Berita NTT

Perda dan Perdes Penting Atasi Kekerasan Pada Anak di Kabupaten Kupang

audiens ini berlangsung hangat karena setiap elemen yang hadir memetakan potensi-potensi krusial yang terjadi dan berdampak pada anak.

Penulis: Apolonia M Dhiu | Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO
audiens untuk identifikasi bersama stakeholder dalam pemetaan forum anak, orang muda/ kelompok perempuan program “ Girls Unstopbable/ Nona Hebat di Kabupaten Kupang di Hotel Amaris Kupang, Selasa (30/4). 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Apolonia Matilde Dhiu

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Perlu ada kebijakan tingkat daerah sampe ke desa baik dalam bentuk peraturan daerah (perda) maupun turunanya peraturan desa (perdes) sehingga dapat diikuti dengan anggaran untuk menyelesaikan isu kekerasan terhadap anak terutama perempuan.

Perlunya dukungan anggaran dari pemerintah desa untuk keberlajutan program. Perlu ada kolaborasi antar masyarakat, pemerintah desa dan satuan pendidikan agar program perlinudngan anak berjalan optimal.

Inilah rekomendasi yang dihasilkan oleh stakeholder dalam audiens untuk identifikasi bersama stakeholder dalam pemetaan forum anak, orang muda/kelompok perempuan program  “Girls Unstopbable/Nona Hebat" di Kabupaten Kupang di Hotel Amaris Kupang, Selasa (30/4).

Disaksikan POS-KUPANG. COM, audiens ini berlangsung hangat karena setiap elemen yang hadir memetakan potensi-potensi krusial yang terjadi dan berdampak pada anak.

Hadir dua narasumber, yakni Rambu Atanau Mella dari Yayasan Sanggar Suara Perempuan (SSP) dan Save the Children, Beny Giri.

Sebelumnya kegiatan program “Girls Unstopbable/Nona Hebat" di Kabupaten Kupang sudah dilaunching atau kick-off di Hotel T-More Kupang, Senin (29/4).

Beberapa isu anak yang terpetahkan dalam diskusi dengan stakeholder, yakni pertama, anak rentan menjadi korban kekerasan baik fisik, psikis maupun kekerasan seksual. Kedua, beban kerja anak perempuan dalam rumah dalam hal ini membantu pekerjaan rumah tangga lebih besar daripada anak laki-laki.

Anak dibebani pekerjaan dalam rumah tangga yang berdampak pada terganggunya konsentrasi anak saat di sekolah bahkan tidak ke sekolah.

Ketiga, sejumlah forum anak yang dibentuk oleh desa dan sekolah seperti mati suri setelah selesainya dukungan dari pihak luar.

Keempat, dukungan orang tua terhadap aktifitas pengembangan bakat dan minat anak-anak masih terbatas.

Kelima, kurangnya dukungan program dan anggaran untuk pengembangan bakat dan minat anak baik pada level desa maupun sekolah dan komunitas.

Baca juga: Peringati Hari Sumpah Pemuda, Save the Children Indonesia Sumba Barat Gelar Panggung Suara Anak

Keenam, keberlanjutan program perlidungan anak balum secara maksimal dilakukan karena keterbatas anggaran dari pihak desa dan sekolah.

Ketujuh, potensi atau sumberdaya yang bisa di support. Kedelapan, ada komunitas anak yang telah terbentuk dibeberap sekolah dan desa dengan dukungan Save The Children dan lembaga mitra pelaksana Seperti kelompok

Perlidungan anak terpadu berbasis masyarakat /PATBM di tingkat desa. Telah tersedia Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) dilingkungan satuan pendidikan di setiap sekolah sesuai Peraturan Kemendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023. Tetapi, saat ini belum ada SOP Penanganan kasus kekerasan terhadap anak di sekolah.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved