Wisata NTT

Wisata NTT - Potret Pantai Lasiana Kota Kupang yang Sepi Pengunjung Saat Libur Lebaran 2024

Cuaca cerah usai hujan mengguyur beberapa hari belakangan. Meski begitu, Pantai Lasiana yang menjadi tempat wisata favorit tampak sepi pengunjung.

Editor: Agustinus Sape
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Pengunjung menikmati suasana Pantai Lasiana di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis (11/4/2024). Pantai itu merupakan destinasi favorit di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. 

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Langit biru nyaris tanpa awan gelap memayungi Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis (11/4/2024) siang. Cuaca cerah seusai hujan yang mengguyur beberapa hari belakangan. Meski begitu, Pantai Lasiana yang menjadi tempat wisata favorit tampak sepi dari pengunjung.

Sudah tiga jam, Eton (20), fotografer, mengelilingi tempat wisata itu, tetapi ia belum mendapat satu pengunjung pun yang menggunakan jasanya. Ia menyapu pandangan sekeliling, melihat gazebo yang kosong. ”Sepi sekali. Biasanya sudah ramai,” ujar Eton dengan nada lesu.

Ia bersama belasan anak muda mengais rezeki sebagai tukang foto keliling di tempat wisata. Mereka menamakan diri ”fotografer 2.000”. Dengan satu kali hasil foto, mereka dibayar Rp 2.000. Foto itu lalu dipindahkan ke telepon genggam pengunjung.

Kehadiran mereka menjawab kebutuhan pengunjung yang menginginkan hasil foto lebih bagus di lokasi wisata. Pengunjung lebih percaya diri dengan jepretan kamera profesional yang kemudian langsung diunggah di akun media sosial. Sebab, banyak pengunjung yang datang memang hanya ingin berpose.

Dibandingkan dengan musim liburan terdahulu, satu fotografer bisa mendapatkan hingga Rp 300.000 per hari. Kini, mereka harus menghadapi kenyataan kurangnya pengunjung yang datang ke destinasi pantai paling favorit di Kota Kupang itu. Letaknya di sisi timur pusat kota. Dari titik nol Kota Kupang berjarak lebih kurang 13 kilometer.

Pantai itu menyajikan panorama yang memanjakan pengunjung. Laut biru berpasir putih. Semilir angin laut. Ratusan pohon lontar menjulang di tepi. Setiap petang, pengunjung menyaksikan detik-detik tenggelamnya matahari.

Untuk masuk ke pantai itu, pengunjung cukup membayar Rp 6.000. Bagi yang membawa kendaraan roda dua, ditambah Rp 3.000.

Riki, petugas penarik retribusi di pintu masuk, menuturkan, jumlah pengunjung tidak sampai 150 orang per hari. Pada hari biasa, di luar hari Minggu atau liburan hari besar keagamaan, jumlah pengunjung berkisar 100 orang. Pengunjung terus berkurang dari waktu ke waktu.

Kunjungan wisatawan ke pantai itu pernah anjlok pada 2016. Saat itu, ada kemunculan buaya berukuran 2,5 meter. Keberadaan buaya belum dapat diamankan oleh tim Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam NTT sehingga warga khawatir akan keselamatan diri mereka. Kekhawatiran itu masih ada hingga kini.

”Anak saya minta mandi, tapi saya larang. Takut ada buaya,” ujar Nadia (32) saat ditemui di Pantai Lasiana pada Kamis pagi. Pegawai salah satu kantor pemerintah itu datang bersama dua anaknya, Ariel (7) dan Leti (4). Mereka menikmati kelapa muda, berpose, kemudian pulang.

Baca juga: 644 Keluarga Kurang Mampu di Kelurahan Lasiana Jadi Penerima Bantuan Beras Pemerintah

Di sepanjang garis pantai sejauh hampir 500 meter itu hanya ada beberapa orang yang berenang. Mereka di bawah pengawasan orangtua. Tidak sampai 30 menit, mereka diminta naik ke darat.

Juli (25), penjual kelapa muda di pantai itu, menambahkan, sepinya pengunjung di masa Lebaran ini lantaran banyak warga kota yang masih mudik. Di luar itu, banyak pula yang berlibur ke daerah lain memanfaatkan cuti panjang yang akan berakhir pada 16 April mendatang. Mereka adalah pegawai dan mahasiswa.

Kondisi sepi tak hanya di tempat wisata pantai. Hotel rupanya mengalami hal serupa. Banyak kamar hotel di Kota Kupang sepi tamu. Manajer Hotel Amaris Kupang Ari Ariyanto menuturkan, okupansi di hotel tersebut berkisar 30 persen dari total kamar 140 unit kamar yang tersedia. ”(Okupansi) Anjlok,” ujar Ari.

Menurut dia, Kota Kupang bukan menjadi tujuan wisata ketika musim Idul Fitri seperti tahun-tahun sebelumnya. Padahal, pihak hotel menghadirkan berbagai promosi untuk menarik minat warga. Okupansi kamar hotel di Kupang biasanya meningkat bila datang musim Natal dan Tahun Baru.

Potret NTT

Kamar hotel yang kosong dan wajah ”fotografer 2.000” yang lesu memang menggambarkan potret perekonomian di NTT yang belakangan dilanda berbagai problem beruntun.

Bencana alam, virus demam babi afrika, virus rabies, dan gagal panen terjadi di mana-mana. Gagal panen, misalnya, menyebabkan kenaikan harga beras medium selama empat bulan terakhir hingga Rp 17.000 per kilogram. Harga sebelumnya berkisar Rp 13.000 per kilogram. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, harga beras menyumbang inflasi tertinggi, yakni 0,23 persen.

Pengajar limu ekonomi dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Tuti Lawalu, berpendapat, perekonomian di NTT sangat rapuh. Pangan yang seharusnya bisa di produksi sendiri kini sebagian besar didatangkan dari luar. Triwulan pertama tahun ini, NTT bahkan mengalami defisit 125.390 ton beras.

”Bayangkan kalau daerah penghasil beras itu gagal panen berkepanjangan, seperti apa nasib NTT,” ujar Tuti.

Satu-satunya cara adalah memperkuat ekonomi adalah dengan memanfaatkan potensi lokal. Membangun ketahanan pangan lokal dan mengurangi ketergantungan pada komoditas luar. Jangan sampai mengalami nasib serupa ”fotografer 2.000” yang kini lesu karena bergantung pada kedatangan wisatawan.

(kompas.id/fransiskus pati herin)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved