Opini
Mengenang Jack Adam, Jurnalis yang Humanis
Jejak jurnalisme dan kesenimanannya JA akan terasa untuk generasi-generasi mendatang, karena semangatnya tetap hidup dalam hati semua yang mengenalnya
Oleh Wilson M.A. Therik
Dosen Fakultas Interdisiplin UKSW Salatiga, Anggota Forum Academia NTT
POS-KUPANG.COM - Dengan penuh kesedihan, saya mengenang Jackobus Andreas Soekarno Hatta Adam, atau yang akrab dipanggil Jack Adam (JA) yang telah berpulang pada 4 Mei 2024 dini hari di Rumah Sakit Siloam Kupang.
Papa Jack adalah seorang suami, ayah, kakek, dan seorang jurnalis cum seniman besar Nusa Tenggara Timur (NTT).
Saya menyapanya dengan panggilan Papa Jack di mana JA adalah bapa saksi untuk pernikahan saya.
JA, Lahir di Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat, pada tanggal 18 Oktober 1953, JA memulai perjalanan luar biasa sebagai seorang jurnalis, meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah jurnalistik Indonesia dan khususnya di bumi Flobamora yang ia cintai.
Ia menikah dengan Ir. Afliana Konstantina Adam-Salean, M.Si, saya memanggilnya dengan Mama Anna dan bersama mereka diberkati dengan seorang putri semata wayang bernama Anna Maria Sigita Grace Adam dan dua orang cucu.
Masa kecil JA dipengaruhi oleh pengalaman mendampingi ayahnya, Constantinus Abraham Adam, seorang perwira senior Polri, dalam tugas-tugasnya di berbagai wilayah di NTT dan Pulau Jawa.
JA memulai pendidikan sekolah dasar dan menengah di Waingapu, Kupang, dan Solo, yang berujung pada kelulusannya dari sekolah menengah di Kupang pada tahun 1972.
JA sempat studi di Universitas Nusa Cendana Kupang, namun nasib memintanya beralih ke jalan karier sebagai seorang jurnalis.
Karier jurnalistik JA meliputi hampir empat dekade, ditandai dengan komitmen yang teguh pada kebenaran dan integritas. Dari awal kariernya di Harian Suara Karya Jakarta (1976-1980), berlanjut di Harian Sinar Harapan (1980-1987) dan Harian Suara Pembaruan Jakarta (1987 hingga pensiun).
Pada awal tahun 1980-an sempat sebagai Penulis Lepas di Majalah Selecta Jakarta, menulis pula untuk Surat Kabar Mingguan Mutiara (Sinar Harapan/Suara Pembaruan Group).
Tahun 1983 diperbantukan pada Redaktur Harian Umum Suara Indonesia di Malang-Jawa Timur. JA dikenal karena dedikasinya dalam melayani kepentingan publik.
Ia berperan penting dalam memperhatikan masalah-masalah kritis yang mempengaruhi masyarakat kecil, mulai dari kelaparan di Paga Sikka hingga bencana gempa dan tsunami Maumere tahun 1992.
Kerendahan hati dan sifat ramahnya membuatnya disenangi oleh rekan-rekan jurnalis dan pemimpin media, memupuk dialog konstruktif dan perubahan positif.
Ia menjaga hubungan dekat dengan tokoh-tokoh pemerintahan NTT
Warisan JA melampaui bidang jurnalistik, karena ia juga berdedikasi untuk pemberdayaan pemuda dan pelestarian budaya serta kesenian NTT.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.