Opini

Opini: Solusi Mengatasi Kemiskinan Ekstrem

PBB mendefinisikan kemiskinan ekstrem sebagai suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya kebutuhan dasar manusia secara parah.

|
Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Dr Yosua Noak Douw, S.Sos, M.Si, MA. 

Oleh Yosua Noak Douw
Doktor Lulusan Universitas Cenderawasih Jayapura, Sekretaris Daerah Kabupaten Tolikara, Papua Pegunungan

POS-KUPANG.COM - Opini ini diawali dengan pertanyaan, apa yang dimaksud kemiskinan ekstrem?

Pertanyaan serupa juga muncul dalam benak saat penulis menjadi pemateri dalam sebuah pertemuan yang membahas kemiskinan ekstrem di Papua?

Ihwal apa yang dimaksud kemiskinan ekstrem tentu saja dapat diajukan berbagai lembaga lokal, nasional hingga global, aktivis non-government organization (NGO) yang concern di bidang pemberdayaan masyarakat atau siapapun termasuk Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Bank Dunia.

Pada 1992 Majelis Umum PBB menetapkan 17 Oktober sebagai Hari Pengentasan Kemiskinan Sedunia.

Penetapan tersebut tercantum dalam Resolusi Nomor 47/196. Pada peringatan Hari Pengentasan Kemiskinan Sedunia 17 Oktober 2023, PBB menyoroti pekerjaan layak dan perlindungan sosial, menerapkan martabat bagi semua orang.

Sorotan tersebut beralasan mengingat telah terjadi penurunan kemiskinan berkelanjutan (sustainable) selama beberapa dekade, periode krisis, dan guncangan yang tumpang tindih berujung tiga tahun kemajuan hilang antara tahun 2020 dan 2022.

PBB mendefinisikan kemiskinan ekstrem sebagai suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya kebutuhan dasar manusia secara parah, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan informasi. Kemiskinan ekstrem adalah jenis kemiskinan yang paling parah.

Kemiskinan ekstrem sedikit lebih luas dari definisi kemiskinan sekadar kurangnya pendapatan dan sumber daya produktif untuk menjamin mata pencaharian yang berkelanjutan.

Tahun lalu, PBB bahkan menyebut hampir 600 penduduk dunia masih terus berjuang untuk keluar dari kemiskinan ekstrim tahun 2030. Dunia diprediksi kelimpungan mencapai tujuan global mengakhiri kemiskinan ekstrem pada tahun itu.

Konteks nasional

Berbagai upaya mengurai kemiskinan hingga kemiskinan terus digalakkan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma’ruf bersama jajaran kementerian serta lembaga dan pemerintah mulai dari pusat hingga daerah melalui kebijakan konkrit.

Hal tersebut sebagai bagian penting agenda nasional agar kemiskinan perlahan diatasi mengingat jumlah penduduk miskin terutama di wilayah pedesaan masih terjadi.

Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat pada pekan kedua Juli 2023 merilis, persentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 9,36 persen, menurun 0,21 persen poin terhadap September 2022 dan menurun 0,18 persen poin terhadap Maret 2022.

Sedangkan, jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang. Atau menurun 0,46 juta orang terhadap September 2022 dan menurun 0,26 juta orang terhadap Maret 2022.

Sedangkan persentase penduduk miskin perkotaan Maret 2023 sebesar 7,29 persen, menurun dibandingkan September 2022 sebesar 7,53 persen.

Sementara persentase penduduk miskin perdesaan Maret 2023 sebesar 12,22 persen, menurun dibandingkan September 2022 sebesar 12,36 persen.

Dibanding September 2022, jumlah penduduk miskin Maret 2023 perkotaan menurun sebanyak 0,24 juta orang (dari 11,98 juta orang pada September 2022 menjadi 11,74 juta orang pada Maret 2023).

Sementara itu, pada periode yang sama jumlah penduduk miskin perdesaan menurun 0,22 juta orang (dari 14,38 juta orang pada September 2022 menjadi 14,16 juta orang pada Maret 2023).

Garis Kemiskinan pada Maret 2023 tercatat sebesar Rp550.458 per kapita per bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp 408.522 (74,21 persen) dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp 141.936 (25,79 persen).

Pada Maret 2023, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,71 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya garis kemiskinan per rumah tangga secara rata-rata adalah sebesar Rp2.592.657 per rumah tangga miskin per bulan.

Lokus Papua

Dalam konteks Papua, sebelum hadirnya daerah otonom baru provinsi hingga saat ini —suka tidak suka dan bisa saja debatable— sebagian warga masyarakat masih berkubang dalam kemiskinan hingga kemiskinan ekstrem.

Sebagian besar penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan, mengalami keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan. Kemiskinan ekstrem terjadi karena ada sejumlah faktor pemicu.

Faktor-faktor dimaksud di antaranya ketimpangan pembangunan, kesulitan akses terhadap sumber daya alam, dan konflik sosial yang sering melanda sejumlah kabupaten di Papua.

Hal tersebut berdampak pada kondisi kesehatan warga dan kondisi pendidikan masyarakat yang buruk. Hal tersebut membawa dampak terhadap menurunnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi di daerah tersebut.

Sedangkan kemiskinan ekstrem dapat dilihat dari berbagai dan aspek. Pertama, kemiskinan ekonomi. Kemiskinan ekonomi yang meliputi kekurangan pangan, persediaan air bersih, sanitasi yang tidak memadai, dan daya beli masyarakat yang minim.

Jenis kemiskinan ekonomi dapat dilihat dari rendahnya penghasilan dan pendapatan dan terbatasnya akses masyarakat terhadap lapangan kerja produktif.

Kedua, kemiskinan kesehatan. Kemiskinan kesehatan meliputi masalah gizi buruk, penyakit menular, kelaparan, dan akses yang terbatas terhadap pelayanan kesehatan memadai.

Jenis kemiskinan kesehatan dapat dilihat dari tingginya angka kematian bayi, angka kematian ibu, dan rentang harapan hidup yang rendah.

Ketiga, kemiskinan pendidikan. Kategori kemiskinan pendidikan meliputi kurangnya akses dan partisipasi dalam pendidikan formal maupun non-formal, kurangnya kemampuan literasi, dan rendahnya kualitas pendidikan.

Jenis kemiskinan pendidikan juga dapat dilihat lebih luas dalam hal tingginya angka putus sekolah dan rendahnya kualitas pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki masyarakat.

Keempat, kemiskinan lingkungan. Kemiskinan lingkungan mencakup berbagai aspek seperti akses yang terbatas terhadap sumber daya alam dan lingkungan yang berkelanjutan, kerusakan lingkungan serta bencana alam yang sering terjadi.

Jenis kemiskinan lingkungan juga dilihat dari polusi udara dan air yang merusak kesehatan masyarakat dan dampak perubahan iklim yang semakin terasa dan kehadiran korporasi tambang global yang kurang care terhadap kelestarian alam dan lingkungan.

Jalan keluar

Sepintas, kehadiran negara di Papua telah memicu optimisme publik terkait kemajuan masyarakat sekaligus cara menghindar dari kondisi keterpurukan atau dalam term berbeda kemiskinan bahkan kemiskinan ekstrem.

Sejak kebijakan otonomi khusus Papua diberlakukan, masyarakat dan provinsi paling timur Indonesia itu terus diurus untuk keluar dari kubangan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem.

Presiden Jokowi juga belasan kali menyambangi Papua guna memastikan kebijakan pemerintah yang pro poor, pro job, pro growth, dan pro environment terus menyata meski di sana sini kemiskinan masih menjadi kawan setia warga.

Tak terhitung gelontoran anggaran triliunan rupiah setiap tahun anggaran melalui alokasi dana otsus dan APBD diharapkan menjadi juruselamat warga dari lilitan kemiskinan dan kemiskinan ekstrim.

Namun, kondisi mengenaskan itu masih setia membelit masyarakat hingga kampung-kampung di bumi Cenderawasih. Masih diperlukan kebijakan dan program yang holistik dan berkelanjutan dengan melibatkan stakeholder baik pemerintah, masyarakat, dan swasta.

Beberapa tawaran solusi dapat dilakukan mengatasi kemiskinan ekstrem.

Pertama, memberikan akses pendidikan berkualitas. Pendidikan berkualitas membuka peluang kerja mengurangi kemiskinan.

Perguruan tinggi dan institusi pendidikan vokasional dapat membantu meningkatkan keterampilan dan pengetahuan masyarakat.

Kedua, meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan. Langkah ini dapat membantu mengurangi kemiskinan. Pemerintah perlu membangun Puskesmas dan rumah sakit berkualitas serta memberikan akses dan aneka program kesehatan yang tepat sasaran.

Ketiga, mendorong pengembangan sektor ekonomi. Pemberdayaan ekonomi lokal dan ekonomi kreatif dapat membuka lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan.

Langkah ini disertai dukungan akses modal, pelatihan, dan jaminan kredit untuk memajukan aneka usaha warga. Keempat, pemberian akses terhadap teknologi.

Misalnya, dengan memperkenalkan teknologi dan akses internet yang mudah guna membantu masyarakat memperoleh informasi dan meningkatkan keterampilan digital sehingga mampu bersaing dalam pasar global. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved