Renungan Harian Kristen
Renungan Harian Kristen Jumat 7 Juni 2024, Kasih Tuhan Bagi Segala Bangsa
Jadi marilah kita terus berbagi kasih dalam Masyarakat dan bangs akita untuk menghadirkan kasih Allah bagi dun
Oleh: Pendeta Yatty Pandie Malada, S.Th, M.Pd
POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Kristen Jumat 7 Juni 2024, Kasih Tuhan Bagi Segala Bangsa
Kisah Para Rasul 10:34-48
Pengantar:
Shalom saudara-saudari dalam Kristus. Hari ini, mari kita merenungkan kasih Tuhan yang tidak terbatas pada satu bangsa atau kelompok tertentu, tetapi meliputi segala bangsa. Renungan kita diambil dari Kisah Para Rasul 10:34-48, yang menceritakan perjumpaan Petrus dengan Kornelius.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa kasih Tuhan tidak mengenal batas, dan keselamatan dalam Kristus adalah untuk semua orang, tanpa terkecuali.
Melalui kisah ini, kita diajak untuk memahami betapa luas dan inklusifnya kasih Allah, serta panggilan kita untuk menyebarkan kasih tersebut kepada semua orang. Mudah-mudahan dengan renungan ini kita semakin mengikis sikap-sikap partikularisme dalam hidup kita Bersama.
Baca juga: Renungan Harian Kristen Jumat 7 Juni 2024, Sudah Adilkah Kita?
Kasih Tuhan Bagi Segala Bangsa
Saya mengajak sidang pembaca merenungkan firman Tuhan dengan tema: “Kasih Tuhan Bagi Segala Bangsa.” Tema ini diangkat berdasarkan firman Tuhan yang terambil dari Kisah Para Rasul 10:34-48 dalam perikop besar “Petrus dan Kornelius”.
Lukas, sebagai penulis Kitab Para Rasul, mengisahkan perjumpaan Petrus dengan Kornelius. Kornelius adalah seorang perwira pasukan Italia. Meski bukan dari keturunan Yahudi, ia hidup saleh, seisi rumahnya takut akan Allah, banyak memberi sedekah kepada bangsa Yahudi, dan menaikkan doa syukur kepada Allah.
Karena itu, Allah berkenan kepada Kornelius dan mengirim malaikat untuk memberitahukan kepadanya untuk menjemput Petrus di Yope.
Sebelum utusan Kornelius sampai ke Yope, Petrus telah diberitahukan oleh Roh Allah tentang kedatangan mereka dan memerintahkan agar ia memenuhi permintaan mereka. Padahal dalam hukum Yahudi, haram bagi orang Yahudi berada dan makan bersama bangsa non-Yahudi yang tidak bersunat.
Namun, karena Allah telah memberikan penglihatan kepada Petrus, maka tidak ada alasan baginya menolak permintaan Kornelius.
Singkat cerita, Petrus kemudian mengadakan penginjilan yang intinya sebagaimana tertulis dalam ayat 34-35, “Sesungguhnya aku telah mengerti bahwa Allah tidak membedakan orang. Dan firman Yesus Kristus adalah Tuhan bagi semua orang.”
Pada akhirnya dalam ayat 48, Petrus membaptis mereka dalam nama Yesus Kristus.
Kita memahami peristiwa pertemuan Petrus dan Kornelius ini sebagai awal mula injil disampaikan keluar dari bangsa Yahudi. Meskipun Kristus sebelum terangkat ke surga berpesan dalam Matius 28:19, “Karena itu pergilah dan jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus”, para murid, termasuk Petrus, tidak mudah menginjili bangsa di luar Yahudi.
Orang Yahudi sangat tertutup dan hidup eksklusif, menganggap dirinya sebagai umat pilihan Allah yang berhak atas janji keselamatan dan anugerah Allah. Mereka juga menganggap bangsa di luar Yahudi adalah najis dan haram untuk makan bersama.
Namun, Allah memberi penglihatan khusus kepada Petrus tentang beraneka-macam binatang dan menyuruh Petrus menyembelih dan memakan dengan pesan universal bahwa apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh dinyatakan haram oleh manusia.
Penglihatan ini membuka visi baru bagi Petrus tentang kasih Allah yang inklusif, tak terkotak-kotak, dan meliputi seluruh dunia.
Dari peristiwa ini, Petrus disadarkan bahwa Allah tidak hanya bagi Israel, tetapi Allah bagi segala bangsa dan Kristus menjadi Tuhan dari semua orang. Keberanian Petrus ini kemudian ia pertanggungjawabkan.
Ketika ia sampai di Yerusalem, banyak orang menggugat tentang baptisannya kepada Kornelius. Petrus kemudian menyampaikan kronologis dari peristiwa tersebut dan orang Yahudi kemudian dapat memahaminya.
Peristiwa ini mencatat satu hal yang penting, yaitu Petrus berhasil membuka isolasi pemberitaan anugerah keselamatan Kristus agar terbuka bagi semua bangsa. Ini sejarah baru dimana keselamatan oleh Yesus diberitakan keluar dari Israel.
Peristiwa ini menjadi sebuah tonggak dan saluran bagi Injil pertama kalinya menerobos keluar dari tembok Israel. Kasih dalam Kristus tak bisa dibendung, kasih itu melebar meluas melampaui segala batas geografis, sosial-budaya, politik, dan ideologi sampai ke ujung dunia. Injil sebagai kabar baik tidak dapat dibelenggu. Ada ungkapan terkenal dari Pdt. Yusuf Rony, “semakin dihambat, semakin merambat.”
