Wawancara Eksklusif

Wawancara Eksklusif dengan Savic Ali: Suara Nahdliyin jadi Penentu Kemenangan

Savic Ali tidak memungkiri bahwa suara Nahdliyin berpengaruh terhadap kemenangan pasangan calon presiden di Pilpres 2024.

Editor: Alfons Nedabang
TRIBUNNEWS.COM
Savic Ali 

Secara umur beliau (Pak Prabowo) sudah makin sepuh kalau 2014 kan masih segar, 2019 juga masih oke. Kenapa? Lagipula kan di Indonesia ini ada banyak orang yang mungkin lebih laik, atau mungkin karena kekuasaan, karena Pak Prabowo kuat, partainya kuat, pembiayaannya kuat dan segala macam.

Tapi ini kan ironis karena bahwa banyak sekali orang yang mendukung Pak Jokowi 2014-2019 karena tidak menginginkan Pak Prabowo jadi presiden sekarang Pak Jokowi membantu atau mendukung Pak Prabowo untuk jadi presiden.

Jadi buat saya ini ada agak absurd gitu tapi ya udah saya terima bahwa ini realitas politik saja dan saya sudah memutuskan membantu Pak Mahfud dan Mas Ganjar untuk meyakinkan warga Indonesia bahwa ini pasangan yang lebih laik.

Kalau menurut Mas Savic perubahan dari Pak Jokowi apa sih?

Saya pribadi jujur memberi catatan terutama di periode kedua Pak Jokowi saya bilang ini tidak cukup berhasil. Saya senang dengan periode pertama karena nggak ada ketua partai yang dijadikan menteri. Sejumlah menteri dari profesional.

Pak Jokowi punya menteri-menteri ada Bu Susi yang mungkin melakukan gebrakan kemudian sempat ada Pak Jonan saya pikir ada beberapa menteri yang etosnya kerja dan relatif bebas kandang waktu periode pertama gitu.

Karena waktu itu Pak Jokowi semangatnya tidak akomodatif kepada partai-partai. Tetapi di periode kedua pendekatannya Pak Jokowi sudah beda di periode kedua Pak Jokowi menjadikan banyak ketua partai atau petinggi partai menjadi menteri yang kemudian itu yang saya berimplikasi pada banyaknya kasus korupsi dan angkanya nggak tanggung-tanggung.

Angkanya enggak tanggung-tanggung triliun dari kasus misal BTS itu di Kominfo, ada banyak kasus-kasus yang lain juga seperti Jiwasraya, Asabri kemudian kasus infrastruktur jalan tol yang mencapai Rp1,2 triliun.

Nah saya kira pergeseran pendekatan Pak Jokowi yang mungkin lebih mementingkan stabilitas itu berdampak pada maraknya korupsi di periode kedua. Mungkin Pak Jokowi agak trauma dengan 212 dengan serangan dari Gerindra dan Demokrat yang sangat keras seperti itu sebagai oposisi.

Ada Fadli Zon, ada Fahri Hamzah yang setiap hari mungkin menyerang Pak Jokowi di periode pertama. Dan mungkin Pak Jokowi agak terganggu dengan itu dan periode kedua dia menggunakan pendekatan yang berbeda dia berusaha merangkul partai-partai ini begitu.

Bahkan Prabowo dimasukkan padahal rival di Pilpres tapi dijadikan menteri, dia berusaha agar mungkin enggak diributin dan kemudian biar situasi Itu stabil adem, dan mungkin harapannya biar enak dia bekerja karena nggak diributin.

Tapi yang terjadi kan kita tahu banyak project juga enggak sesuai harapan mungkin dan justru korupsinya merebak. Ini yang sangat disayangkan gitu loh jadi pendekatan akomodatif terhadap partai-partai justru membuat segera korupsi merebak.

Yang saya tangkap Anda kecewa dengan Pak Jokowi kemudian mendukung pencalonan Ganjar-Mahfud?

Di dalam politik saya tidak punya kekecewaan pribadi tetapi saya akan bertindak yang kira-kira mendorong ekosistem yang lebih baik. Saya sudah lama enggak kecewa dalam politik.

Tapi saya berpikir kalau sesuatu ini implikasinya buruk saya harus bekerja menahannya dan kalau sesuatu ini implikasinya baik saya akan bekerja untuk ikut mendorongnya. Jadi enggak ada urusan kecewa, saya membantu dua kali dan enggak berharap apa-apa.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved