Berita Nagekeo
Hadiri Ritual Adat Yegha, Kapolsek Mauponggo Sebut Beberapa Poin Larangan Bantu Tugas Polri
ritual adat Yegha merupaian ritual adat yang mengatur tentang pola hidup masyarakat baik dalam hubungannya dengan sesama manusia
Penulis: Thomas Mbenu Nulangi | Editor: Eflin Rote
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Tommy Mbenu Nulangi
POS-KUPANG.COM.COM, MBAY - Masyarakat adat dari tiga suku yakni Suku Keo, Suku Munde dan Suku Lui melaksanakan upacara adat Yegha di tanah ulayat Suku Keo yang meliputi Kampung Keo, Kampung Munde, dan Kampung Lui di wilayah Desa Wolotelu, Kecamatan Mauponggo, Kabupaten Nagekeo, Rabu 9 Agustus 2023.
Kapolsek Mauponggo, Ipda Yakobus K Sanam, SH bersama dengan bersama Camat Mauponggo, Danramil 1625-04 Mauponggo, Kepala Desa Sawu, Kepala Desa Lokalaba, Lurah Mauponggo, tokoh adat, dan masyarakat yang masuk dalam ulayat Keo, Munde, dan Lui juga hadir dalam ritual adat tersebut.
Untuk diketahui, ritual adat Yegha merupaian ritual adat yang mengatur tentang pola hidup masyarakat baik dalam hubungannya dengan sesama manusia maupun dalam hubungan dengan lingkungan alam dan memuat larangan adat serta sanksi-sanksi yang apabila nantinya dilanggar maka akan dikenakan sanksi sebagaimana telah tertuang dalam rancangan perdes yang telah dibuatkan secara tertulis.
Tujuannya supaya masyarakat menyadari pentingnya nilai-nilai adat sebagai aturan hukum adat yang berkekuatan hukum untuk mengatur pola hidup masyarakat baik dengan sesama maupun hubungan dengan alam dan juga sebagai upaya untuk melestarikan kebudayaan warisan leluhur dan lingkungan, sehingga diharapkan dapat diwariskan dari generasi ke generasi.
Kapolsek Mauponggo, Ipda Yakobus K. Sanam memberikan apresiasi kepada kepala Desa Wolotelu atas upaya yang luar biasa dengan menginisiasi diadakannya kegiatan acara adat Yegha yang sangat positif dan berdampak pada kepentingan banyak orang. Menurutnya, ritual adat Yegha tersebut juga berdampak pada tugas Polri untuk menciptakan sitkamtibmas yang aman nyaman dan damai serta kondusif karena ada beberapa point dalam larangan Yegha tersebut yang telah mengakomodir beberapa perbuatan pidana yang ada pada hukum tertulis yang tercantum dalam Yegha adat tersebut.
Yakobus menjelaskan, menurut pasal 1 ayat 3 UUD 1945, negara Indonesia adalah negara hukum. Ditinjau dari bentuknya, ada dua hukum di negara Indonesia yaitu hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Hukum tertulis dibuat oleh pejabat yang berwenang berupa UU sampai peraturan desa sedangkan hukum tak tertulis sebagaimana dalam pasal 18B ayat 2 dan pasal 182 ayat 3 UUD 1945 salah satunya adalah hukum adat seperti yang disaksikan hari ini yaitu berupa adat Yegha/larangan adat.
Menurutnya, hukum tidak tertulis diakui keberlakuannya di Negara Indonesia sebagai hukum yang hidup dan mengikat serta memiliki sanksi yang harus dipatuhi ditaati dan dilaksanakan oleh semua masyarakat adat yang ada di desa adat tersebut. Karena itu Polri khususnya Polsek Mauponggo sangat mendukung kegiatan adat ini karena membantu polri dalam menciptakan sitkamtibmas yang aman dan damai.
"Harapannya agar larangan adat berupa Yegha adat ini yang sudah dalam bentuk rancangan perdes bisa disepakati bersama untuk menjadi perdes sehingga menjadi hukum tertulis. Dan juga hal yang sama bisa ditiru oleh semua Desa yang ada di Kecamatan Mauponggo ini. Prinsipnya Yegha adat berupa perdes tersebut nantinya tidak bertentangan dengan hukum tertulis," ungkapnya.
Adapun beberapa poin Yegha atau larangan adat yang disepakati bersama yaitu dilarang merusak lingkungan, dilarang berburu hewan liar, dilarang membuang sampah, dilarang membuang air besar di sepanjang kawasan pantai, dilarang merusak fasilitas umum, dilarang mengikat hewan di tempat fasilitas umum, dilarang membuat keributan, dilarang mengambil hasil kebun orang lain, dilarang mengambil ternak milik orang lain, dilarang mencuci kendaraan di pinggir jalan, dilarang bermain kartu pada siang hari terkecuali pada malam hari pada saat kematiaan/kedukaan di rumah duka dan tempat daging di wilayah Desa Wolotelu, dan juga pemberlakuaan Lere Iye (larangan berkebun/bekerja) satu hari setelah penguburan.
Ketentuaan yegha ini berlaku bagi seluruh masyarakat di Desa Wolotelu maupun bukan penduduk yang ada di desa Wolotelu. Larangan adat Yegha tersebut juga sudah termuat dalam Rancangan Peraturan Kepala Desa Wolotelu Nomor 2 tahun 2023 tentang Yegha Adat yang mana Ranperdes tersebut akan dibahas dan ditetapkan dalam peraturan kepala Desa Wolotelu. (tom)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lain di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.