Berita NTT
Aset Tanah Pemprov NTT di Labuan Bajo Disita Kejaksaan Buntut Korupsi yang Rugikan Negara Rp 8,5 M
Penyitaan aset tanah itu buntut kasus dugaan korupsi pengelolaan aset milik pemerintah Provinsi NTT di Labuan Bajo yang merugikan negara Rp 8,5 miliar
POS-KUPANG.COM, Kupang - Aparat penyidik Kejaksaan Tinggi Provinsi Nusa Tenggara Timur atau Kejati NTT menyita aset tanah seluas 31.679 m2 milik pemerintah Provinsi NTT di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.
Penyitaan aset tanah itu buntut kasus dugaan korupsi pengelolaan aset milik pemerintah Provinsi NTT di Labuan Bajo yang merugikan negara Rp 8,5 miliar.
"Penyidik tindak pidana korupsi Kejaksaan Tinggi NTT telah melakukan penyitaan terhadap aset tanah Pemda NTT di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Raka Putra Dharmana dikutip dari Antara, Minggu (10/9.2023).
Baca juga: BREAKING NEWS: Kejati NTT Tetapkan Bahasili Papan Tersangka Korupsi Aset Pemprov
Baca juga: Kejati NTT Periksa 37 Saksi Terkait Dugaan Korupsi Aset Pemprov di Manggarai Barat
Penyitaan aset tanah yang di atasnya telah dibangun Hotel Plago berlokasi di Pantai Pede, Desa Gorontalo Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat dilakukan penyidik pada Sabtu (9/9).
Penyitaan yang langsung dipimpin Asisten Tindak Pidana Khusus, Ridwan Sujana Angsar turut melibatkan Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang diwakili Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah, Alexon Lumba bersama Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Propinsi NTT, Odermaks Sombu dan tim dari Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Manggarai Barat.
Penyitaan aset lahan milik Pemerintah NTT itu dilakukan berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang Nomor: 77/Pen.Pid-Sus-TPK-SITA/2023/PN Kupang tanggal 28 Agustus 2023 dengan memasang pelang penyitaan di 7 (tujuh) titik batas keliling obyek perkara seluas 31.670 m2 berupa tanah dan bangunan di kawasan Pantai Pede, Labuan Bajo.
Dalam kasus aset tanah di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Provinsi NTT juga telah melakukan penahanan terhadap empat orang tersangka.
Empat tersangka yaitu Lydia Chrisanty Sunaryo (Direktur PT Sarana Wisata Internusa), Thelma D.S. Bana (Kabid Pemanfaatan Aset/Pengguna Barang) dan Heri Pranyoto (Direktur PT Sarana Wisata Internusa), serta Bahasili Papan diketahui sebagai pemegang saham pada PT Sarana Wisata Internusa (SWI) dan PT Sarana Investama Manggabar (SIM) dan berperan sebagai pihak yang mengagas PT SWI untuk membangun dan mengelola Hotel Plago dan melakukan kerjasama dengan Pemprov NTT.
Baca juga: Kasus Pemanfaatan Aset Pemprov NTT di Labuan Bajo, Kejati Tetapkan Satu Lagi Tersangka
"Dalam kasus korupsi aset tanah milik Pemda NTT di Labuan Bajo sudah ada empat orang tersangka yang telah ditahan penyidik Kejaksaan Tinggi NTT," kata Raka Putra Dharmana.
Sebelumnya, Pemprov NTT menyerahkan sepenuhnya penanganan dugaan Korupsi pemanfaatan aset milik Pemprov NTT di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat kepada aparat penegak hukum (APH).
Kepala Badan Pendapatan dan Aset Pemprov NTT, Alex Lumba menyebut Pemprov NTT hanya memiliki satu aset yang ada di Labuan Bajo, yakni Hotel Plago.
"Aset disana itu hanya satu saja, Hotel Plago itu, (selain itu) tidak ada lagi," kata Alex, Sabtu 5 Agustus 2023 silam.
Kasus itu menurut dia sudah masuk dalam ranah hukum. Sehingga aparat penegak hukum bisa melakukan tindak lanjut sesuai dengan aturan yang berlaku dalam prosesnya.
"Pemprov NTT serahkan sepenuhnya ditangan penegak hukum," sebut dia lagi.
Baca juga: BREAKING NEWS: Jaksa Tetapkan 2 Tersangka Korupsi Aset Pemprov NTT di Labuan Bajo
Ia menyebut proses pidana kini sedang dilakukan penanganan oleh Kejaksaan sementara Perdata sedang dilakukan penggugatan di Pengadilan dan kini sedang berproses.
Salah satu pejabat Pemprov NTT yang ditahan, menurut Alex sudah tidak berstatus sebagai ASN lagi. Mantan pejabat itu sebelumnya menjabat pada bidang yang menangani pemanfaatan aset Pemprov NTT.
Menurut Alex, Pemprov NTT juga sudah melakukan pemutusan kerja sama dengan PT SIM sejak tahun 2020 lalu. Artinya hingga kini sudah ada lagi kerja sama Pemprov dan PT SIM selaku pihak yang sebelumnya mengelola kawasan itu.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) sebelumnya telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Aset milik Pemprov NTT seluas 31.670 m2; terletak di Kelurahan Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.
Kasi Penkum Kejati NTT Raka Putra Dharmana, menyebut Direktur PT. Sarana Wisata Internusa Lydia Chrisanty Sunaryo ikut tetapkan sebagai tersangka setelah sebelumnya menjadi saksi. Lydia ditetapkan berdasarkan Surat Perintah Penahanan PRINT-339/N.3.5/Fd.1/08/2023 tanggal 2 Agustus 2023.
Raka Putra menyebut tersangka diduga bersama-sama dengan tersangka Heri Pranyoto selaku Direktur PT Sarana Investama Manggabar (PT SIM), mengurus penerbitan IMB dan HGB atas nama PT SIM pada BPN Manggarai Barat.
Harusnya IMB dan HGB diterbitkan dengan masa berlaku 25 tahun, namun dalam proses pengurusan itu kedua tersangka justru melakukan pengurusan hingga 30 tahun dan tidak sesuai dengan perjanjian kerja sama.
Tersangka Lydia Chrisanty Sunaryo juga disangka melanggar ketentuan Primair: Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Setelah pemeriksaan pada Rabu sore, Lydia Chrisanty Sunaryo langsung ditahan penyidik di Lapas Wanita Kupang. Ia ditahan setelah ikut diperiksa kesehatannya. Lydia Chrisanty Sunaryo ditahan selama 20 hari ke depan.
Sebelumnya Kejati NTT menetapkan Thelma D.S Bana selaku Kabid Pemanfaatan Aset (Pengguna Barang) pada Dinas Aset dan Pendapatan Daerah Pemprov NTT dan Heri Pranyoto selaku Direktur PT. SIM.
Dua tersangka ditetapkan pada Senin 31 Juli 2023 di Kantor Kejati NTT usai melakukan rangakaian pemeriksaan. Tersangka sebelum dibawa ke rutan, dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh tim medis.
Keduanya diduga melanggar ketentuan Primair: Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Subsidair Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Terhadap kedua tersangka langsung dilakukan penahanan oleh penyidik di Rumah Tahanan Negara Kelas II Kupang dan di Lapas Wanita sejak hari ini sampai dengan 20 hari ke depan," kata dia, Senin sore.
Raka Putra sehari setelah penetapan Lydia pada Rabu 2 Agustus 2023, menyebut sudah ada belasan saksi yang diperiksa, baik dari pejabat hingga mantan pejabat Pemprov NTT. Pemeriksaan saksi guna melengkapi berkas para tersangka yang sudah ditahan.
Menurut dia, penyidik juga terus mendalami peran para saksi dalam kasus ini, dan tidak menutup kemungkinan untuk ditetapkan sebagai tersangka.
“Dari hasil pemeriksaan saksi-saksi saat ini, memang terlihat ada potensi tersangka baru. Tim penyidik akan kembali melakukan gelar perkara untuk penetapan tersangka baru,” kata Raka Putra.
Menurutnya, sesuai hasil penyidikan saat ini, penyidik telah menilai dan menemukan ada pihak lain yang juga patut dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Penyidik juga terus merampungkan berkas perkara ketiga tersangka, dengan mengagendakan pemeriksaan tambahan.
Kasus ini bermula pada tahun 2012 saat Kementerian Pariwisata, Seni dan Budaya menghibahkan dua bidang tanah milik Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya Provinsi NTT kepada Gubernur NTT dengan Sertifikat Hak Pakai Nomor 3/Gorontalo/2012 seluas 17.286 m2 dan Nomor 4/Gorontalo/2012 seluas 14.384m2 di Kabupaten Manggarai Barat.
Selanjutnya, pada tanggal 23 Mei 2014, Pemprov NTT mengadakan PKS BGS tanpa melalui tender kepada PT Sarana Investama Manggabar Nomor: HK 530 tahun 2014, Nomor: 04/SIM/Dirut/V/14 tentang pembangunan hotel dan fasilitas pendukung lainnya di atas tanah milik Pemprov NTT seluas 31.670m2 di Kabupaten Manggarai Barat, dengan syarat-syarat pihak I memberikan tanah seluas 31.670 m⊃2; kepada pihak II, dan merekomendasikan pemberian HGB kepada pihak II.
Kemudian, jangka waktu kerja sama selama 25 tahun terhitung sejak tanggal beroperasi. Kontribusi diberikan oleh pihak II kepada pihak I sebesar Rp255.000.000 setiap tahun berjalan. Lalu, pihak II dapat menjaminkan HGB untuk suatu hutang pihak II pada salah satu bank/lembaga keuangan lainnya atas persetujuan dari pihak I.
Nilai kontribusi sebesar Rp 255 juta, setiap tahun ditentukan oleh Imanuel Kara dan Thelma D.S. Bana yang seharusnya dilakukan oleh tim yang ditunjuk oleh gubernur dengan melibatkan tim penilai aset atau appraisal.
Setelah perjanjian ditandatangani, pada tahun 2016 ditindaklanjuti oleh para pihak, yaitu pihak I Pemprov NTT mengajukan permohonan hak pengelolaan (HPL) atas tanah tersebut ke BPN Manggarai Barat dan terbitlah Sertifikat Nomor 00002/Gorontalo tanggal 22 April 2016 atas nama Pemprov NTT, selanjutnya diserahkan kepada pihak II PT SIM untuk pengurusan HGB.
Setelah perjanjian ditandatangani, pada tahun 2016 ditindaklanjuti oleh para pihak, yaitu pihak I Pemprov NTT mengajukan permohonan hak pengelolaan (HPL) atas tanah tersebut ke BPN Manggarai Barat dan terbitlah Sertifikat Nomor 00002/Gorontalo tanggal 22 April 2016 atas nama Pemprov NTT, selanjutnya diserahkan kepada pihak II PT SIM untuk pengurusan HGB.
Pihak II PT SIM mengajukan IMB ke Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Manggarai Barat, dan terbitnya IMB Nomor: BPMPP.503.640/IMB/038/XII/2016 tanggal 5 Desember 2016 atas nama Heri Pranyoto, SE.AK., PT SIM untuk membangun sarana wisata terpadu atau taman rekreasi dan wisata publik.
Berdasarkan PKS Nomor HK530 tanggal 23 Mei 2014, Lydia Chrisanty Sunaryo dan Heri Pranyoto dibantu Jantje Tuwera yang merupakan mantan Kepala BPN NTT, mengusulkan penerbitan IMB atas nama PT SIM.
Kepala BPN Manggarai Barat saat itu I Gusti Made Anom Kaler atas risalah pemeriksaan yang dibuat oleh Budi Sidik Raharjo dan Caitano Soares, menerbitkan IMB selama 30 tahun, bukan 25 tahun sesuai masa berlaku BGS.
Setelah menerima IMB, pada Januari 2021, PT SIM membangun hotel, bukan dalam bentuk sarana wisata terpadu (taman rekreasi) dan wisata publik sesuai IMB yang diterima. Hal tersebut terjadi karena pengajuan IMB tidak dilampiri gambar rencana arsitek/gambar struktur dan perhitungan struktur untuk bangunan bertingkat yang lengkap dan sah.
Kemudian, pada tahun 2021 terdapat temuan tim auditor BPK bahwa nilai kontribusi kerja sama tersebut sangat rendah, sehingga disarankan untuk melakukan revisi terhadap perjanjian tersebut, namun tidak ada tanggapan dari PT SIM. Kemudian, Pemprov NTT melakukan pemutusan hubungan kerja, namun HGB dan IMB masih atas nama PT SIM. (ant/fan/ian)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lain di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.