Pengungsi Rohingya
5 Kapal Lagi Berisi Pengungsi Rohingya Berlabuh di Aceh, Kata Angkatan Udara
Pihak berwenang Indonesia mendeteksi setidaknya lima perahu yang penuh sesak dengan pengungsi mendekati pantai provinsi Aceh
POS-KUPANG.COM, BANDA ACEH - Pihak berwenang Indonesia mendeteksi setidaknya lima perahu yang penuh sesak dengan pengungsi mendekati pantai provinsi Aceh, kata para pejabat pada Kamis 21 Desember 2023.
Kapal-kapal tersebut adalah yang terbaru dari gelombang kapal yang tiba di Aceh, sebagian besar membawa pengungsi Rohingya dari Bangladesh selatan, tempat minoritas Muslim yang teraniaya melarikan diri pada tahun 2017 setelah serangan militer di tanah air mereka di Myanmar.
Indonesia mengintensifkan patroli di perairannya setelah peningkatan tajam kedatangan pengungsi Rohingya sejak bulan November, kata Komandan Pangkalan Angkatan Udara Aceh Kolonel Yoyon Kuscahyono.
Dia mengatakan patroli udara mendeteksi setidaknya lima kapal pada hari Rabu memasuki perairan Indonesia, kemungkinan membawa pengungsi Rohingya.
Mereka terlihat memasuki Kabupaten Lhokseumawe, Aceh Timur, Pidie, Aceh Besar dan Sabang di provinsi Aceh utara.
Indonesia meminta bantuan masyarakat internasional pada 12 Desember, setelah lebih dari 1.500 pengungsi Rohingya tiba di wilayah Indonesia sejak bulan November.
Muslim berjumlah hampir 90 persen dari 277 juta penduduk Indonesia, dan Indonesia pernah menoleransi pendaratan seperti itu, sementara Thailand dan Malaysia menolak mereka.
Namun terdapat gelombang sentimen anti-Rohingya pada tahun 2023, terutama di Aceh, di bagian utara pulau Sumatera, tempat sebagian besar orang mendarat.
Baca juga: Berita Viral Diduga Pengungsi Rohingya Dari Aceh Lolos Masuk ke Atambua - NTT
Warga menuduh warga Rohingya berperilaku buruk dan menimbulkan beban, dan dalam beberapa kasus mereka mendorong perahu mereka menjauh.
Dengan meningkatnya tekanan pada pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mengambil tindakan, dia mengatakan Indonesia akan tetap membantu para pengungsi sementara atas dasar kemanusiaan.
Indonesia, seperti Thailand dan Malaysia, bukan negara penandatangan Konvensi Pengungsi PBB tahun 1951 yang menguraikan perlindungan hukum bagi mereka, sehingga tidak berkewajiban untuk menerimanya.
Namun, sejauh ini mereka setidaknya telah menyediakan tempat penampungan sementara bagi para pengungsi yang berada dalam kesulitan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Lalu Muhamad Iqbal mengatakan kepada wartawan pada hari Rabu bahwa pemerintah bersedia menyediakan tempat penampungan sementara bagi pengungsi Rohingya “untuk memberikan waktu bagi organisasi internasional yang memiliki mandat untuk menangani masalah ini, khususnya UNHCR, agar dapat menjalankan kewajibannya.”
Sekitar 740.000 warga Rohingya dimukimkan kembali di Bangladesh setelah meninggalkan rumah mereka di negara tetangga Myanmar untuk menghindari kampanye kontra-pemberontakan brutal yang dilakukan pada tahun 2017 oleh pasukan keamanan.
Tuduhan pemerkosaan massal, pembunuhan dan pembakaran seluruh desa telah terdokumentasi dengan baik, dan pengadilan internasional sedang mempertimbangkan apakah pihak berwenang Myanmar melakukan genosida dan pelanggaran berat hak asasi manusia lainnya.
Mayoritas Muslim Rohingya tidak diberi hak kewarganegaraan di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha dan menghadapi diskriminasi sosial yang meluas. Upaya pemulangan mereka gagal karena adanya keraguan akan keamanan mereka.
Sebagian besar pengungsi yang berangkat melalui laut berupaya mencapai Malaysia yang mayoritas penduduknya Muslim, di sebelah timur Aceh melintasi Selat Malaka, untuk mencari pekerjaan.
Penyelundup warga Rohingya
Sementara itu, Muhammad Amin (35), pengungsi Rohingya ditetapkan sebagai tersangka penyelundupan 137 orang Rohingya yang tiba di Aceh Besar pada 10 Desember 2023.
Peran Amin terungkap karena ia memisahkan diri dari kelompoknya saat kapal merapat ke pantai di kawasan Blang Ulam Aceh pada 10 Desember 2023.
Polisi menduga Muhammad Amin memiliki jam terbang yang cukup tinggi terkait penyelundupan orang. Ia diketahui pernah menjadi pengungsi dan menempati kamp penampungan eks kantor imigrasi di Lhokseumawe pada tahun 2022.

Lalu ia melarikan diri dari kamp pengungsian di Aceh dan pergi ke Dumai. Kemudian ia melanjutkan perjalanan ke Malaysia.
Di Malaysia, Amin sempat bekerja di Malaysia dan ia cukup fasih berbahasa Melayu.
Setelah itu ia kembali ke Cox's Bazaar, Bangladesh dan mengkoordinasikan orang untuk berangkat ke Malaysia, Thailand dan Indonesia agar bisa bekerja serta bisa mendapatkan uang.
Dari 11 saksi yang diperiksa oleh polisi, mereka mengaku menyerahkan uang kepada Muhammad Amin sebesar 100.000 hingga 120.000 Taka atau sebesar Rp 14 juta hingg Rp 16 juta. Uang tersebut diserahkan ke Muhammad Amin melalui orangtua dan saudara.
Oleh Muhammad Amin, uang tersebut digunakan untuk membeli kapal dan makanan. Sementara sisanya digunakan untuk kebutuhan pribadi.
"Seorang saksi berinisial MSA, yang kami periksa, mengaku membayar 100.000 Taka, atau Rp 14 juta, untuk pergi ke Indonesia, dan dijanjikan mendapat pekerjaan," ujar Kapolres.
Fahmi menilai para pengungsi ini meninggalkan kamp penampungan di Cox's Bazar Bangladesh bukan karena kondisi darurat, tapi untuk kebutuhan ekonomi dan mendapatkan penghasilan lebih.
Hal ini terlihat juga dari usia para imigran Rohingya yang didominasi usia muda.
Sementara itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Banda Aceh, Kompol Fadillah Aditya Pratama, mengatakan Muhammad Amin membawa serta istri dan dua anaknya di kapal yang berlabuh di Aceh.
"Dia juga membawa istri dan dua orang anaknya di kapal itu," kata dia. M
enurut polisi, MA kemudian menyetor uang tersebut kepada agen utama di Bangladesh untuk membeli kapal.
Sedangkan MA bersama istri dan kedua anaknya menaiki kapal itu secara gratis.
Atas tindakannya, MA dijerat menggunakan pasal 120 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keiimigrasian.
Fadillah menuturkan pihaknya masih akan mengusut lebih lanjut kasus ini. Namun sejauh ini, belum diketahui apakah MA terkait dengan jaringan penyelundupan lainnya, seperti yang tertangkap di Kabupaten Pidie, Aceh pada awal Desember lalu.
Rencananya, Polda Aceh akan menjajaki kerja sama antar-polisi dengan Bangladesh dan Malaysia terkait maraknya kasus penyelundupan manusia ini.
"Karena ini kan sudah antar-negara, dan kami tidak bisa tinggal diam. Kami butuh pengembangan karena kalau ada penyalur pasti ada penerimanya. Ada juga dugaan keterlibatan orang lokal [Aceh], dan ini baru titik awalnya," ujar Fadillah.
Kepolisian Daerah Aceh mencatat sejak tahun 2015 hingga Desember 2023 ini, sudah menangani berbagai kasus terkait imigran Rohingya dan menetapkan total 42 tersangka.
(asahi.com/kompas.com)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.