Berita Nasional

Istana: Keberatan Revisi UU MK Disampaikan ke DPR, Bukan ke Presiden

Soal revisi UU MK, Istana menyarankan masukan disampaikan ke DPR. Sebab, revisi UU MK merupakan inisiatif DPR.

Editor: Agustinus Sape
KOMPAS/MAWAR KUSUMA WULAN
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin memberikan keterangan pers di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (17/5/2024). 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Istana Presiden RI meminta agar para pakar hukum tata negara dan pakar hukum administrasi negara yang melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo tak mempertanyakan soal revisi keempat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi kepada Presiden.

Penolakan terhadap revisi UU MK tersebut disarankan agar ditanyakan dan ditujukan ke DPR. Hal ini karena revisi UU MK tersebut bukan keinginan Presiden Jokowi, melainkan inisatif DPR dan Presiden selalu tunduk kepada UU.

Pada Jumat (17/5/2024), lebih dari 20 pakar hukum tata negara dan pakar hukum administrasi negara mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Jokowi dan Ketua DPR Puan Maharani yang intinya menolak keras revisi keempat UU Mahkamah Konstitusi (MK).

Kedua pemimpin tersebut diharapkan tidak meninggalkan warisan buruk dengan mengesahkan revisi UU MK yang substansinya mengancam prinsip-prinsip negara hukum, demokrasi, dan independensi MK.

Presiden Jokowi, ketika memberikan keterangan pers di Pasar Lacaria, Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, Selasa (14/5/2024), tak bersedia berkomentar banyak terkait revisi UU MK tersebut. ”Tanyakan ke DPR,” ujar Presiden singkat ketika ditanya tentang revisi UU MK.

Sementara itu, menanggapi surat terbuka dari para pakar hukum tata negara dan hukum administrasi negara, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin juga menyarankan para pakar untuk berbicara kepada DPR.

”Presiden itu, kan, dari awal mengatakan bahwa apa pun perintah dan apa pun keputusan UU itu terkait kepentingan bangsa, Presiden ikut. Ke DPR saja, jangan Presiden lagi,” ujarnya.

Terkait adanya lontaran kekhawatiran bahwa revisi UU MK akan merugikan hakim konstitusi, Ngabalin kembali menegaskan bahwa Presiden bukanlah pihak yang menginginkan revisi UU MK.

”Ini, kan, masalahnya mereka berteriak seolah Presiden yang punya mau. Presiden yang menghendaki. Padahal, dari mana ceritanya UU bisa Presiden punya kewenangan mengubah? Tidak mungkin, kecuali Presiden menerbitkan perppu. Ini kan tidak, normal biasa,” kata Ngabalin.

Tentang pandangan bahwa revisi UU MK akan mencederai prinsip-prinsip negara hukum, Ngabalin pun enggan mengomentari. Ia menegaskan bahwa para pakar yang melayangkan surat terbuka tersebut sudah memiliki pengetahuan dan kemampuan intelektual yang hebat. Mereka tentunya bisa melihat apakah revisi UU tersebut bakal merusak sistem dan prinsip-prinsip hukum di lembaga MK.

”Atau karena ketidaksukaan mereka pada manusia sehingga lembaga hebat ini harus diturunkan grade-nya. Mainkan ke parlemen, jangan sampai semua arahnya ke Presiden. Presiden ikut keputusan UU. Bagaimanapun, Presiden paling taat. Presiden selalu bilang tengok UU-nya lihat peraturannya. Itu kenapa kita harus lakukan diseminasi informasi,” ucapnya.

(kompas.id)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved