KLB Rabies

Kasus Meninggal Akibat Rabies Meningkat, Dinkes TTU Gelar Rapat bersama Kepala Puskesmas dan Dokter

Di sisi lain, rapat ini juga untuk menyatukan komitmen bersama mencegah angka kematian akibat rabies di Kabupaten TTU. 

Penulis: Dionisius Rebon | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/DIONISIUS REBON
Pose pelaksanaan rapat yang digelar Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Utara bersama kepala puskesmas se Kabupaten TTU dan dokter serta pengelola rabies di puskesmas, Senin, 25 Maret 2023 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Dionisius Rebon

POS-KUPANG.COM, KEFAMENANU - Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Utara menggelar rapat bersama kepala puskesmas se Kabupaten TTU dan dokter serta pengelola rabies di puskesmas. 

Rapat yang dilaksanakan pada, Senin, 25 Maret 2024 ini digelar untuk menindaklanjuti kasus kematian anak akibat tertular rabies yang terjadi di Puskesmas Haekto beberapa hari yang lalu. Rapat tersebut berlangsung di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten TTU.

Saat diwawancarai, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten TTU, Robertus Tjeunfin mengatakan, pihaknya melakukan pemanggilan terhadap 26 kepala puskesmas (kapus), dokter dan pengelola Rabies di masing-masing puskesmas untuk menindaklanjuti kasus kematian anak akibat rabies di Puskesmas Haekto.

Ia mengatakan, dalam rapat itu pihaknya menekankan agar kapus beserta jajaran khususnya pengelola rabies di puskesmas lebih meningkatkan pelayanan di puskesmas.

"Dokter dan petugas kesehatan harus standby 1×24 jam, untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak hanya untuk kasus rabies tetapi juga untuk semua jenis penyakit yang dialami masyarakat,"ujarnya.

Baca juga: Jumlah Vaksin Rabies Menipis, Dinas Peternakan NTT Minta Bupati dan Wali Kota Gunakan Dana Desa

Di sisi lain, rapat ini juga untuk menyatukan komitmen bersama mencegah angka kematian akibat rabies di Kabupaten TTU. 

Rabies, kata Robert, merupakan penyakit yang mematikan. Namun, penyakit ini bisa diantisipasi atau ditekan dengan baik sehingga tidak terjadi kematian.

Rabies bisa dicegah dengan pemberian vaksin antirabies kepada setiap gigitan HPR. Sehingga tidak ada satu alasan pun untuk masyarakat yang digigit HPR tidak mau untuk divaksin.

Jika di puskesmas tersebut tidak terdapat vaksin, lanjut Robert, masyarakat bisa meminta petugas setempat untuk dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki Vaksin Antirabies.

Semestinya masyarakat harus divaksin pada hari dimana mereka digigit anjing. Vaksin antirabies diberikan sebanyak tiga kali. Hari pertama dua suntikan, hari ketujuh 1 suntikan dan hari kedua puluh satu 1 suntikan.

Vaksin antirabies ini diberikan untuk mencegah manifestasi klinis dari rabies. Apabila vaksin antirabies ini diberikan kepada korban gigitan maka, Robert meyakini, masyarakat bisa terhindar dari bahaya kematian akibat rabies.

Pasalnya, pengobatan atau perawatan luka bekas gigitan HPR tidak menjamin bahwa korban gigitan akan sembuh atau terhindar dari penularan virus HPR.

Baca juga: Total Kasus Rabies di Kabupaten TTU Capai 668 Kasus, 4 Orang Dilaporkan Meninggal Dunia

Namun, vaksinasi adalah sesuatu yang penting untuk mencegah penularan rabies. Karena masa inkubasi virus rabies berkisar dalam kurun waktu 2 minggu sampai 2 tahun.

Jika tidak diberikan vaksin antirabies rabies, kuman akan merambat menuju ke otak selama masa inkubasi tersebut. Apabila kuman telah mencapai otak dan merusak otak maka akan berakibat kematian.

Di dalam rapat tersebut disepakati setiap puskesmas harus tersedia vaksin antirabies, tenaga pengelola di puskesmas harus segera melakukan siar keliling di wilayah kerja masing-masing, serta meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat. (*)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved