KKB Papua
Atas Nama Satu Bangsa Satu Lautan, Gempar Minta Dukungan Papua Tentukan Nasib Sendiri
Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat Papua atau disingkat Gempar meminta semua pihak agar mendukung Papua untuk menentukan nasib sendiri.
POS-KUPANG.COM - Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat Papua atau disingkat Gempar meminta semua pihak agar mendukung Papua untuk menentukan nasib sendiri.
Seruan itu disampaikan mahasiswa, pemuda dan rakyat Papua dari tujuh wilayah adat, saat menggelar aksi unjuk rasa di Lingkaran Abepura, Jayapura, sebagaimana dilansir Pos-Kupang.Com dari TribunPapua.Com, Kamis 10 Agustus 2023.
Aksi itu dilaksanakan untuk mengenang Hari Internasional Masyarakat Adat 2023, yang digelar di Lingkaran Abepura, Kota Jayapura, Rabu 9 Agustus 2023.
Dalam mombar bebas tersebut, Gempar mengusung sipirit: "Papua Bukan Tanah Kosong", "Hutan Papua Bukan Utang Negara".
Aksi Hari Internasional Rakyat Pribumi tersebut, diperingati setiap tanggal 9 Agustus, sejak tahun 2007 hingga tahun 2023 ini.
Momen itu merupakan hari istimewa masyarakat Adat di seluruh dunia dalam rangka meningkatkan kesadaran akan kebutuhan serta perlindungan hak-hak dasar masyarakat adat.
Dalam aksinya, Koordinator Umum Aksi, Yokbet Felle mengatakan, mimbar bebas yang digelar itu merupakan wujud dari kepedulian terhadap masyarakat adat yang hingga saat ini masih eksis.
Ada pun pesan yang disampaikan masyarakat adat pada momen istimewa tersebut, adalah "Kami Melawan, Kami Menjaga Tanah, Kami Menyelamatkan Bumi".
Dikatakannya, walaupun ke kepemilikan tanah dan hutan adalah hak laki-laki namun perempuan adalah pengelola dan yang memiliki hubungan lebih erat dengan tanah, air, sumber daya alam.
"Ini tanah air milik kita, dan kami terus berusaha untuk memberikan perlawanan untuk mempertahankannya," ujarnya berapi-api.
Sementara itu, anggota GempaR Papua, Vara Yaba juga angkat bicara. Ia menyuarakan persoalan yang terjadi di daerahnya.
Ia mengatakan, hingga saat ini masyarakat adat menolak pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan. Sebab pembangunan itu berdampak buruk bagi sumber pengetahuan tentang adat.
Lokasi pembangunan gedung kantor gubernur itu, katanya, adalah daerah sakral. Jika terus dipaksakan untuk dibangun, maka akan berdampak buruk terhadao kehidupan ekonomi. Lebih dari itu, lanjut dia, pembangunan gedung kantor di tempat itu akan memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat.
"Kami harap tokoh yang melakukan kepentingan di Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan dapat berhenti karena itu adalah tanah milik marga bukan milik suku dan klan," katanya.
Gempar Papua juga menyerukan slogan, Papua bukan tanah kosong. Ini tanah air milik kita, milik publik Papua yang berkulit hitam, rambut keriting, ras negroid dan rumpun Melanesia.
Baca juga: Dulu Kampung Goliat Tabuni Ini Jadi Markas KKB Papua, Tapi Sekarang Semua Sudah Berubah
Sementara dalam peryataan sikapnya, Gempar Papua menyampaikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Mengutuk Antek-antek Jakarta yang melakukan perampasan Tanah Adat Suku Hubula Klen Wio, Welesi dan Asso-Lokobal atas nama Pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan Tengah seluas 108 hektar.
2. Mendukung penuh Sikap Perlawanan terhadap PT. Indo Siana yang mengeksploitas 36.094 hektar Suku Awyu Marga Moro.
3. Menolak dan Mengutuk Perampasan Tanah Adat yang terjadi di Wilayah Adat Namblong, oleh PT. Permata Nusa Mandiri. Serta mendesak Pemerintah Kabupaten Jayapura, untuk segera menutup perusahaan tersebut sesuai SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No: SK.01/MENLHK/ SETJEN/ KUM.1/1/2022. Sebab PT. PNM masih secara illegal, merampas Hutan Adat Masyarakat Namblong seluas 70 hektar sejak Januari-Juni 2022.
4. Menolak dan Mengutuk PT. Nuansa Lestari Sejahtera, yang sedang merusak 1650 hektar Tanah Adat Masyarakat Kebar di Tambrau, dengan rincian 550 hektar di Distrik Kebar Timur, 550 Hektar di Distrik Kebar Tengah, dan 550 Hektar di Distrik Kebar Barat;
5. Mengutuk Pemerintah Daerah Kabupaten Tambrauw yang selama ini menjadi kaki tangan PT. Nuansa Lestari Sejahtera, dalam merusak tatanan masa depan masyarakat Adat Tambrauw. Serta mendesak Pemda Kab. Tambrauw untuk mencabut MoU Kerjasama dengan PT. NLS.
Serta MENDESAK Pemerintah Kabupaten Tambrauw agar SEGERA mengakui Hak Masyarakat Adat sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Tambrauw No. 5 Tahun 2018, serta menjungjung tinggi nilai Hutan Adat Tambrauw sebagai wilayah konservasi sejak tahun 2011. Guna menghentikan intervensi Investasi Perusahaan manapun yang hanya merusak masa depan Hutan Adat serta Tatanan Sosial Masyarakat Adat Tambrauw.
6. Menolak Rancangan Pembangunan Bandara Antariksa Biak, yang mengeksploitasi 100 Hektar Lahan Adat Masyarakat Adat Byak. Dan mendukung penuh sikap Masyarakat Adat Suku Byak, serta menolak Dewan Adat Tandingan Buatan Pemerintah yang hanya memecah bela rakyat Adat Papua di Byak.
7. Menolak Rancangan Daerah Otonomi Baru (DOB), Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan Tengah, serta usulan paksa Pemerintahan Daerah Biak tentang Kepulauan Pulau Utara (Saireri).
8. Menolak Deregulasi Undang-Undang Otonomi Khusus 21 Tahun 2001, menjadi UU. 2 Tahun 2021, yang merupakan praktek kolonisasi dan anti demorasi sebab mengabaikan protes rakyat Papua melalui Petisi Rakyat Papua (PRP) Tolak Otonomi Khusus Jilid II, dengan 122 Organisasi dan 718.179 suara Tolak Otsus.
9. Pemerintah Indonesia segera memberikan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi Rakyat Papua sebagai Solusi Demokratis, demi keadilan Iklim Dunia serta mengakhiri pengrusakan satwa, lingkungan hidup, hutan dan Mayarakat Adat Papua sebagai satu kesatuan Masyarakat Adat Dunia.
10. Mendukung Penuh Sikap Masyarakat Adat di Filipina dan Myanmar dalam melawan kekuasan dictator yang korup dan anti demokrasi. Serta mendukung sikap sama kepada Masyarakat Adat di India.
Baca juga: Warga Tumpah Ruah di Mulia-Puncak Jaya, Bukan Gegara KKB Papua, Tetapi Karena Aksi Ini
11. Atas Nama Satu Bangsa, Satu Lautan dan Satu Perjalanan, kami mendukung penuh sikap Rakyat Pasifik di Hawai, Tonga, dan Kanaki dalam melawan penghentian Pembangunan Pangkalan Militer serta Latihan Perang oleh Amerika dan Sekutunya, yang berdampak pada eksistensi Rakyat Pribumi, ekosistem laut dan kerusakan iklim.
12. Atas Nama Kemanusiaan dan Keadilan Iklim Dunia, kami menyerukan sikap yang sama dengan seluruh rakyat tertindas dunia untuk mendesak Kapitalis dan Imperialisme Global (Amerika-Rusia) segera hentikan Perang dan Alutista yang hanya merusak keseimbangan iklim dunia. (*)
Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.