinya (buana alit) dan manusia adalah bagian di dalamnya. Karena itu, Injil keselamatan itu adalah untuk segala makluk.
Mengapa demikian? Sebagaimana hakikat mandate budaya ditegaskan, bahwa oleh dosa manusia menjadi serakah dan tamak, manusia memandang alam dalam relasi bukan lagi comunnio (persekutuan dan keutuhan), saling menghargai dan melengkapi, melainkan memandangnya secara dominio (kekuasaan).
Alam di eksploitasi sehingga menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem, lingkungan menjadi rusak atau berperan sebagai ayam yang dikorbankan-babi yang dibunuh (kameti maraku-mapadeningu, manu teangu heada-wei teangu meti).
Kristus telah menjadi korban penebus dosa, pendamaian dan keselamatan, yang matinya bediri tergantung di kayu salib, tubuh-Nya hancur dan darah-Nya tercurah (na tolu mata ndolaku-na wai maringu ndingiru), ialah jalan keselamatan yang menjadi pokok kehidupan dan keselamatan (na anda lii-luku pala, na pingi luri manangu-na pingi luri manjaku, na kadu ndakabu’ku-u’li ndakatandu).
Sebagai orang percaya, harus disadari bahwa injil keselamatan tidak hanya untuk manusia, sebab manusia bukanlah makluk tunggal di bumi. Allah menciptakan alam semesta (buana agung) dan segala isinya (buana alit) dan manusia adalah bagian di dalamnya. Karena itu, Injil keselamatan itu adalah untuk segala makluk.
Mengapa demikian? Sebagaimana hakikat mandate budaya ditegaskan, bahwa oleh dosa manusia menjadi serakah dan tamak, manusia memandang alam dalam relasi bukan lagi comunnio (persekutuan dan keutuhan), saling menghargai dan melengkapi, melainkan memandangnya secara dominio (kekuasaan).
Alam di eksploitasi sehingga menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem, lingkungan menjadi rusak atau hancur, terjadinya ketimpangan rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan. Pembakaran padang pembabatan hutan, pencemaran lingkungan. Akibatnya, tanah tidak subur, lingkungan tercemar, hilangnya burung/binatang endemic seperti kaka tua, ranggong (nggoagali), muncul hama belalang, sungai menjadi kering, perubahan iklim menimbulkan bencana alam seperti kemarau Panjang, pemanasan global, berbagai penyakit pandemi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.