Berita NTT

Beras dan Angkutan Udara Penyumbang Deflasi Mei 2024 di NTT

deflasi sebesar -0,24 persen (mtm) atau inflasi 2,41 persen (yoy) berdasarkan rilis berita resmi statistik BPS Provinsi NTT Mei 2024. 

Penulis: Elisabeth Eklesia Mei | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/EKLESIA MEI
Kepala BI Perwakilan NTT, Agus Sistyo Widjajati   

Laporan reporter POS-KUPANG.COM, Eklesia Mei

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Komoditas beras dan angkutan udara menjadi penyumbang deflasi pada Mei 2024 di Provinsi NTT.

Hal itu disampaikan Kepala BI Perwakilan NTT, Agus Sistyo Widjajati di Kupang, Selasa 4 Juni 2024.

Dikatakan Agus, komoditas beras kembali menjadi komoditas utama penyumbang deflasi bulanan di NTT, melanjutkan deflasi yang terjadi bulan lalu (April). Yang mana, deflasi beras terjadi pada seluruh wilayah pengukuran IHK di NTT

“Kondisi ini seiring dengan perkembangan rata-rata harga beras di tingkat grosir dan eceran yang turun masing-masing sebesar 1,55 persen (mtm) dan 5,56 persen (mtm) di NTT, sejalan dengan nasional yang turun sebesar 3,11 persen (mtm) dan 3,59 persen (mtm),” jelas Agus.

Baca juga: PKB NTT Ungkap Nama Calon Kepala Daerah yang Diusung DPP

Sementara itu, kata dia, deflasi angkutan udara seiring dengan normalisasi tarif angkutan udara pasca HBKN Idulfitri.

Agus menyebut, Provinsi NTT mengalami deflasi sebesar -0,24 persen (mtm) atau inflasi 2,41 persen (yoy) berdasarkan rilis berita resmi statistik BPS Provinsi NTT Mei 2024. 

“Level inflasi ini terkendali dalam rentang sasaran 2,5±1 persen. Deflasi disebabkan oleh penurunan harga sejumlah komoditas seperti beras, ikan kembung, angkutan udara, ikan tembang, dan ayam hidup,” sebutnya.

Secara spasial, kata Agus, Maumere menjadi satu-satunya wilayah pengukuran IHK di NTT yang mengalami inflasi dengan tingkat inflasi sebesar 0,21 persen (mtm), sedangkan deflasi terjadi pada 4 wilayah pengukuran IHK lainnya dengan Kota Kupang dengan deflasi terdalam sebesar -0,35 persen (mtm).

Dikatakan Agus, untuk komoditas yang kembali mengalami inflasi yaitu bawang merah dan tomat. Yang mana, tingkat inflasi bawang merah meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Kondisi ini turut dipengaruhi gagal panen pada sentra bawang merah di Jawa Tengah. 

Di sisi lain, lanjut dia, produksi lokal NTT masih belum dapat mengakomodir permintaan pasar seiring dengan baru dimulainya musim tanam bawang merah di Kabupaten Rote sebagai salah satu daerah sentra di NTT

“Meskipun demikian, masuknya pasokan bawang merah dari Makassar dan Bima, diharapkan dapat menjadi buffer sebelum memasuki panen raya di sekitar triwulan III. Sementara itu, tomat kembali menjadi komoditas pendorong inflasi, meskipun dengan tingkat inflasi yang lebih rendah. Inflasi hortikultura, khususnya perlu mendapatkan perhatian khusus di tengah risiko peralihan musim pasca El Nino,” terang dia.

Agus menegaskan, TPID Provinsi NTT berkomitmen untuk senantiasa meningkatkan sinergi 4K dan GNPIP untuk kolaborasi dalam pengendalian inflasi di Provinsi NTT melalui berbagai strategi untuk mendorong ketahanan pangan. 

“Sinergi yang telah terjalin pada sejumlah kegiatan pengendalian inflasi dan upaya mendorong ketahanan pangan di Provinsi NTT perlu kembali diperkuat,” ujarnya.

Dia menambahkan, masifnya pelaksanaan gerakan pangan murah di Provinsi NTT, dapat diperkuat dengan pengembangan program digitalisasi data dan informasi pangan untuk mendukung optimalisasi Kerja sama antardaerah (KAD). 

“Data neraca pangan yang akurat dan terkini merupakan syarat utama terbentuknya KAD yang berkelanjutan menuju Provinsi NTT yang berketahanan pangan dengan inflasi yang terkendali,” ujarnya. (cr20)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved