Pilpres 2024

Bak Gayung Bersambut, Hak Angket Makin Kuat Bergulir

Ganjar Pranowo merespons NasDem, PKB, dan PKS mendukung usulannya agar DPR menggunakan Hak Angket untuk mengusut kecurangan Pemilu 2024.

Editor: Alfons Nedabang
ISTIMEWA
Ganjar Pranowo dan Mahfud MD 

“Kalau hak angket dimaksudkan untuk itu, apa perlu? Karena suasananya juga suasananya dianggap Pemilu itu sekarang kita menuju kepada suasana yang jauh lebih baik,” kata Muzani.

Baca juga: Ganjar Pranowo Tak Yakin Ketua KPU Hasyim Asyari Mau Mundur dan Meminta Maaf Pasca Putusan DKPP

Dia pun mengungkit bahwa pelaksanaan demokrasi pada pemilu kali ini justru banyak diapresiasi oleh seluruh dunia. Namun begitu, dia menghormati hak angket sebagai bagian hak konstitusi yang diajukan DPR RI.

“278 juta rakyat Indonesia memberi hak pilihnya, yang memiliki hak pilih tentu saja pada hari itu, dan suasana pemilu dalam keadaan tenang, dalam suasana guyub, kebersamaan. Dan itu diapresiasi oleh para pemimpin dunia dan tokoh-tokoh dunia. Semua saksikan bahwa pemilu berlangsung dengan baik, damai, dan seterusnya,” katanya.

Namun begitu, Muzani tidak menampik masih banyak kekurangan terkait pelaksanaan pemilu kali ini. Namun, ia bersikukuh pemilu kali ini jauh lebih baik dibandingkan pemilu sebelumnya.

“Bahwa disana sini masih ada kekurangan, itu tidak bisa ditutupi. Tetapi suasananya dianggap ini jauh lebih baik dari Pemilu sebelumnya,” ucapnya.

Di sisi lain, Muzani pun menghormari hak angkat adalah hak konstitusi yang dimiliki setiap anggota dewan yang berada di DPR RI. Namun, ia yang juga Sekjen Partai Gerindra tidak sepakat dengan adanya hak angket tersebut.

“Tentu saja ini kan baru wacana. Jadi kita baru akan menyampaikan ini ke depan. Tapi saya kira bagi kami itu sesuatu yang tidak perlu untuk diajukannya hak angket,” pungkasnya.

Sedangkan, Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra menanggapi isu hak angket DPR terhadap pemerintah atau KPU.

Yusril menjelaskan, untuk mencari penyelesaian atas ketidakpuasan terhadap pelaksanaan pemilu dan hasilnya khususnya Pilpres, bisa membawa hal itu ke Mahkamah Konstitusi.

Bukan menggunakan hak angket DPR untuk menyelidiki pelaksanaan pemilu yang kewenangan sepenuhnya berada di tangan KPU.

Yusril menjelaskan, keberadaan hak angket memang diatur dalam Pasal 20A ayat (2) UUD 1945.

Baca juga: Mohamad Guntur Romli: Pemilu 2024 Paling Buruk dalam Sejarah Panjang Indonesia

Ketentuan mengenai hak angket dalam pasal tersebut dikaitkan dengan fungsi DPR melakukan pengawasan yang tidak spesifik, tetapi bersifat umum dalam hal pengawasan terhadap hal apa saja yang menjadi obyek pengawasan DPR.

Ketentuan lebih lanjut tentang hak angket dituangkan dalam undang-undang, yakni undang-undang yang mengatur DPR, MPR, dan DPD.

“Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu, dalam hal ini Pilpres, oleh pihak yang kalah? Pada hemat saya tidak. Karena UUD NRI 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu yang harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi,” kata Yusril kepada wartawan, Kamis (22/2/2024).

Selain itu, Yusril menjelaskan, berdasarkan Pasal 24C UUD NRI 1945 dengan jelas menyatakan, bahwa salah satu kewenangan MK adalah mengadili perselisihan hasil pemilihan umum, dalam hal ini Pilpres pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final dan mengikat.

Mantan Menteri Hukum dan HAM ini menjelaskan, para perumus amandemen UUD NRI 1945 telah memikirkan bagaimana cara yang paling singkat dan efektif untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu, yakni melalui badan peradilan yaitu Mahkamah Konstitusi.

Hal ini dimaksudkan agar perselisihan itu segera berakhir dan diselesaikan melalui badan peradilan agar tidak menimbulkan kevakuman kekuasaan jika pelantikan Presiden baru tertunda karena perselisihan yang terus berlanjut.

“Oleh karena itu saya berpendapat, jika UUD NRI 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan Pilpres melalui MK, maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan,” ucap dia.

“Penggunaan angket dapat membuat perselisihan hasil Pilpres berlarut-larut tanpa kejelasan kapan akan berakhir. Hasil angket pun hanya berbentuk rekomendasi, atau paling jauh adalah pernyataan pendapat DPR,” imbuh Yusril.

Baca juga: Pemilu 2024, Pleno di Tingkat Kecamatan di Manggarai Timur Dilaksanakan

Dia menerangkan, putusan MK dalam mengadili sengketa Pilpres akan menciptakan kepastian hukum.

Sementara penggunaan hak angket DPR akan membawa negara ini ke dalam ketidakpastian, yang potensial berujung kepada chaos yang harus kita hindari.

“Kalau niatnya mau memakzulkan Jokowi, hal itu akan membawa negara ini ke dalam jurang kehancuran. Proses pemakzulan itu memakan waktu relatif panjang, dimulai dengan angket seperti mereka rencanakan dan diakhiri dengan pernyataan pendapat DPR bahwa Presiden telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 7B UUD 45,” kata Yusril.

Selain itu, dia menambahkan, pernyataan pendapat presiden melanggar ketentuan pasal 7B UUD 1945 itu harus diputus MK. Jika MK setuju dengan DPR, maka DPR harus menyampaikan permintaan pemakzulan kepada MPR. Kemudian, tergantung kepada MPR mau apa tidak.

“Proses ini akan berlangsung berbulan-bulan lamanya, dan saya yakin akan melampaui tanggal 20 Oktober 2024 saat jabatan Jokowi berakhir. Kalau 20 Oktober 2024 itu Presiden baru belum dilantik, maka negara ini berada dalam vakum kekuasaan yang membahayakan. Apakah mereka mau melakukan hal seperti itu? Saya kira negara harus diselamatkan,” tandas Yusril.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sempat berkomentar singkat soal Ganjar Pranowo yang meminta partai pengusungnya menggulirkan hak angket atas dugaan kecurangan Pilpres 2024 di DPR RI.

Jokowi mengatakan bahwa hal tersebut merupakan hak yang dimiliki Ganjar Pranowo.

“Ya itu hak demokrasi,” kata Jokowi usai menghadiri puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Ancol, Jakarta, Selasa lalu.

KPU-Bawaslu Respons Usul Hak Angket

Anggota KPU RI Idham Holik mengatakan semua permasalahan berkaitan dengan pemilu sudah diatur dalam ketentuan perundang-undangan.

Hal itu merupakan respon KPU soal hak angket yang digulirkan oleh partai pengusung pasangan calon 03 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.

“UU Pemilu telah jelas mendesain bagaimana menyelesaikan semua permasalahan berkaitan dengan pemungutan dan penghitungan suara,” kata Idham.

Pun jika terjadi pelanggaran administrasi dalam proses pemilu, maka hal tersebut akan ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, sedangkan terkait perselisihan hasil ditangani oleh Mahkamah Konsitusi (MK).

Lebih lanjut, Idham kembali meminta agar persoalan-persoalan mekanisme penyelesaian pemungutan suara agar kembali ke jalur demokrasi sebagaimana hukum mengatur.

“Dalam prinsip penyelenggaraan Pemilu adalah berkepastian hukum. Saya ingin mengajak kepada semua pihak agar mari kembali pada UU Pemilu,” pungkasnya.

Hak angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Pemilu 2024, Rekapitulasi Suara di Talibura Sikka, Ketua PPK Dilarikan ke Puskesmas Akibat Kelelahan

Sedangkan, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja turut menyoroti soal pengguliran hak angket terkait pelanggaran Pemilu 2024.

Sebagaimana diketahui hak angket yang merupakan ranah DPR RI disampaikan calon presiden nomor urut 03, Ganjar Pranowo untuk mengungkap indikasi kecurangan pada Pemilu 2024.

Dalam mekanisme sistem politik, Bagja mengatakan pihaknya tidak bisa menilai soal hak angket. Bawaslu tidak masuk dalam kerangka itu.

“Dalam mekanisme sistem politik, kami tidak bisa menilai hal tersebut. Kami tidak dalam kerangka itu,” ujar Bagja.

Sebagai salah satu penyelenggara Pemilu, Bagja mengatakan, fungsi Bawaslu hanya menindak-lanjuti pelanggaran sesuai Undang Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Bahkan, berdasarkan UU itu Bawaslu tidak berhak mengomentari inisiatif pengajuan hak angket.

“Menindaklanjuti pelanggaran iya, tapi jika kemudian ini dibawa ke dalam mekanisme Dewan Perwakilan Rakyat, ya itu kewenangan dari Dewan Perwakilan Rakyat, bukan ada di Bawaslu,” paparnya.

Saat ini, jelas Bagja, Bawaslu fokus untuk menyiapkan dan mengawasi proses rekapitulasi penghitungan suara. Pihaknya juga sedang menghimpun hasil pengawasan jajaranya di tingkat kabupaten dan kota. (tribun network/yuda)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved