Breaking News

Liputan Khusus

Lipsus - Keputusan DKPP soal Kode Etik: Semua Anggota KPU Harus Diganti

Dalam putusannya yang dibacakan, Hasyim Asy'ari dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir.

Editor: Ryan Nong
TRIBUNNEWS.COM
Sidang Etik DKPP terkait pelanggaran kode etik Komisioner KPU RI 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Agenda pelaksanaan pesta lima tahunan, pemilihan umum tahun 2024 terus menjadi sorotan. Mulai dari dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang dilakukan anggota Komisi Pemilihan Umum(KPU), hingga puncaknya terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu yang menetapkan batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres/cawapres) paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah.

Seolah tidak berhenti, persoalan muncul kembali ketika Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari dan enam anggota lainnya melanggar kode etik karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden di Pemilu Presiden 2024.

Dalam putusannya yang dibacakan, Hasyim Asy'ari dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir. Selain itu ada anggota KPU RI lainnya yang mendapat sanksi serupa, yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Idham Holik, dan M Afifuddin, juga dijatuhi sanksi peringatan keras.

Baca juga: Lipsus - Dubes Inggris Resmikan Menara Bambu untuk Akses Internet di SBD

Baca juga: Ganjar Pranowo Tak Yakin Ketua KPU Hasyim Asyari Mau Mundur dan Meminta Maaf Pasca Putusan DKPP

Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gde Siriana menyebut buntut keluarnya putusan DKPP menegaskan bahwa agenda Pilpres tahun 2024 memang bermasalah dan tidak bermartabat.

"Maka kalau diteruskan dipenuhi dengan pelanggaran etika. Artinya Pilpres ini sudah tidak bermartabat untuk diteruskan. Tentunya penataan ulang itu merupakan kewenangan KPU dengan komisioner yang baru," tegasnya, Senin (5/2).

Menurut Siriana terkait putusan tersebut, Ketua KPU beserta enam Komisioner KPU lainnya harus diganti.

"Kalau kita mengikuti proses di MK berarti ketua KPU ini harus diganti karena melanggar etik. Bahkan mungkin semua komisioner KPU yang terlibat," kata Siriana.

Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti juga menyoroti putusan sidang etik DKPP kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari.  Menurutnya hasil putusan itu tidak berimplikasi langsung ke pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres), mengingat putusan tersebut merupakan putusan ihwal etik.

"Implikasinya ke pencalonan Gibran tidak langsung karena ini putusan etik," kata Bivitri saat dihubungi Tribun.

Namun di satu sisi hasil putusan itu masih bisa ditindaklanjuti ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai bukti hukum untuk kemudian dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) perselisihan hasil pemilu. 

Baca juga: Lipsus - Korban TPPO di Ngada NTT Terima Restitusi 

"Putusan ini bisa dijadikan dasar untuk jadi keputusan administratif dan hukum. Putusan ini bisa dibawa ke Bawaslu untuk batalkan penetapan. Bisa ke PTUN.  Nanti jadi bukti hukum yang kuat untuk dibawa ke MK pas perselisihan hasil pemilu," tambah Bivitri.

Lebih lanjut, ia juga menambahkan dari sisi konteks politik, pelanggaran etik ini jadi citra atas sahnya proses pemilihan umum presiden (pilpres) kali ini. Sebab adanya calon yang bermasalah dari sisi prosedur pendirian. "Dalam konteks politik, jelas ini menggambarkan tidak legitimatenya pilpres kali ini karena ada calon yang bermasalah," ujarnya.

 

Tak Pengaruhi Putusan

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari merespons putusan DKPP, yang menyatakan dia dan enam anggotanya melanggar kode etik terkait pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres). Hasyim menyebut keputusan itu merupakan kewenangan penuh DKPP.

"Itu kewenangan penuh dari majelis di DKPP untuk memutuskan apa pun itu, sehingga dalam posisi itu saya tidak akan mengomentari putusan DKPP," kata Hasyim.

Hasyim enggan berkomentar lebih jauh soal putusan DKPP itu. Namun dia memastikan, KPU sebagai terlapor selama ini selalu mengikuti proses persidangan di DKPP.

Selain itu KPU juga mengaku sudah memberikan keterangan dan bukti kepada DKPP.

"Ketika ada sidang diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban, keterangan, alat bukti, argumentasi sudah kami sampaikan.  Jadi apapun putusannya ya sebagai pihak teradu kami tidak akan komentar terhadap putusan tersebut karena semua komentar catatan argumentasi sudah kami sampaikan pada saat di jalan persidangan," ujarnya.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI justru menguatkan putusan pelanggaran etik Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari tak mempengaruhi putusan kelembagaan. 

“Putusan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) itu akan berkaitan dengan pribadi dari penyelenggara pemilu, jadi seharusnya tidak mempengaruhi putusan lembaga,” kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja.

Mengingat putusan soal etik ini ditangani oleh DKPP, Bagja mengaku tak bisa memberikan banyak komentar.  Sebas hasil putusan itu harus dilaksanakan oleh Hasyim dan Anggota KPU RI lainnya yang dikenai sanksi.

Dalam hal putusan telah dilaksanakan atau tidak, Bawau bertugas untuk mengawasi hal itu.  “Kami hanya melaksanakan, mengawasi, pelaksanaan putusan. Apakah sudah dilaksanakan atau belum. Kami yang biasanya akan menyurati teman KPU, apakah terhadap putusan ini sudah terlaksana apa belum, itu yang sanksinya,” pungkasnya.

Terpisah, Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Mardani Ali Sera mengapresiasi putusan DKPP RI soal pelanggaran etik Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari.  Sebab hal itu dinilai Mardani bukti ihwal penyelenggara pemilu berjalan baik dalam hal melakukan proses periksa dan timbang atau check and balance.

"Tentu mengapresiasi hasil keputusan dari DKPP, karena itu menunjukan bahwa check and balance di penyelenggara pemilu berjalan dengan baik," kata Mardani.

Ia juga percaya sanksi atas putusan itu sudah dipertimbangkan dengan baik oleh DKPP.  "Terkait dengan matriks dari sanksinya maka kami percaya DKPP sudah melakukan sesuatu dengan saksama," tuturnya.

"Ini kan memang etik ya, etika etik yang memang dasar hukumnya biasanya payung yang besar. Nah, spesifik kesalahannya perlu lebih dicari," tambah Mardani.

 

Respon TKN

Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman meyakini putusan DKPP terhadap KPU RI tidak akan mempengaruhi elektabilitas Prabowo-Gibran. Dimana dalam putusannya, DKPP memberikan sanksi tegas terakhir kepada ketua dan anggota KPU RI atas penerimaan pendaftaran Prabowo-Gibran sebagai capres-cawapres.

Habiburokhman menilai putusan itu tidak akan mempengaruhi elektabilitas Prabowo-Gibran karena berkaca pada kasus sebelumnya. Di mana, sebelumnya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Ketua MK Anwar Usman melanggar etik berat atas putusan yang akhirnya meloloskan Gibran Rakabuming sebagai cawapres.

Kata Habiburokhman, usai putusan MKMK itu elektabilitas Prabowo-Gibran justru meningkat.

"Kita ingat dulu waktu MKMK memutus bahwa Anwar Usman diberhentikan sebagai ketua, orang mengatakan akan tergerus elektabilitas Prabowo-Gibran, saat itu elektabilitas paslon 02 baru 30 persen. Dalam hitungan 2-3 bulan, meroket sekarang di angka lebih dari 50 persen," kata Habiburokhman.

Habiburokhman lantas meyakini kalau saat ini masyarakat memahami betul integritas yang dimiliki pasangan Prabowo-Gibran.Sehingga isu apapun yang menerpa pasangan nomor urut 2 itu, tidak akan berpengaruh pada masyarakat.

"Artinya ketika dikatakan elektabilitas kami akan terganggu, justru masyarakat percaya kepada kami. Masyarakat membaca putusan MKMK tersebut ternyata tidak didasari oleh argumentasi dan pembuktian yang kuat," kata dia.

Atas hal itu, Habiburokhman menilai kalau masyarakat saat ini sudah cerdas dan bijak dalam memilih calon pemimpin. Sehingga isu seperti demikian tidak akan memiliki pengaruh dalam pencalonan Prabowo-Gibran.

"Rakyat kita ini sekarang nggak bodoh, sudah cerdas, dan mereka akan jeli mencari sumber informasi, membaca, sehingga mereka membuat kesimpulan," ujar dia.

Hal senada juga disampaikan Ketua TKN Prabowo-Gibran, Rosan Roeslani yang menyebut kalau putusan ini tidak akan berpengaruh pada elektabilitas Prabowo-Gibran. Sebab kata dia, saat ini proses pemilu sudah berjalan bahkan, seluruh pasangan calon sudah berkampanye.

"Saya yakin tidak sama sekali karena ini kan juga proses yang sudah berjalan ya selama kita kampanye," kata Rosan.

 

Persoalan Serius

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menilai putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai legitimasi penetapan pasangan calon nomor urut dua, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memiliki persoalan yang sangat serius.

Hasto mengatakan, putusan DKPP ini semakin membuktikan kekuatan moral atau moral force saat ini sudah diperkuat dengan kekuatan hukum.

Terlebih, dia menyebut, DKPP sebagai lembaga yang memiliki kewenangan terhadap pelanggaran-pelanggaran etik, sehingga keputusannya tidak boleh dianggap main-main.

"Karena pelanggaran etik itu sangat serius. Dan ini menunjukkan bahwa Pemilu ini sejak awal ketika terjadi manipulasi di Mahkamah Konstitusi itu telah menjadi beban bagi Pemilu ke depan," kata Hasto.

Hasto turut menyinggung baru Pemilu kali ini, terjadi ada salah seorang calon wakil presiden (Cawapres) yang masih memiliki afiliasi secara langsung dengan pemimpin nasional, dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Sehingga dalam praktik itu menunjukkan begitu banyak persoalan. Dan keputusan dari DKPP ini menjadi legalitas dan legitimasi bahwa penetapan pasangan calon 02 memang memiliki suatu persoalan yang serius," jelas Hasto.

Lebih lanjut, Sekretaris TPN Ganjar-Mahfud ini meminta agar keputusan DKPP ini menjadi pengingat kepada KPU RI dan Bawaslu untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. Hasto lantas bicara tentang kepercayaan lokal di sejumlah daerah tentang sebuah karma. 

"Kalau suara rakyat ini dimanipulasi, itu dalam keyakinan masyarakat Jawa, termasuk Bali, atau bahkan di Lampung, di beberapa wilayah Indonesia, manipulasi suara rakyat itu implikasinya sangat luas, itu bisa 7 turunan dampaknya," ungkapnya.

Maka dari itu, politikus asal Yogyakarta ini meminta agar penyelenggara Pemilu untuk bertindak dengan adil, merdeka, independen, dan jujur.  Termasuk, bagaimana Pemilu harus mampu menghadapi berbagai tekanan-tekanan dari pihak manapun.

"Ini energi, jangan takut ketika KPU-Bawaslu menghadapi tekanan, kemudian mendapatkan berbagai konsekuensi-konsekuensi, rakyat akan membela. Sebaliknya, ketika tunduk di dalam intervensi-intervensi, maka baik secara hukum, secara etika maupun pranatan sosial, kita itu ada local wisdom yang dipercaya Rakyat bahwa tindakan-tindakan itu sangatlah berbahaya," pungkasnya. (Tribun Network/mam/mat/riz/yud/wly)
 

 

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved