Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Jumat 16 Februari 2024 Berjudul  Pada Waktu Itulah Mereka Berpuasa

Renungan Harian Bruder Pio Hayon SVD Hari Jumat Sesudah Rabu Abu merujuk pada Bacaan I, Yes. 58: 1-9a, Injil : Mat. 9: 14-15

Editor: Edi Hayong
DOK. POS-KUPANG.COM
Bruder Pio Hayon SVD menyampaikan Renungan Harian Katolik untuk hari Jumat 16 Februari 2024 

POS-KUPANG.COM- Renungan Harian Katolik berikut ini ditulis Bruder Pio Hayon SVD mengangkat judul,

Renungan Harian Bruder Pio Hayon SVD Hari Jumat Sesudah Rabu Abu merujuk pada Bacaan I, Yes. 58: 1-9a, Injil : Mat. 9: 14-15

Berikut ini teks lengkap renungan yang ditulis, Bruder Pio Hayon SVD.

Saudari/a yang terkasih dalam Kristus

Salam damai sejahtera untuk kita semua. Mengenal kata berpuasa bukanlah hal baru untuk kita. Berpuasa dalam arti umum berarti menahan diri atau hasrat untuk tidak makan atau minum sesuai dengan tata aturan agama atau kesehatan demi suatu tujuan yang mau dicapai.

Maka berpuasa itu lebih kepada menahan diri dalam banyak hal sesuai dengan satu tuntutan tertentu entah dari pihak agama maupun dari segi kesehatan.

Saudari/a yang terkasih dalam Kristus

Hari ini kita memasuki hari ke dua setelah Rabu abu di pembukaan masa prapaskah kita. Dan hari ini kembali lagi kita disuguhkan dengan renungan dan refleksi sesuai dengan bacaan-bacaan suci hari ini.

Bacaan pertama diambil dari Kitab Nabi Yesaya yang menegaskan tentang satu bentuk puasa yang mau disampaikan kepada umat Israel.

Yesaya menyerukan amanah Tuhan kepada umat Israel: “Inilah puasa yang Kukehendaki: mengadakan hari merendahkan diri? Menundukkan kepadal seperti gelagah dan membentangkan kain karung serta abu sebagai lapik tidur? Itukah yang kausebutkan berpuasa mengadadakan hari yang berkenan pada Tuhan? Bukan!

Berpuasa yang Kukehendaki ialah: Engau harus membuka belenggu-belenggu kelalikan dan melepaskan tali-tali kuk; membagi-bagikan rotimu bagi orang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!”

Baca juga: Renungan Harian Katolik Kamis 15 Februari 2024, Tiga Cara Tingkatkan Kualitas Hidup Saat Up and Down

Bagi umat perjanjian lama, Yesaya memberi amanah ini secara tegas kepada mereka untuk merubah pola berpuasa mereka yang sebenarnya dan yang dikehendaki oleh Allah sendiri.

Puasa tidak sekedar urusan merendahkan diri dan berkabung tetapi lebih dari itu sebuah aksi nyata kita terhadap semua orang yang membutuhkan bantuan kita. Itulah puasa yang dikehendaki oleh Allah dalam perjanjian lama.

Dan dalam perjanjian baru, Yesus juga memberi satu pemahaman baru tentang berpuasa. Hal itu terlihat dari kisah yang kita dengarkan pada hari ini ketika para murid Yohanes datang kepada Yesus dan bertanya kepada Yesus: “Mengapa kami dan orang-orang Farisi berpuasa tetapi murid-muridMu tidak?.

Maka Yesus menjawab mereka: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambill dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”

Dalam konteks pembicaraan Yesus dan murid-murid Yohanes ini, kita melihat jawaban Yesus menjadi acuan paling penting untuk menilai puasa yang sebenarnya. Jawaban Yesus atas pertanyaan murid Yohanes itu mau menjelaskan bahwa puasa yang benar dalam konteks jawaban Yesus itu lebih kepada waktunya karena para murid Yohanes itu menjelaskan tentang mereka dan orang-orang Farisi itu berpuasa tetapi para murid Yesus tidak berpuasa.

Bagi Yesus, moment yang penting untuk berpuasa bagi para muridNya dan yang kita jalankan sekarang adalah sebuah masa di mana kita sedang merenungkan bersama Yesus akan penderitaan, wafat dan kebangkitanNya dan bukan sekedar sebuah ritus berpuasa itu sendiri.

Jadi kita memulai berpuasas ketika “mempelai itu diambil dari antara mereka” saat Yesus memulai masa penderitaan sampai wafat dan bangkit pada hari ketiga. Bagi Yesus, berpuasa yang tepat itu berpuasa bersama-sama denganNya untuk merasakan penderitaan, wafat dan kemenangan kebangkitanNya.

Maka doa, puasa dan sedekah  kita sepanjang 40 hari ini berarti sebuah proses membawa diri kita untuk ambil bagian dalam penderitaan, wafat dan kebangkitan Tuhan sendiri. Masa retret agung selama 40 hari ini kita diberi ruang yang cukup untuk masuk sepenuhnya dalam situasi Tuhan sendiri.

Maka tujuan utama kita berpuasa dalam konteks pembaharuan ini adalah agar kita bisa mengalahkan dosa dengan menyangkal diri dan memikul salib setiap hari dan mengikuti Yesus. Berpuasa bagi kita adalah jalan menuju keselamatan dalam sedekah, doa, dan puasa.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Kamis 15 Februari 2024, Kebijaksanaan Kita dalam Memilih

Namun kita dalam semua proses puasa kita selama 40 hari kadang atau bahkan sering kita tidak setia dan lebih banyak mengikuti tuntutan keinginan kita sendiri dan bukan sebagai jalan pemurnian diri lewat menyangkal dan memikul salibNya karena berpuasa kita adalah proses mengambil bagian dalam penderitaan, wafat dan kebangkitan Tuhan.

Saudari/a yang terkasih dalam Kristus

Pesan untuk kita, pertama: kita sudah menyatakan diri sebagai pengikut Yesus, maka pola berpuasa kita pun harus mengikuti pola Yesus.

Kedua, berpuasa yang benar adalah juga memberi diri kepada orang lain dan dengan korban yang pantas bagi banyak orang.

Ketiga, berpuasa pada akhirnya harus menghantar kita untuk mengambil bagian dalam penderitaan, wafat dan kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus.(*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved