Gempa Jepang

Gempa Jepang: Warga Ishikawa dan Wajima Larut dalam Duka Saat Puluhan Orang Masih Hilang 

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida memperkuat operasi penyelamatan dengan sekitar 3.600 tentara selain 1.000 tentara awal.

Editor: Agustinus Sape
REUTERS/KIM KYUNG-HOON
Puing menumpuk di sepanjang jalan Asaichi-dori, yang terbakar akibat gempa bumi di Wajima, Jepang, pada Kamis 4 Januari 2024. 

POS-KUPANG.COM - Dengan wajah tersembunyi di balik topi jerami, lelaki itu berdiri diam, mengamati beberapa petugas penyelamat yang mengenakan helm dengan hati-hati mengangkat jenazah istrinya dari reruntuhan, terbungkus plastik biru di atas tandu.

Dia menyeka wajahnya yang lelah dengan lap. Matanya merah.

Peristiwa tragis yang terjadi di kota Suzu ini terulang kembali di Prefektur Ishikawa dan wilayah sekitarnya di garis pantai barat Jepang setelah gempa berkekuatan 7,6 skala Richter yang terjadi pada hari Senin yang menghancurkan rumah-rumah, jalan-jalan yang berkelok-kelok dan rusak serta perahu-perahu yang berhamburan seperti mainan di perairan, dan memicu peringatan tsunami.

Korban tewas mencapai 84 orang pada hari Kamis.

Pejabat Ishikawa mengatakan 48 orang yang tewas berada di kota Wajima dan 23 orang di Suzu. 13 orang lainnya dilaporkan berada di lima kota tetangga. Lebih dari 300 orang terluka, sedikitnya 26 orang terluka parah.

Jumlah yang dilaporkan hilang meningkat dari 15 menjadi 79 dalam semalam, termasuk seorang anak laki-laki berusia 13 tahun. Para pejabat awalnya mengatakan 80 orang hilang tetapi kemudian mengoreksi jumlahnya.

Yang lebih parah lagi adalah orang-orang yang datang untuk merayakan tahun baru bersama orang-orang yang mereka cintai ketika gempa terjadi.

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida memperkuat operasi penyelamatan dengan sekitar 3.600 tentara selain 1.000 tentara awal. Misi mereka adalah menyediakan air bersih dan makanan hangat bagi mereka yang terkena dampak, serta menyiapkan fasilitas pemandian bagi 34.000 orang yang kehilangan tempat tinggal dan kini tinggal di fasilitas evakuasi.

Meskipun Jepang terkenal sebagai negara yang relatif dapat diandalkan dalam memberikan bantuan bencana, pasokan penting seperti air, makanan, dan selimut semakin menipis.

“Yang kami dapat hanyalah beberapa bola nasi,” kata Yasuo Kobatake yang sudah lanjut usia sambil menangkupkan tangannya pada bola nasi untuk menunjukkan betapa kecilnya makanan tersebut.

Dia tinggal bersama istrinya di sebuah sekolah dasar, sebuah pusat evakuasi dadakan. Dia hanya diberi cangkir kertas kecil, setengah berisi air yang “menghilang dalam seteguk”.

Saat bumi bergetar, Kobatake hendak memakai sepatunya untuk keluar. Dia berlari keluar rumah tanpa alas kaki hanya dengan satu kaus kaki. Getaran pertama itu diikuti oleh gempa besar yang lebih dahsyat yang menghempaskannya ke tanah. Sebuah dinding beton runtuh, nyaris mengenai dia.

Kobatake tidak bisa lagi mengakses rumahnya yang hancur.

“Jadi di sini saya bersama istri tidur berdampingan dengan yang lain (berlindung di sekolah). Kami berbicara satu sama lain dan kami mencoba untuk menyemangati satu sama lain,” katanya.

Kobatake berharap bantuan segera datang.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved