Sengketa Pemilu 2024
Terdegradasi dari Senayan Karena Suaranya Tak Capai Ambang Batas, PPP Ajukan Gugatan ke MK
”Kami sudah mengambil nomor antrean sejak pukul 20.00, jauh dari batas waktu terakhir pendaftaran gugatan. Sekarang masih menunggu 4 antrean lagi."
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Waktu menunjukkan pukul 22.19 WIB saat sejumlah pengurus, calon anggota legislatif, dan kader Partai Persatuan Pembangunan mengantre untuk mendaftarkan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum ke Mahkamah Konstitusi, Sabtu (23/3/2024). Mereka menunggu giliran untuk memasukkan berkas meskipun waktu pendaftaran sudah ditutup.
”Kami sudah mengambil nomor antrean sejak pukul 20.00, jauh dari batas waktu terakhir pendaftaran gugatan. Sekarang masih menunggu empat antrean lagi untuk mendapat giliran mendaftarkan gugatan,” ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi.
Sabtu kemarin merupakan hari terakhir pendaftaran sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), baik untuk pemilihan legislatif (pileg) maupun pemilihan presiden (pilpres), di Mahkamah Konstitusi (MK). Sebagian besar partai politik dan calon anggota legislatif (caleg) baru mendaftarkan permohonan PHPU pileg setelah pukul 19.00 sehingga antrean menumpuk di ujung pendaftaran. Bahkan, masih banyak yang masih mengantre saat pendaftaran PHPU pileg ditutup pada pukul 22.19.

Namun, MK tetap melayani penyerahan dokumen atau berkas pendaftaran perkara lebih dari batas waktu sepanjang pemohon sudah mengantongi nomor pendaftaran sebelum pukul 22.19.
Hingga Minggu (24/3/2024) pagi, jumlah permohonan PHPU untuk DPR/DPRD yang masuk sebanyak 225 perkara dan akan terus bertambah hingga sore atau siang hari.
PPP baru mendapatkan giliran untuk menyerahkan dokumen perkara PHPU pileg mendekati tengah malam.
Baidowi mengatakan, sengketa PHPU di MK menjadi jalan terakhir bagi PPP agar bisa tetap bertahan di Senayan. Sebab, berdasarkan hasil pemilu secara nasional yang ditetapkan KPU, PPP hanya memperoleh 3,87 persen suara sah nasional, yang berarti tidak memenuhi syarat ambang batas parlemen 4 persen.
Padahal, menurut perhitungan internal, perolehan suara PPP mencapai 4,04 persen dan seharusnya lolos ambang batas parlemen. Artinya, PPP semestinya juga diikutsertakan dalam penghitungan kursi DPR.
PPP mengklaim, ada sekitar 200.000 suara PPP yang hilang di beberapa daerah pemilihan (dapil) yang menyebabkan raihan suara PPP dalam rekapitulasi oleh KPU tak sampai 4 persen.
”Patut diduga suara PPP hilang di sejumlah daerah pemilihan sehingga menyebabkan angka kami di dalam rekapitulasi KPU itu hanya tembus 3,87 persen,” tuturnya.
Baca juga: Pendaftaran Sengketa Hasil Pemilu 2024 ke MK Ditutup
Baidowi mengungkapkan, PPP kehilangan suara di sekitar 30 dapil yang tersebar di 18 provinsi. PPP menemukan sejumlah bukti kuat atas hilangnya suara tersebut.
”Berdasarkan penelusuran kami, di dapil-dapil itulah suara PPP hilang. Tidak banyak, berkisar 3.000 hingga 4.000 suara, tetapi terjadi di setiap dapil sehingga, ketika ditotal, ada lebih dari 200.000 suara hilang yang bisa dilacak,” ujar Baidowi.
Karena itulah, PPP mengajukan PHPU pileg di 18 provinsi, antara lain Jawa Timur, Jawa Tengah, Papua Tengah, Aceh, dan Maluku.
Meminta kursi DPR
Ketua Lembaga Advokasi Bantuan Hukum PPP Erfandi mengatakan, petitum yang diajukan antara lain meminta MK mengembalikan suara PPP yang hilang di sejumlah dapil karena itu menjadi hak PPP. MK juga diminta menetapkan perolehan kursi PPP sesuai dengan perolehan suara setelah dikembalikan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.