Pemilu 2024
Mundurnya Ratu Wulla Mengurangi Keterwakilan 30 Persen Perempuan di DPR RI
Cita-cita untuk menempatkan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di Dewan Perwakilan Rakyat masih jauh panggang dari api.
POS-KUPANG.COM - Satu-satunya partai politik yang berpotensi mendudukkan perempuan di DPR periode 2024-2029 mencapai kuota 30 persen adalah Partai Nasdem. Namun, dengan mundurnya Ratu Ngadu Bonu Wulla dari Dapil NTT II, maka persentase itu menjadi turun di bawah 30 persen.
Ya, Pemilu 2024 tampaknya belum juga membawa angin segar bagi kaum perempuan. Cita-cita untuk menempatkan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di Dewan Perwakilan Rakyat masih jauh panggang dari api.
Hasil simulasi konversi perolehan suara partai politik menjadi kursi menunjukkan, calon anggota legislatif (caleg) perempuan yang mendapatkan kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebanyak 129 orang. Capaian itu setara 22,24 persen dari total 580 kursi DPR periode 2024-2029.
Jika dibandingkan dengan hasil Pemilu 2019, persentase keterwakilan perempuan di DPR cenderung stagnan. Pada pemilu sebelumnya, persentase keterwakilan perempuan di parlemen sebanyak 20,9 persen atau 120 orang dari 575 anggota DPR. Artinya, hanya terjadi kenaikan 1,34 persen jika dibandingkan hasil pemilu sebelumnya.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menjadi parpol dengan jumlah caleg perempuan yang lolos ke DPR terbanyak, yakni 27 orang. Namun, jumlah itu baru 24,55 persen dari total perolehan kursi PDI-P yang diperkirakan sebanyak 110 kursi.
Sementara itu, Partai Nasdem menjadi satu-satunya parpol dengan persentase caleg perempuan terpilih lebih dari 30 persen dari total kursi DPR yang diraih. Dari 69 kursi DPR yang kemungkinan didapatkan Nasdem, 22 kursi atau 31,88 persen bakal didapatkan oleh caleg perempuan.
Namun, jumlah itu bisa berkurang apabila caleg peraih suara terbanyak dari daerah pemilihan (dapil) Nusa Tenggara Timur II, Ratu Ngadu Bonu Wulla, mengundurkan diri. Jika Ratu Ngadu mundur, kursi DPR di dapil NTT II diberikan kepada Victor Laiskodat, caleg dengan raihan suara terbanyak kedua setelah Ratu Ngadu.
Baca juga: News Analysis Ratu Wulla Mengundurkan Diri, Pengamat: Preseden Buruk
Adapun jumlah caleg perempuan yang diprediksi akan terpilih dari Partai Golkar sebanyak 20 orang (19,61 persen), Partai Gerindra 19 orang (22,09 persen), dan Partai Kebangkitan Bangsa 14 orang (20,59 persen). Kemudian di Partai Keadilan Sejahtera sebanyak 9 orang (16,98 persen), Partai Amanat Nasional 9 orang (18,75 persen), serta Partai Demokrat 9 orang (20,45 persen).
Caleg perempuan yang berhasil mempertahankan kursi DPR antara lain Puan Maharani (PDI-P), Nurul Arifin (Golkar), dan Desy Ratnasari (PAN).
Tetapi, sebagian lain yang vokal menyuarakan kepentingan rakyat di parlemen justru terlempar, seperti Ribka Tjiptaning Proletariyati (PDI-P), Christina Aryani (Golkar), dan Luluk Nur Hamidah (PKB).
Sejumlah nama baru juga diperkirakan akan mengisi kursi DPR. Mereka, di antaranya, adalah putri Ketua DPR Puan Maharani, Diah Pikatan Orissa Putri Hapsari (PDI-P); putri Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, serta istri mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Atalia Praratya (Golkar). Selain itu, sejumlah pesohor juga diperkirakan lolos, antara lain Melly Goeslaw (Gerindra) dan Nafa Urbach (Nasdem).
Namun, dari hasil simulasi diperkirakan, tidak ada satu pun caleg perempuan yang terpilih di 15 dapil atau 17,85 persen dari total 84 dapil DPR yang ada. Dapil itu di antaranya Aceh I dan II; Jambi; Kepulauan Riau; Jawa Tengah I dan X, serta Jawa Timur II, IV, dan V.
Selanjutnya adalah dapil Kalimantan Selatan I; Gorontalo; serta Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan.
Sementara itu, dari hasil simulasi juga diperkirakan empat kursi yang diperebutkan di dapil Bengkulu semuanya berhasil diduduki oleh caleg perempuan.
Caleg Golkar yang maju dari dapil Jabar I, Nurul Arifin, mengungkapkan, perilaku pemilih mengalami perubahan dalam beberapa pemilu terakhir. Pada awal implementasi sistem pemilu proporsional daftar terbuka pada 2009, pemilih cenderung mudah didekati melalui kerja-kerja advokasi dan turun ke lapangan. Namun, belakangan, pemilih makin permisif dengan politik uang karena mereka menganggap suaranya harus dikompensasi dengan materi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.