NTT Terkini
Pergub NTT 33 tahun 2025 Juga Bikin Masyarakat Tersiksa, Seperti Apa
Penolakan terhadap Pergub NTT Nomor 33 Tahun 2025 tentang penyesuaian tarif retribusi daerah datang dari masyarakat
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Tari Rahmaniar Ismail
POS-KUPANG.COM, KUPANG – Penolakan terhadap Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi NTT Nomor 33 Tahun 2025 tentang penyesuaian tarif retribusi daerah tidak hanya datang dari para pedagang dan nelayan di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Oeba, Kota Kupang.
Sejumlah warga yang rutin membeli ikan di pasar tersebut juga menyuarakan kekhawatiran mereka.
Kenaikan tarif retribusi hingga tiga kali lipat dari Rp 25 ribu menjadi Rp 75 ribu per meter persegi per tahun. Hal ini dinilai akan berdampak langsung pada harga jual ikan dan beban ekonomi rumah tangga masyarakat kelas bawah.
Nih Luh Putu Ningsih (50), warga TDM yang ditemui saat membeli ikan tongkol di Pasar Oeba, mengatakan bahwa harga ikan memang masih stabil.

Namun, Nih Luh Putu Ningsih cemas kondisi ini tidak akan bertahan lama jika beban pedagang terus bertambah.
“Sekarang harga memang belum naik, tapi kalau pedagang terus ditekan, pasti harga ke pembeli juga akan naik. Yang rugi kita semua, bukan cuma mereka yang jual,” ungkap Nih Luh Putu Ningsih.
Nih Luh Putu Ningsih, sapaan akrabnya menilai pemerintah terlalu fokus pada penerimaan daerah tanpa mempertimbangkan dampak langsung pada ekonomi masyarakat kecil.
“Kalau semua dinaikkan, terus kami ini yang hanya punya gaji pas-pasan, mau makan apa?” ujar Nih Luh Putu Ningsih.
Tanggapan juga datang dari kalangan pemuda. Ray Pratama (27), mahasiswa yang kerap membantu keluarganya berbelanja di pasar, mengatakan kenaikan retribusi seharusnya dibarengi dengan perbaikan fasilitas pasar dan layanan yang lebih baik.
“Listrik saja mereka bayar sendiri, kabel sambungan sana sini, WC kotor, tempat becek. Tapi disuruh bayar mahal? Pemerintah harus turun langsung lihat kondisi pasar sebelum buat aturan,” ungkap Ray Pratama.
Ray Pratama menyarankan agar Pemprov NTT membuka ruang dialog bersama pedagang dan warga sebelum memberlakukan aturan yang bersifat teknis dan berdampak langsung ke lapisan bawah masyarakat.
“Pedagang kecil ini tulang punggung ekonomi lokal. Mereka bukan pengusaha besar, jadi ketika ada tekanan retribusi, efeknya langsung terasa ke semua, mulai dari pembeli, keluarga mereka, sampai ke pasar-pasar kecil lainnya,” kata Ray Pratama.
Warga meminta agar Pemprov NTT membuka data secara transparan soal penggunaan dana retribusi selama ini, serta menyelenggarakan forum dengar pendapat publik sebelum menetapkan tarif baru.
“Selama ini kami bayar parkir, pedagang bayar sewa. Tapi fasilitas tidak ada yang berubah. Kalau uang itu benar digunakan untuk perbaikan, kami juga senang. Tapi buktinya di lapangan tidak ada,” ungkap Ningsih.
Rakerda III Demokrat NTT Berlangsung Tegang, Leo Lelo Tak Sapa Anita Gah |
![]() |
---|
Rakerda III Demokrat NTT Diwarnai Saling Sikut Leo Lelo - Anita Gah |
![]() |
---|
Yusinta Nenobahan Syarief, Representasi Rakyat Kecil yang Terjun dalam Kerja Sosial |
![]() |
---|
BERITA POPULER- Polemik Pergub 33 Tahun 2025, SPBU Kambaniru Terbakar, Kejari TTU Usut Dana BOS |
![]() |
---|
PMKRI Cabang Kupang Terus Hidupkan Literasi Bagi Para Kader |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.