Berita Kota Kupang
Mahasiswa Luar NTT Belajar Toleransi di Kota Kupang
Kolhua menjadi satu dari tiga kampung kerukunan yang digagas Pemkot Kupang. Wilayah itu dihuni ragam penduduk
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Edi Hayong
"Disini orangnya baik. Sangat menghargai," kata Muh. Zul Padly Subair, mahasiswa dari Universitas Muslim Indonesia.
Zul Padly sungguh merasa senang. Sebab, dia datang ke gereja dan berdialog langsung dengan Romo. Sekalipun itu bukan pertama kali, namun, agenda hari itu berbeda. Belajar langsung di daerah toleransi menjadi sesuatu yang luar biasa.
Memang toleransi juga kerap dimunculkan di tempat lain. Namun, Kota Kupang lebih berbeda. Selain rumah ibadah yang berdiri pada satu daerah yang sama, kehidupan masyarakat setempat juga tetap mengedepankan keberagaman.
Lewat dialog, paling tidak ada informasi lebih detail tentang sisi lain keberagaman. Dari situ menjadi ilmu baru yang ia ingin wujudkan ke banyak masyarakat lainnya.
"Saya bangga dengan toleransi di Kota Kupang. Saya perlu ceritakan ke daerah asal saya, indahnya kehidupan beragama disini yang selalu berdampingan," sebutnya.
Zul Padly dan Mesra Ringo berharap toleransi yang ada di Kota Kupang menjadi cerminan ke daerah lain di Indonesia. Republik ini, perlu mempertebal sisi toleransi sebagai bagian penting menjaga keutuhan NKRI.
Sementara Romo Longginus Bone, Pr menanggapi beberapa pertanyaan tentang penerapan toleransi dan kendala yang dihadapi.
Menurut Romo Bone penerapan toleransi yang paling nyata ada saat perayaan hari raya keagamaan. Banyak pemuda dari agama berbeda ikuti berpatisipasi dengan menjaga keamanan saat ibadah berlangsung.
Baca juga: Empati dan Toleransi Beragama Ala Soedjatmoko
Salah satu contoh ini merupakan hal yang sering dijumpai di NTT terutama di Kota Kupang. Menurut Romo Bone, itu merupakan wujud nyata dari toleransi itu sendiri.
"Kalau idul Fitri, teman-teman dari agama lain akan menjaga keamanan. Begitu juga sebaliknya. Ini salah satu contoh (penerapan toleransi)," kata dia.
Sejauh ini, ia menyebut tidak ada kendala yang berarti menjaga toleransi. Banyak perbedaan pendapat dapat diselesaikan dengan dialog. Romo Bone bilang, dialog menjadi kunci dalam mewujudkan toleransi.
Romo Bone juga menggapai pertanyaan lain tentang menjadi seorang Romo atau Pastor. Ia berkata, ada tahapan lewat sekolah yang harus dilalui untuk menjadi seorang Romo atau Pastor. Jenjang sekolah setara SMA hingga sarjana dan diikuti tahapan lanjutan menjadi wajib dilakukan.
Romo Bone mengajak para pemuda untuk tetap membutuhkan orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Ia berkaca pada beberapa persoalan akhir-akhir ini yang sering menerpa anak muda.
Menanggapi berbagai macam masalah yang melibatkan anak muda, ia berharap agar persoalan itu bisa disampaikan agar ada solusi yang bisa ambil dari situasi itu.
"Ingat, sehebat apapun kita, sepintar apapun kita, kita membutuhkan orang lain untuk berbagi," kata dia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.