Segala pelarangan menginjil dan membangun gereja di mana-mana tidak akan mampu menghentikan berita keselamatan dari Kristus yang sangat dahsyat itu. Semakin dilarang, semakin tersebar. Semakin dibenci, semakin banyak jiwa yang jatuh cinta dan mengaku Kristus sebagai Tuhan.
Meskipun demikian, sejarah pewartaan injil penuh dengan jejak darah. Banyak penginjil terbunuh karena kesaksian tentang Kristus. Namun injil terus diwartakan kemana-mana, seperti terang yang tidak dapat dikalahkan oleh kegelapan. Di mana ada terang, kegelapan lenyap.
Dalam tema kasih Tuhan bagi segala bangsa, saya mencatat beberapa makna khusus dari firman Tuhan ini kepada kita pagi ini. Pertama, semua orang Kristen dipanggil sebagai saksi menyebarkan kabar baik tentang kasih Kristus yang mengasihi seluruh bangsa di dunia.
Ada lagu “Yesus cinta segala bangsa, segala bangsa di dunia, kuning hitam putih merah, semua Tuhan cinta, Yesus cinta segala bangsa di dunia.” Kemarin, pada waktu merayakan Natal, ada pesan indah yang disampaikan oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin, yang menghimbau agar umat Kristiani terus menabur kasih sayang menembus perbedaan. Yesus adalah juru selamat dunia. Kita dipanggil untuk bersaksi tentang Yesus sebagai juru selamat, tidak hanya dengan kata tetapi dengan perbuatan sesuai kedudukan dan peran kita.
Jika Yesus sebagai juru selamat dunia, maka kita harus menjadi juru selamat dalam bidang kehidupan masing-masing. Di manapun kita berada, kita dipanggil untuk memancarkan berkat juru selamat. Sebagai pemimpin, kita harus menjadi juru selamat bagi seluruh lapisan rakyat dalam menciptakan damai sejahtera tanpa ada diskriminasi.
Sebagai guru, kita harus menjadi juru selamat pendidikan bagi siswa untuk mencerdaskan mereka tanpa membeda-bedakannya. Sebagai polisi, kita harus menjadi juru selamat keamanan yang melindungi semua golongan rakyat. Sebagai penyuluh pertanian, kita harus menjadi juru selamat bagi semua petani agar mereka dapat dituntun untuk meningkatkan produksi tanaman pangannya.
Sebagai dokter atau perawat, kita harus menjadi juru selamat yang merawat dan menyembuhkan para pasien dengan kasih dan tulus tanpa membeda-bedakan status sosial ekonomi.
Kedua, kasih Allah dalam Yesus Kristus telah meruntuhkan segala sekat dan tembok perbedaan yang dibangun manusia. Pada waktu perang dingin antara tahun 1950 sampai tahun 1990, Jerman terbagi dua, dipisahkan oleh Tembok Berlin. Tembok ini membelah Jerman menjadi dua, Jerman Timur berideologi komunis dan Jerman Barat berideologi liberal.
Tembok ini kemudian diruntuhkan tahun 1990 seiring dengan jatuhnya komunis di Eropa Timur. Memang, perbedaan di mana-mana menjadi persoalan, dan perbedaan itu telah menimbulkan peperangan, perselisihan, kekacauan, kegaduhan, dan konflik.
Ajaran kasih dari Yesus, mengasihi sesama seperti dirimu sendiri, memberikan daya bagi kita untuk menghancurkan dinding perbedaan dan membangun masyarakat tanpa batas yang adil dan setara. Semua manusia sama di hadapan Allah, karena itu, janganlah kita mengharamkan apa yang halal bagi Allah.
Perbedaan bisa menimbulkan dua sikap, yaitu sikap memusuhi dan sikap mau mendominasi atau menguasai yang lain. Kekristenan mengajarkan bahwa perbedaan adalah sesuatu yang indah seperti pelangi yang harus disyukuri. Berbeda itu bukan masalah, melainkan keniscayaan.
Di manapun, dan dalam keadaan apapun, hukum kasih menjadi pegangan bagi kita, supaya melalui perbuatan kasih itu kita dapat mengasihi orang melampaui, melintasi, dan menembus segala perbedaan. Mengasihi sesama bukan hanya kewajiban, tetapi sebagai panggilan iman orang percaya.
Kita menjadi orang Kristen di Indonesia, kita harus membangun sikap positif terhadap perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, bahasa, dan berusaha membangun sikap toleransi dengan menghargai perbedaan sebagai sebuah kekuatan dalam persatuan untuk menghasilkan kemajuan bangsa ini.
Terakhir, sesuai tema, “Kasih Tuhan Bagi Segala Bangsa,” saya mengajak kita untuk membangun solidaritas kemanusiaan kepada semua orang dengan hidup saling berbagi. Ingatlah Kornelius orang Italia itu dibenarkan Allah karena doa dan sedekah yang ia berikan kepada orang Yahudi.
Allah sungguh mengasihi orang yang hidup memberi tanpa pandang muka. Dalam hidup ini, kita seringkali gagal dalam mengasihi karena kita selalu bersikap primordial, egois mencintai diri sendiri, mencintai keluarga, suku, agama sendiri, dan mengabaikan hukum kasih.
Jadi marilah kita terus berbagi kasih dalam Masyarakat dan bangs akita untuk menghadirkan kasih Allah bagi dunia. Amin(*)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.