Berita NTT

Komitmen pada Nilai Laudato Si, Umbu Wulang Paranggi Siap Perjuangkan di Ruang DPD RI

Aktivis lingkungan hidup dan Masyarakat adat di Provinsi NTT, Umbu Wulang Tanaamah Paranggi memilih maju sebagai Calon DPD- RI Nomor 17.

Editor: Ryan Nong
POS-KUPANG.COM/DOK.PRIBADI
Aktivis lingkungan dan masyarakat adat asal NTT, Umbu Wulang Tanaamah Paranggi 

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Aktivis lingkungan hidup dan Masyarakat adat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Umbu Wulang Tanaamah Paranggi memilih maju sebagai Calon DPD- RI No Urut 17 dari NTT.

Umbu Wulang - demikian sapaan akrabnya, sudah 20 tahun berkecimpung dalam dunia aktivis sejak mahasiwa. Ia juga menjadi relawan kemanusiaan di Jaringan Relawan Kemanusiaan di bawah pimpinan Romo Sandyawan Sumardi di Yogyakarta.

Setelah itu, Umbu Wulang menjadi aktivis lingkungan di WALHI Yogyakarta dan kemudian pulang kampung di NTT  pada akhir 2009 menjadi aktivis di Yayasan Sosial Donders di Sumba Barat Daya.

Baca juga: 30 Tim Futsal Berkompetisi Rebut Puluhan Juta Dalam Turnamen Futsal Sahabat Umbu Wulang Cup 2023

Di Lembaga tersebut, Umbu Wulang berkutat pada urusan lingkungan hidup, masyarakat adat hingga penguatan kelembagaan desa.

Pada 2016, Umbu Wulang ditetapkan menjadi Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT hingga saat ini. Bersama WALHI, dia banyak melakukan advokasi pelestarian dan perlindungan lingkungan hidup, wilayah Kelola rakyat hingga tanah ulayat masyarakat adat di NTT.

“Pengalaman- pengalaman melakukan advokasi lingkungan hidup dan hak hak masyarakat adat di Jawa dan NTT membuat saya diutus oleh kawan kawan untuk melakukan perjuangan di ruang legislasi,” ujar Umbu Wulang Paranggi.

Menurut Umbu Wulang, maraknya kerusakan lingkungan, bencana ekologis, pengabaian hak hak Masyarakat adat di NTT, salah satu penyebab fundamentalnya adalah kebijakan yang tidak pro pada keberlanjutan daya dukung dan daya tamping alam dan masyarakat adat.

Selain persoalan kebijakan, pelaksanaan hukum lingkungan di NTT masih sangat minim.

“Kita melihat bencana seroja itu akibat perubahan iklim. Perubahan iklim terjadi karena ugal ugalannya penggunaan energi kotor di dunia. Kita melihat banjir bandang akibat minimnya perlindungan hutan. Kita melihat banyak korban akibat bencana akibat dari Upaya mitigasi bencana yang sangat minim, “ tutur Umbu Wulang.

Umbu Wulang Tanaamah Paranggi, aktivis lingkungan hidup dan masyarakat di NTT.
Umbu Wulang Tanaamah Paranggi, aktivis lingkungan hidup dan masyarakat di NTT. (POS-KUPANG.COM/Dok.Pribadi)

Laudato Si

Nilai-nilai Laudato Si adalah salah satu nilai gereja yang jadi prinsip dalam mengwujudkan harapan keutuhan alam ciptaan.

Pelestarian lingkungan hidup sebagai tanggungjawab iman dan tanggungjawab untuk mewujudkan keadilan antar generasi perlu menjadi ruh dalam pembuatan kebijakan kebijakan ekonomi dan kesejahteraan.

“Saya kira gereja sudah cukup intens melakukan pengabaran soal pentingnya menjaga kelestarian alam dan kesadaran untuk hidup selaras alam dalam membangun kesejahteraan manusia secara kolektif.

Namun seringkali atas nama pembangunan ekonomi, alam dieksploitasi secara bar-bar. Hak hidup makhluk hidup lain diabaikan, hingga kesemena-menaan terhadap hak hak masyarakat adat. Salah satu contohnya, adalah kasus masyarakat adat Besipae, di TTS dan proyek geothermal di Flores,” terang Umbu Wulang

Lebih lanjut Umbu Wulang menambahkan bahwa prinsip lain dari nilai Laudato Si adalah pertanggungjawaban atas kerusakan alam atau pengakuan dosa ekologis. Hal ini secara moril sebenarnya ditandai juga dengan pertobatan ekologis.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved