Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Rabu 5 Juni 2024, “Allah Orang Hidup”

Dan keluarga itu memiliki tujuh orang saudara dan semua mereka mati dan tidak meninggalkan keturunan.

Editor: Rosalina Woso
Dok. POS-KUPANG.COM
Bruder Pio Hayon SVD menyampaikan Renungan Harian Katolik Rabu 5 Juni 2024, “Allah Orang Hidup” 

Oleh : Bruder Pio Hayon, SVD

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Katolik Rabu 5 Juni 2024, “Allah Orang Hidup”

Hari Rabu Biasa Pekan IX

PW. Santo Bonifasius, Uskup dan Martir

Bacaan I: 2Tim.1:1-3.6-12

Injil: Markus 12:18-27                                                               

Saudari/a yang terkasih dalam Kristus

Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 3 Juni 2024, Hari Peringatan Santo Karolus Lwanga

Salam damai sejahtera untuk kita semua. Bicara tentang Allah yang hidup akan menjadi  bahan yang  tak begitu gampang akan diterima oleh banyak kalangan.

Allah itu tetap hidup karena Dia adalah Roh yang kekal adanya. Maka di hadapan Allah semua itu akan hidup.

Konsep ini juga bisa menjadi bahan perbantahan di antara orang-orang yang hanya mencari kebenaran semu dalam perspektif  mereka semata. Namun Allah tak pernah berubah karena Dia ada dalam hidup kekal.

Saudari/a yang terkasih dalam Kristus

Hari ini  kita kembali lagi dengan permenungan kita dari St. Paulus dan Injil Markus. Dan gereja juga pada hari ini  memperingati  Santo Bonifasius seorang Uskup dan Martir. Santo Bonifasius  (672 – 5 Juni 754), merupakan seorang misionaris Kristen keturunan Sachsen yang berasal dari Inggris. Sebagai seorang tokoh misionaris, Bonifasius memusatkan misi utamanya memberantas kekafiran di Jerman.

Ia dikenal sebagai Rasul Jerman walaupun ia bukan orang pertama yang mengabarkan Injil di sana.Bonifasius dilahirkan dalam keluarga Kristen pada tahun 672. Ia lahir di kota Kirton, Inggris.

Nama aslinya adalah Winfred. Ia sempat tinggal dan belajar di sebuah biara sebelum akhirnya ditahbiskan sebagai imam pada usia tiga puluh tahun.Tahun 723, ia diangkat sebagai uskup dan sejak itulah namanya kemudian berubah menjadi Bonifasius.

Ia meninggal sebagai seorang martir ketika sedang menjalankan misinya di Frisia pada tahun 754.

Saat peristiwa itu terjadi, Bonifasius bersama sejumlah pengikutnya sedang berkemah di lembah sungai Borne sambil menanti kedatangan orang-orang yang hendak menerima sakramen. Akan tetapi, sebaliknya yang datang justru adalah orang-orang yang berniat untuk membunuh Bonifasius beserta seluruh pengikutnya.

Kemudian jenazahnya dibawa ke Fulda. Bonifasius dikenal sebagai perintih pewartaan Injil di Jerman dan dihormati sebagai pelindung negeri Jerman.

Kisah uskup dan martir Santo Bonifasius ini menjadi pembelajaran bagi kita yakni  apapun status kita, kita harus tetap memperhatikan kemurnian hidup agar kita tetap mampu bersaksi tentang Tuhan karena kita sudah dikaruniai kasih Allah bagi kita seperti yang disampaikan oleh St. Paulus dalam suratnya kepada Timotius. Karena Allah adalah Allah yang tetap hidup dalam kekekalan hidupNya.

Hal inilah yang menjadi topik perbincangan  Yesus dengan orang-orang Saduki yang tidak percaya akan kebangkitan dan mereka bertanya kepada Yesus tentang masalah ini dengan memberikan satu kisah tentang seorang  saudara yang mati dan meninggalkan istri tapi tidak   mempunyai anak.

Bagi mereka, situasi ini ada jalan keluarnya menurut Musa bahwa saudaranya harus menikahi istrinya itu agar dia dapat meninggalkan keturunan. Dan keluarga itu memiliki tujuh orang saudara dan semua mereka mati dan tidak meninggalkan keturunan. Maka mereka meberikan pertanyaan kepada Yesus: “Pada hari kebangkitan, bilamana mereka bangkit, siapakah yang menjadi suami perempuan itu? Sebab ketujuh-tujuhnya telah beristrikan dia.”

Orang-orang Saduki mempersoalkan hal ini  karena mereka sama sekali tidak mengakui adanya kebangkitan orang mati. Maka Yesus menjawab mereka: “Kalian sesat, justru karena kalian tidak mengerti Kitab Suci maupun Kuasa Allah. Sebab di masa kebangkitan orang mati, orang tidak kawin dan dikawinkan; mereka hidup seperti malaikat di surga.” 

Yesus mengecam mereka sebagai orang yang sesat karena pikiran mereka hanya berkisar pada kawin dan dikawinkan walaupun orang sudah berada dalam keabadian. Sesat pikir ini muncul karena mereka hanya memikirkan pada hal-hal duniawi dan daging belaka. Padahal dalam kehidupan keabadian itu, dalam kebangkitan, semua orang sudah dipulihkan  menjadi manusia baru seperti malaikat.

Hal-hal yang berada dalam keabadian tak ada lagi yang unsur duniawi tetapi hidup baru di dalam Allah. Maka dalam permenungan ini kita diajak untuk  selalu setia dan hidup suci agar hidup kita selalu terarah kepada Tuhan yang ada di dalam surga dan melepaskan hal-hal duniawi.

Namun sebagai  manusia, kita masih saja jatuh dalam konsep keduniawian kita sehingga hal-hal yang di atas atau yang di surgapun kita kadang atau seringkali menggunakan konsep manusiawi dan kedagingan kita. Maka marilah kita belajar untuk tetap setia kepada Allah dan diarahkan selalu kepada Allah.

Saudari/a yang terkasih dalam Kristus

Pesan untuk kita, pertama: kita adalah warga Allah yang dimeteraikan dalam darah Anak Domba dan dalam Roh Kudus.

Kedua, dan karena kita telah dimeterai ini maka hidup kita pun selalu diarahkan pada hal-hal yang di surga.

Ketiga, maka tak ada cara lain selain kita harus selalu mengarahkan hidup kita kepada Allah oleh kekuatan Roh Tuhan sendiri.(*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved