Liputan Khusus

Lipsus - Pecah Sikap Jelang Akhir Masa Jabatan Soal 35 Pin Emas: DPRD Sikka Harus Malu

Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Setda Sikka, Ryan Luasa membenarkan pengadaan pin untuk 35 anggota DPRD Sikka periode 2019-204.

Editor: Ryan Nong
DOK.POS-KUPANG.COM
Ilustrasi anggota DPRD dengan berbagai tawaran fasilitas dan program 

"Semestinya ada perasaan malu ketika mengetahui kondisi warga dalam himpitan ekonomi lalu mau menerima pin emas. Harusnya anggota dewan spontan menolak anggaran Rp.500 juta lebih untuk pengadaan pin emas yang sifatnya foya- foya. Anggota dewan kan tahu bagaimana riilnya kondisi keuangan Pemkab Sikka," ujarnya. 

 

Tidak Berjuang Tapi Dapat Pokir

Banyak oknum anggota DPRD Sikka yang tidak pernah berjuang untuk rakyat tetapi tetap mendapatkan dana pokok-pokok pikiran (Pokir) sebesar Rp 1 miliar pertahun.

Hal itu dikatakan Wakil Ketua DPRD Sikka, Yosep Karmianto Eri yang juga merupakan Ketua DPC PKB Kabupaten Sikka kepada Pos Kupang, Jumat (8/3) melalui telepon selularnya.

"Pemerintah perlu melihat kembali soal perencanaan politis dalam pembangunan 2025, dengan melihat kondisi anggaran kita selama ini. Pokir DPRD itu salah satu unsur yang benar membantu rakyat tetapi program strategis yang besar itu sama sekali tidak tuntas karena pokir lebih banyak kepada program-program perencanaan yang kecil," ujar politisi yang kerap disapa Manto ini.

Politisi PKB asal Kecamatan Palue ini meminta pemerintah mengkaji ulang soal dana pokir DPRD dengan lebih memprioritaskan perencanaan partisipatif oleh rakyat dan teknokratik serta melihat kondisi daerah.

Selain itu, Manto juga secara tegas menyatakan banyak oknum-oknum anggota DPRD Sikka yang tidak mengerti soal tata kelola pemerintah, soal anggaran dan tidak pernah berjuang untuk rakyat.

"Tapi hanya duduk saja tidur bangun makan pulang dapat uang, terima pokir  Karena banyak orang yang mimpi maju DPRD untuk dapat pokir, mereka tidak mengerti bahkan tidak layak duduk di DPRD, lembaga yang terhormat ini," sebut Manto.

Sufriyance Merison Botu juga menyampaikan hal senada terkait kajian ulang terhadap pokir DPRD bila perlu ditiadakan disesuaikan kondisi keuangan daerah.

"Kalau Rp 35 miliar untuk hal-hal yang tidak menunjang RPJMD yang saya lihat selama ini, itukan (red: dana pokir) semata-mata untuk kepentingan politik tetapi ternyata juga tidak efektif untuk mendulang perolehan suara. Kalau pokir itu dipertimbangkan sebagai usulan politis yang ujung-ujungnya berdampak pada perolehan suara maka itu sangat jauh dari harapan," ujar Merison Botu.

Lebih lanjut Merison Botu mengatakan pokir DPRD tidak selamanya harus diterjemahkan ke dalam program kegiatan tetapi bisa dalam bentuk lain. Yang terjadi selama ini DPRD sudah masuk ke dalam ranah eksekutif (red: pemerintah) dengan mengusulkan program kegiatan yang sebenarnya adalah tugas pemerintah.

"Soal pokir ini memang harus dikaji kembali dan bila perlu dihilangkan saja sehingga kita betul-betul ada bersama pemerintah, visi misi bupati dan wakil bupati yang dituangkan dalam RPJMD itu yang kita berjuang bersama," tambah Son Botu.

Sementara itu politisi PDIP, Stef Sumandi menilai tidak ada yang salah dengan prosedur pendekatan perencanaan baik itu pendekatan secara politik, teknokratik maupun partisipasi masyarakat melalui Musrenbang.

"Kalau pimpinan DPRD menilai pokir DPRD ini perlu dikurangi saya kira kita perlu lihat nanti di sidang-sidang selanjutnya seperti apa kebutuhan yang diajukan pemerintah mana yang lebih strategis dan mana yang harus diutamakan. Kalau dibilang pokir selama ini keliru saya pikir tidak karena berjalan dengan porsinya masing-masing," jelas Stef Sumandi.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved