Berita Nasional
Profil Daniel Foekh, Hakim MK Asal NTT yang Setuju Usulan Capres - Cawapres Pernah Kepala Daerah
Para hakim konstitusi yang terdiri dari 9 orang terbelah dalam tiga pendapat yakni menyetujui, berbeda pendapat dan setuju dengan alasan lain.
POS-KUPANG.COM - Dua hakim konstitusi dalam perkara gugatan batas minimal usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) memiliki alasan berbeda atau concurring opinion dalam putusan gugatan tersebut, Senin 16 Oktober 2023.
Dalam putusan perkara gugaran oleh Mahasiswa Universitas Surakarta Almas Tsaqibbirru dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan yang menguji Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan, 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membacakan putusan di Ruang Sidang Pleno MK.
Baca juga: Warga di Kupang Ucap Syukur Putusan MK Akomodir Gibran jadi Cawapres
Para hakim konstitusi yang terdiri dari 9 orang terbelah dalam tiga pendapat yakni menyetujui, berbeda pendapat dan setuju dengan alasan lain.
Dikutip dari Mahkamah Konstitusi RI, terdapat dua hakim yang memiliki alasan berbeda atau concurring opinion tapi menyetujui gugatan itu, yakni Daniel Yusmic Pancastaki Foekh dan Enny Nurbaningsih.
Adapun Daniel Yusmic Pancastaki Foekh merupakan orang pertama dari Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menjabat sebagai hakim konstitusi sejak MK berdiri.
Daniel Yusmic Pancastaki Foekh atau akrab disapa Daniel Foekh terpilih sebagai Hakim MK pada Juli 2020 lalu dengan masa jabatan hingga 2025. Ia dipilih langsung Presiden Joko Widodo menggantikan I Dewa Gede Palguna.
Daniel Foekh merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Anak kelima dari tujuh bersaudara ini punya 2 ijazah SD karena mengulang sekolah atas kemauan ayahnya.
Baca juga: BREAKING NEWS - MK Tolak Gugatan Batas Usia Capres dan Cawapres
Mulanya ia menamatkan sekolah di Kefamenanu, Timor Tengah Utara tapi kemudian bersekolah lagi di Kota Kupang, Ibukota Provinsi NTT.
Pada akhirnya, pria kelahiran Kupang 15 Desember 1964 ini menempuh pendidikan hukum sekalipun tak disetujui ayahnya. Ia mengambil pendidikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Negeri Nusa Cendana (Undana) Kupang.
Sejak 1985 Daniel Foekh menjadi mahasiswa dan aktif dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Kupang hingga lulus pada 1990.
Terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara terbit membuatnya terjun ke hukum tata negara.
Pada 1991 dia coba mengikuti tes wartawan professional di Yogyakarta namun tidak lolos. Ia lalu merantau ke Jakarta dengan tabungan dari sisa beasiswanya.
Daniel kemudian bekerja di sebuah perusahaan dan aktif mengikuti berbagai penataran yang ditugaskan GMKI dan membuatnya makin mengenal Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tinggal Ika.
Daniel Foekh selanjutnya menjalani pendidikan Strata dua Ilmu Hukum di Program Pascasarjana Universitas Indonesia pada 1995.
Kuliahnya berlangsung saat krisis moneter dan memasuki reformasi pada 1998. Pembimbing tesisnya adalah Prof. Jimly Asshiddiqie yang juga merupakan Asisten Kesra Wakil Presiden.
Daniel sempat mendapat kesempatan dan tawaran menjadi hakim saat hendak menyelesaikan pendidikan S3 sejak 2005 sampai 2010 namun selalu ditolak dengan beberapa pertimbangan.
Pada 2019 ia mengiyakan dorongan sang istri dan saudaranya untuk mendaftar pembukaan seleksi hakim MK. Dengan makalah 15 halaman berjudul 'MK Yang Ideal' Daniel pun mendaftarkan diri dan akhirnya menjadi hakim konstitusi mewakili unsur presiden.
Daniel Foekh sendiri ingin mengubah sistem hukum tata negara darurat Indonesia yang semula merupakan hukum tata negara darurat subjektif menjadi hukum tata negara darurat objektif.
Daniel Foekh menginginkan MK memiliki kewenangan untuk menilai persyaratan kegentingan yang memaksa dalam Peraturan Pemerintah sebagai pengganti undang-undang (Perpu).
Menurut Daniel sebaiknya MK tidak menguji Perpu-nya, tetapi persyaratan ‘kegentingan yang memaksa’.
Daniel memiliki istri bernama Sumiaty dan tiga anak masing masing, Refindie Micatie Esanie Foekh, Franklyn Putera Natal Foekh dan Abram Figust Olimpiano Foekh.
Ia menyelesaikan pendidikan dasar di SD Inpres Oetete II pada 1979. Selanjutnya menamatkan pendidikan menengah di SLTP Negeri II Kupang pada 1982 dan SLTA Negeri I Kupang pada 1985.
Daniel lulus S1 Ilmu HTN di UNDANA Kupang pada 1990. Pada 1995, ia kembali menyelesaikan S2 Ilmu HTN Universitas Indonesia dan pada 2005 ia menyelesaikan S3 Ilmu HTN Universitas Indonesia. (*)
Ikuti berita terbaru POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.