Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Minggu 2 Juni 2024, Inilah TubuhKu, Inilah darah-Ku!

tidak hanya merusakkan hubungan antar manusia, tetapi juga merusakkan hubungan antara manusia dengan Allah

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/ROSALINA LANGA WOSO
Romo Leo Mali menyampaikan Renungan Harian Katolik Minggu 2 Juni 2024, Inilah TubuhKu, Inilah darah-Ku! 

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Katolik Minggu 2 Juni 2024, Inilah TubuhKu, Inilah darah-Ku!

Oleh: Romo Leo Mali

Kel. 24:3-8; Ibrani 9:11-15

Injil: Markus14: 12-16.22-26.

Dalam Kitab Keluaran, Musa mengambil darah korban dan memercikan kepada Israel. Darah korban menjadi tanda yang memeterai perjanjian antara Allah dan Israel.

Maka katanya: “ Inilah darah perjanjian diikat Tuhan dengan kamu.”(Kel.24:8) Karena tradisi ini maka setiap kali seorang imam Agung masuk ke ruang kudus untuk menyampaikan korban silih kepada Allah,  ia membawa darah  domba jantan dan darah anak lembu.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Jumat 31 Mei 2024, "Melonjak Kegirangan"

Darah anak lembu dan darah domba jantan adalah tanda pemulihan atas dosa-dosa umat manusia. (bdk.Ibr. 9:12-13)

Hari ini Gereja mengajak kita untuk merenungkan dan merayakan, bagaimana Yesus Kristus adalah Imam Agung yang mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai ibadah yang hidup. IA juga memberikan tubuh dan darah-Nya sebagai santapan yang menghidupkan umat manusia.

Tanda –tanda lahiriah dan ibadat lahiriah

Dalam keyakinan bangsa Yahudi, setiap dosa manusia yang terjadi tidak hanya merusakkan hubungan antar manusia, tetapi juga merusakkan hubungan antara manusia dengan Allah, sumber kehidupan.

Balasan yang setimpal dari setiap dosa terhadap Allah adalah hukuman mati(Kel.30:12). Untuk memulihkan kerusakan itu harus diadakan sebuah ritus perdamaian, (bahasa Ibrani: Kippurim berasal dari kata kaphar yang artinya "menutupi").

Dalam ritus perdamaian itu, darah hewan korban ditumpahkan sebagai tanda lahiriah yang mewakili nyawa manusia.Sebab hukuman yang pantas ditimpakan pada manusia sebagai balasan atas dosanya adalah hukuman mati. (Bil. 35:31) Darah hewan korban menjadi tanda lahiriah dalam ritus perdamaian yang dipimpin oleh seorang Imam untuk memulihkan hubungan antara manusia dan Allah. (Im.16:30-34)

Tradisi ini lahir dari warisan agama natural, di mana manusia mengenal asal mula serta prinsip yang menentukan hidupnya. Dan dari pengenalan akan alam itu manusia mengakui bahwa seperti hewan-hewan lain, demikian juga dirinya hidup karena darah yang mengalir dalam tubuhnya.

Darah yang mengalir itu, menghidupkan dan memberi nyawa dan kehidupan pada manusia itu. Darah yang memberi nyawa itu tidak dibuat oleh manusia. Dengan keyakinan ini, secara simbolik manusia mengakui “nyawa”-nya adalah berkat yang diterima dari “yang lain”, sebuah kekuatan kepada-Nya manusia bergantung secara mutlak.

Agama-agama tradisional mengenal “Yang lain”, dengan nama masing-masing. Dan kita mengenal-Nya sebagai Allah.

Namun karena tanda ini bersifat lahiriah dan darah yang ditumpahkan dalam ritual perdamaian itu adalah darah hewan maka ritus korban ini tidak tetap dan dapat diulang kembali dan diulang terus menerus. Inilah yang dilakukan oleh Musa (Kel.24:3-8) dan kemudian dilanjutkan oleh seorang Imam Agung yang naik kemesbah Tuhan dengan membawa hewan korban (Ibr.13:11). 

Dalam tradisi bangsa Israel, darah korban yang dipakai sebagai tanda yang mengikat perdamaian bersifat lahiriah dan sementara. Dalam perkembangan kemudian, dalam masyarakat yang lebih modern, mulai digunakan simbol-simbol lain. Misalnya perjanjian damai ditandai dengan tandatangan di atas meterai.

Ekaristi dan Penyerahan diri

Yesus Kristus, Sang Imam Agung perjanjian baru datang untuk melanjutkan tradisi korban bangsa Yahudi. Dia adalah Imam Agung yang sejati. Sebagai imam agung sejati, Yesus Kristus tidak hanya membawakan korban pada Allah atas nama seluruh umat manusia seperti yang dilakukan oleh seorang Imam Agung israel. Tapi Ia sendiri adalah korban-Nya.

Dengan persembahan yang tidak bercatat,  Ia melunaskan dosa manusia dengan darah-Nya sendiri. Seperti kita dengar dalam surat kepada orang Ibrani

“IA telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah anak domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darah-Nya sendiri.  Dan dengan itu IA mendapatkan pelunasan yang kekal.”(Ibr. 9: 12).

Sebagai pembawa korban dan korban itu sendiri, Kristus mempersembahkan diriNya sebagai santapan bagi manusia. Dalam injil hari ini kita mendengarkan sebuah indikasi yang jelas, ketika Kristus menjamu para murid pada perjamuan malam terakhir dan ia berkata: “Terimalah, inilah Tubuh-Ku,[…..]

Inilah Darah-Ku, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi semua orang.”  (Mark. 14: 22,24). Dalam kisah institusi yang diucapkan Imam dalam liturgi Ekaristi kita mendengarnya dengan lengkap. 

Dalam Ekaristi, darah-Nya dan tubuih-Nya bukan sekedar sebuah tanda lahiriah (seperti darah domba dan lembu), symbol yang menguduskan manusia dari dosaatau meterai yang menyatukan kembali hubungan antara manusia dan Allah. Tapi lebih dari itu, tubuh dan darah-Nya adalah santapan bagi kita agar IA hidup di dalam kita. Inilah korban perjanjian baru yang dibawakan oleh Kristus.

Korban perjanjian ini memberikan kepada kita satu nyawa baru untuk hidup yang baru.Setiap orang yang menerimaNya dalam Ekaristi, menjadi ciptaan baru yang tidak lagi hidup dari dirinya dan menurut keinginannya sendiri, melainkan hidup dari Allah dan menurut kehendak DIA yang hidup dalam kita.

Atau seperti yang dikatakan oleh Paulus, setelah mengenal Kristus : “Aku hidup, tetap ibukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (Gal. 2:20) Dosa telah memisahkan kita dari Allah, tapi melalui persembahan diriNya yang kita rayakan secara  sacramental dalam Ekaristi Kudus, Kristus membawa kita kembali kepada allah, kembali menjadi milik kepunyaan Allah.

Dalam Perayaan Hari Raya Tritunggal Yang Maha Kudus, Gereja mengajak kita semua untuk mendengarkan janji Tuhan bahwa Ia akan menyertai umat-Nya sampai akhir jaman. Sebuah janji penyertaan tanpa akhir yang lahir dari kasih-Nya yang besar untuk murid-murid-Nya (Mat.28:20).

Maka dalam perayaan hari ini, melalui renungan kita akan persembahan Tubuh dan darah-Nya yang Maha Kudus dalam Ekaristi, sekali lagi ibunda Gereja mengajak kita semua untuk menginsyafi dengan sungguh-sungguh betapa berharga-Nya kita. Dengan cara yang istimewa, secara sakramental,  Kristus merebut kita dari kuasa dosa dan kembali menjadikan kita anak-anak Allah.

Ia hadir di dalam kita dan menguduskan hidup kita sebagai persembahan bagi  Allah. Apakah kita ragu akan misteri ekaristi ini? Demikian tegas Sri Paus Paulus VI. “ janganlah ragu-ragu apakah itu benar?

Melainkan terimalah kata-kata penebus itu dalam iman. Karena IA adalah kebenaran, jadi IA tidak menipu (Paulus VI, Misterium Fidei. 18). Selamat merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved