Renungan Kristen

Pendidikan Menuntun Kepada Hikmat dan Kehidupan Bukan Gelar dan Jabatan

Banyak orang bisa mendapat gelar dan jabatan karena pendidikannya, tetapi belum tentu mereka berhikmat dan bijaksana.

Editor: Ryan Nong
POS-KUPANG.COM/ISTIMEWA
Renungan Pdt Dina Dethan-Penpada 

Renungan oleh Pdt. Dina Dethan-Penpada, M.Th.*


POS-KUPANG.COM - Pendidikan menuntun kepada hikmat dan kehidupan, dan bukan kepada gelar dan jabatan. Sebab sesungguhnya jiwa dari pendidikan membuat orang menjadi berhikmat dan bijaksana.

Banyak orang bisa mendapat gelar dan jabatan karena pendidikannya, tetapi belum tentu mereka berhikmat dan bijaksana.

Para teroris dan pembuat bom, bukanlah orang bodoh, karena mereka bisa merangkai bom dengan begitu rumit, tetapi apakah karena kepandaian yang mereka miliki untuk merakit bom demi membawa kehancuran bagi orang lain bisa dipandang sebagai sebuah hikmat? Tentu saja tidak. Sesungguhnya pendidikan itu untuk memperoleh hikmat.

Saya saya ingat sebuah pepatah Latin yang mengatakan: 'Non scholae, sed vitae discimus'. Secara harafiah berarti belajar bukan untuk sekolah, melainkan untuk hidup.

Baca juga: Renungan Kristen Selasa 28 Maret 2023, Yesus Jalan dan Kebenaran dan Hidup

Baca juga: Renungan Harian Kristen Selasa 1 Agustus 2023, Ingatlah Siapa Yang Mengangkatmu

Baca juga: Renungan Harian Kristen Senin 31 Juli 2023, Rayakan Kehidupan

Artinya, belajar bukan semata-mata untuk mendapat nilai atau lulus, atau untuk mendapat gelar, untuk dihormati, tetapi pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia seutuhnya baik jasmani maupun rohani sehingga mampu memajukan mutu kehidupan.

Karena itu di dunia modern sekarang ini, IO bukan satu-satunya ukuran kepintaran seseorang, tetapi ada aspek-aspek lain yaitu aspek emosional, aspek spiritual atau rohani juga mesti mendapat perhatian, sehingga seseorang bukan saja pandai, tetapi juga berhikmat.

Tanpa hikmat, maka maka bisa saja seseorang pintar, tetapi kepintarannya dipakai untuk melakukan kejahatan seperti teroris.

Ada banyak orang yang punya ijazah, gelar, tapi tidak bisa buat apa-apa. Banyak orang terjebak untuk mengejar ijazah palsu, dan sekolah pada universitas juga abal-abal.

Jadi kalau tema ini, katakan pendidikan untuk memperoleh hikmat, maka kita sepakat bahwa pendidikan saja tidak cukup. Pendidikan hendaknya menuntun kita memperoleh hikmat.

Apa itu hikmat? Sederhananya, menjadi bijaksana atau bertindak bijaksana supaya bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jahat menurut kehendak Tuhan.

Dalam Amsal 2 :1-22 bacaan kita, berisi pengajaran guru-guru hikmat tentang hal penting yang harus dipenuhi murid-murid/orang-orang beriman untuk mendapatkan manfaat hikmat.

Bahwa untuk memperoleh manfaat hikmat, ada dua syarat yang harus dimiliki seorang murid (yang disapa dengan kata-kata “hai anakku”), yakni pertama kesediaan (lihat ayat 1) dan kedua kesungguh-sungguhan (ayat 2-4).

Mari kita dalami satu-satu lebih jauh. Hai anakku, jikalau engkau menerima kata-kataku, dan perintah-perintahku dan menyimpan dalam hati.

Baca juga: Renungan Harian Kristen Sabtu 29 Juli 2023, Menjadi Keledai Tuhan

Baca juga: Renungan Harian Kristen Jumat 28 Juli 2023, Berdoa Sampai Tuhan Datang

Bagi masyarakat Israel kuno, hati adalah bagian yang terdalam dari manusia, bukan saja menjadi pusat pertimbangan dan keinginan, tetapi juga merupakan sumber pengetahuan moral. Karena itu di dalam hatilah pengajaran hikmat itu dipelihara dan dipertimbangkan.

Jika seorang murid bersedia menerima dan memeliharanya di dalam hati, maka sikap hidup dan seluruh tingkah laku si murid juga dikontrol oleh pengajaran tersebut. Jadi hati sebagai pengontrol kehidupan seseorang.

Tuntunan berikut bagi seorang murid adalah kesungguhan (ayat 2). Kesungguhan ditunjukkan melalui pemusatan perhatian dan pendengarannya kepada hikmat itu, termasuk menaati yang didengar oleh telinga

Dalam kitab Amsal, “telinga” digunakan bukan saja sebagai organ pendengarannya tetapi juga kepatuhan. Kesungguhan di dalam menuntut hikmat itu secara khusus diperlihatkan lagi pada ayat 4 secara baik sekali bahwa “Jikalau engkau mencarinya seperti perak dan engkau mengejarnya seperti harta terpendam”.

Hikmat tidak hanya perlu dicari, tetapi juga harus dikejar dengan sungguh-sungguh, dengan tekun, gigih, pantang menyerah, berdisiplin, dan berkesinambungan, seperti mencari perak dan mengerjar harta terpendam yang berharga.

Berulang-ulang penulis kitab Amsal menekankan bahwa hikmat itu lebih berharga dari perak dan emas. Hal tersebut mau menggambarkan betapa sulitnya memperoleh hikmat itu.

Mengejar hikmat sesungguhnya adalah mengejar berkat yang disediakan Tuhan bagi manusia beriman (Ayat 5-22). Berkat-berkat bagi orang-orang yang memperoleh hikmat adalah pertama menuntuk orang menjadi takut Tuhan.

Takut akan Tuhan sehingga terpelihara dari kejahatan sepanjang perjalanan hidup (ayat 5-8); Penegasan ini sudah dikatakan dalam Amsal 1:7 : takut akan Tuhan adalah permulaan hikmat.

Memperoleh kekuatan untuk lepas dari masalah yang dihadapi. Kekuatan itu dipakai Tuhan untuk memberi kelepasan, pertolongan, dan keberhasilan. Kekuatan itu melindungi yang jujur. Kedua menjadikan orang beriman memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dari yang jahat sehingga dapat mengelakkan diri dari dosa (ayat 11).

Baca juga: Renungan Harian Kristen Rabu 26 Juli 2023, Dewa Mamon

Baca juga: Renungan Harian Kristen Senin 24 Juli 2023, Janganlah Berdalih

Orang beriman yang dilukiskan oleh penulis Amsal sebagai “murid” akan memiliki manfaat hikmat yang disebutkan pertama dan kedua tersbut yang menutun dia untuk lepas dari pengaruh “jalan jahat”.

Tuhan juga mengaruniakan yang berikutnya, kita sebut saja berkat ketiga (3) yakni keinginan untuk menjauhi orang jahat dan bergaul dengan orang yang benar dan baik (ayat 12-15, dan 20); dan berkat ke empat yakni menjauhi kebejatan seksual (ayat 16-19).

Makna dari kata “rumahnya” pada ayat 18a, bukan semata-mata tempat tinggal seorang pelacur itu. tetapi, “rumahnya” menujuk kepada sang pelacur itu sendiri. Dan berkat kelima adalah Memperoleh berkat-berkat yang dijanjikan Allah berupa Tanah dan kenyaman hidup (ayat 21 dan 22).

"Orang berhikmat akan tinggal di tanah“, ungkapan ini memiliki dua makna, pada satu pihak kata tanah menujuk pada “bumi”. Orang yang takut Tuhan dan berhikmat akan menjalani kehidupan dengan tenang di bumi. Pada pihak lain menunjuk kepada Perjnajian Allah kepada para bapa leluhur Israel.

Allah menganugerahkan Tanah Perjanjian kepada Abraham dan keturunannya sebagai milik abadi (Kejadian 15:8-21). Tuhan memberikan anugerah ini kepada Abraham sebagai hadiah atas ketaatannya.

Tetapi meskipun tanah itu diberikan, Israel dituntut untuk hidup dalam kebenaran di hadapan Allah untuk menikmati manfaat dari tinggal di tanah itu (Ulangan 30:15-20).

Jadi, mereka yang berjalan di jalan yang baik akan termasuk dalam berkat yang dijanjikan kepada umat Allah, pewaris janji kepada Abraham, Yakub, Musa, Daud, dan yang lainnya. Orang yang tidak bersalah akan tetap tinggal di dalamnya, yaitu di tanah. Tuhan telah berjanji bahwa jika Israel memilih jalan kehidupan, mereka akan diberkati dan terus tinggal di tanah itu.

