Opini
Opini: Pemberantasan Korupsi dan Masa Depan Demokrasi
Kasus korupsi tersebut di atas mau menegaskan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan.
Oleh: Emanuel Boli, S.Pd
Presidium Gerakan Masyarakat PMKRI Kupang Periode 2018-2019, Alumni Akademi Jurnalis Lawan Korupsi (AJLK – KPK) Tahun 2021
POS-KUPANG.COM - Reformasi politik di Indonesia pada tahun 1998 merupakan tonggak sejarah penting yang mengubah arah demokrasi dan pemerintahan di tanah air.
Dalam 26 tahun perjalanan Reformasi, upaya pemberantasan korupsi telah menjadi salah satu fokus utamamemperkuat fondasi demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan.
Ketika Indonesia memasuki masa depan demokrasi yang semakin menantang, penting untuk mengevaluasi peran pemberantasan korupsi dalam konteks Reformasi dan merumuskan langkah-langkah strategis untuk memastikan masa depan demokrasi di Indonesia yang lebih kuat dan berintegritas.
Reformasi 21 Mei 1998 menandai titik balik penting dalam sejarah Indonesia.
Reformasi ditandai serangkaian perubahan konstitusi yang bertujuan untuk memperkuat lembaga-lembaga demokrasi, meningkatkan peran parlemen, dan menjamin kebebasan pers serta hak asasi manusia (HAM).
Namun, euforia reformasi tidak lama bertahan. Tantangan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan demokratis segera muncul ke permukaan.
Salah satu tantangan terbesar adalah pemberantasan korupsi yang telah mengakar kuat dalam sistem pemerintahan dan birokrasi Indonesia.
Perjuangan Tanpa Akhir
Korupsi di Indonesia bukanlah fenomena baru. Sejak era Orde Baru, praktik korupsi telah menjadi bagian dari budaya birokrasi dan pemerintahan.
Pada masa awal reformasi, ada upaya kuat memberantas korupsi melalui pembentukan lembaga antikorupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang didirikan 2002. KPK membongkar banyak kasus korupsi besar dan menjerat pejabat tinggi negara.
Misal, kasus korupsi KTP–el yang menjerat mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto. Kasus tahun 2017 ini cukup menghebohkan karena diliputi drama. Kala itu, di media sosial muncul tagar #IndonesiaMencariPapah.
Sebab setelah ditetapkan sebagai tersangka, Setya Novanto, mantan anggota DPR RI daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur II menghilang, bermain petak umpet dengan KPK yang akan menjemputnya.
Tiba-tiba, Setnov, begitu panggilan Ketua DPR RI 2014-2019, muncul dengan drama kecelakaan mobil, konon, menabrak tiang listrik. Sang pengacara kala itu menyebut kliennya luka sebesar bakpau di kepala (Sumber: aclc.kpk.go.id).
Setnov divonis bersalah pada 24 April 2018 atas kasus korupsi terkait proyek pengadaan KTP-el tahun 2011-2013. Hakim menyatakan Setnov telah mengatur pembahasan anggaran proyek di Kementerian Dalam Negeri.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.