Sebaliknya Perilaku orang Fasik (tidak berhikmat) akan dipunahkan dari tanah itu. Pengkhianat akan dibuang (Ams 2:22). Jadi hidup berhikmat sebenarnya adalah hidup dalam batas pagar kebenaran Tuhan. Orang yang berhikmat bertekun untuk hidup dalam batas pagar.

Sebaliknya, orang yang tidak berhikmat melintasi batas pagar dan akhirnya terjatuh ke dalam dosa. Kadang kita tergoda untuk melewati batas pagar “sedikit saja.”

Kita mulai berbohong dan membelokkan kebenaran. Kita melakukan hal yang salah dan menyebutnya sebagai suatu “kesempatan”.

Hidup dalam batas pagar akan menjamin kedisiplinan dan kedewasaan. Kita sendirilah yang menetapkan batasnya berdasarkan firman Tuhan dan kita sendirilah yang tahu bila kita melanggarnya. Jika kita telah telanjur salah melangkah, berhenti dan berbaliklah. Berhenti sekarang akan lebih baik daripada berhenti kemudian. Orang yang berhikmat dan takut akan Tuhan adalah orang yang berani berhenti dan kembali masuk ke dalam pagar yang telah dibuat Tuhan untuknya (ayat 20 dan 21).

Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita agar menerima yang baik dan menolak yang jahat dan jangan berkompromi. Sebab kalau salah menerima didikan yang baik, akan terjerat dalam kejahatan.

Banyak ortu, guru, kakak, yang stress dengan gaya anak-anak sekarang yang menolak untuk ditegur, tidak mau menerima didikan. Hidup masih bergantung pada ortu, tapi tidak mau ditegur. Anak-anak sekarang kalau disuruh duduk untuk dinasehati orangtua, seperti duduk di kursi panas. Tapi kalau dapat info baru yang meskipun dia tahu itu jahat, tapi dia bilang, „tolong share lengkap dan terus bagaimana“.

Banyak orangtua yang tidak berhikmat. Tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik menurut kehendak Tuhan. Sehingga ada kata bijak yang mengatakan: “Menjadi tua itu adalah kepastian, menjadi dewasa itu adalah pilihan” Artinya orang yang sudah tua belum tentu dewasa, belum tentu berhikmat. Itu sebuah pilihan. Mau berhikmat, berarti mesti berusaha berjalan ikut Tuhan punya mau, walaupun sulit, namun itu adalah pilihan yang ditetapkan.

Dunia kita tiap saat menawarkan, dan terus menawarkan hal-hal jahat. Jangan heran dunia saat ini dipenuhi kejahatan, bahkan Indonesia dinyatakan sebagai negara darurat kekerasan seksual. Narkoba, pencurian dsnya dimana semua ini membuktikan bahwa negara kita berada dalam situasi dan harus mendapat perhatian serius.

Hari ini selain kita merayakan bulan Pendidikan di minggu terakhir, kita juga bersyukur oleh karena Tuhan memberkati jemaat ini dengan tanah dan hasil yang melimpah. Berkat ini dialami sebagai bagian dari ketentraman hidup di tanah yang Tuhan berikan. Bukti Tuhan memelihara. Ada banyak orang tidak memiliki tanah untuk tinggal, apalagi usaha pertaian. Hari ini kita bersyukur untuk penyertaan Tuhan.

Jadi Kembali ke Thema, kalau Pendidikan yang kita dapat baik itu formal, mulai dari TK/PAUD.SD- hingga kepada Perguruan Tinggi dalam jenjang S1-S3, maka hendaknya menuntun kita untuk berhikmat. Bukan sebaliknya. Jika tidak berhikmat maka hidup akan jauh dari berkat-berkat yang dijanjikan Tuhan. Bahkan akan mendapat hukuman atau ganjaran dari NYa. Tuhan berkati kita dengan FirmanNya. Amin. (*)


*)
Pdt. Dina Dethan-Penpadamerupakan Kepala Personil Majelis Sinode GMIT Kupang.

**) Khotbah pada kebaktian Minggu dan Perayaan Syukur Panen, 30 Juli 2023 di Jemaat Alfa Omega Labat, Klasis Kota Kupang.


Ikuti berita terbaru POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved