Berita NTT
Urai Permasalahan Jelang Pemilu 2024, Bengkel APPEK Gandeng ICW Gelar Diskusi Publik
Tujuan diselenggarakan diskusi publik tersebut, kata Yohanis guna mengurai permasalahan-permasalahan menjelang Pemilu 2024 mendatang bersama publik.
Penulis: Ray Rebon | Editor: Eflin Rote
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Dalam mengurai permasalahan menjelang Pemilu 2024 mendatang, Bengkel APPeK NTT bekerja sama dengan Indonesia Corruption Watch ( ICW ) menggelar diskusi publik.
Kegiatan tersebut berlangsung di Resto In & Out/ X2 Famili, Kota Kupang, Kamis 27 Juli 2023 dihadiri 28 peserta; baik dari Pengurus DPW, DPC Parpol, Organisasi Mahasiswa dan Akademisi.
Kegiatan tersebut menghadirkan tiga narasumber yakni, Seira Tamara selaku bagian Devisi Korupsi dan Politik ICW, Yosafat Koli selaku, Komisioner KPU NTT, Yohanis Jimy Nami dan Dr. Laurensius P. Sayrani selaku Koordinasi Divisi Riset dan Pengembangan Bengkel APPek NTT.
Baca juga: Cegah Penyebaran Berita Hoax Jelang Pemilu 2024, Polres Sabu Raijua Gelar Dialog Bersama Jurnalis
Tujuan diselenggarakan diskusi publik tersebut, kata Yohanis guna mengurai permasalahan-permasalahan menjelang Pemilu 2024 mendatang bersama publik.
Menurutnya, gelaran pesta demokrasi lima tahunan ini, tidak akan lama lagi digelar ditahun 2024.
Namun, kata dia momentum sirkulasi elit kekuasaan ini, masih menyisakan setumpuk persoalan, baik yang dikarenakan penyelenggara maupun peserta pemilu itu sendiri.
Dirincikan bahwa perlu menyelaraskan dengan peraturan perundang-undangan, partai politik sebagai peserta pemilu belum sepenuhnya berbenah, terutama menyangkut transparansi dan akuntabilitas keuangan.
Baca juga: Kajati NTT Harap Semua ASN Netral Dalam Pemilu
Dijelaskan bahwa, partai politik sendiri menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) jelas merupakan badan publik.
Oleh karena itu, menurut dia sebagai badan publik, partai wajib mengumumkan dan menyediakan informasi publik secara berkala, salah satunya menyangkut laporan keuangan.
"Hal ini sebenarnya juga diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol). Namun hingga saat ini partai belum menunjukan upaya menjadi badan publik sebagaimana dicita-citakan dalam UU KIP maupun UU Parpol," ungkapnya.
Baca juga: Elit Demokrat dan Gerindra Bertemu, Sama-sama Sepakat Pemilu 2024 Tanpa Indimidasi dan Kecurangan
Lebih lanjut disampaikannya, sejauh ini laporan keuangan partai politik belum seluruhnya dipublikasikan secara terbuka.
Selain itu, partai juga belum mampu menanggapi permintaan informasi dari masyarakat terkait laporan keuangan.
"Terbukti, dari 11 partai di tingkat DPRD Provinsi NTT, praktis belum menanggapi permintaan informasi mengenai program, kegiatan, dan laporan keuangan yang diajukan oleh Bengkel APPEK bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tanggal 14 April 2023 yang lalu," ujarnya.
Menanggapi persoalan tersebut, pihaknya telah menyampaikan surat keberatan kepada 11 partai politik di NTT pada tanggal 29 Mei 2023. Namun belum ada respon baik dari partai politik hingga saat ini.
Hal ini menjadi kegagalan partai politik sebagai badan publik yang terbuka dan transparan, dan harus memperhatikan sebagai pijakan awal untuk membenahi tata kelola internal partai menjadi lebih baik.
"Hal ini krusial mengingat tingkat kepercayaan publik rendah kepada partai," tegasnya.
Baca juga: Bawaslu Kabupaten Malaka Sebut Peran Media Penting untuk Mengawasi Pemilu 2024
Kata dia, ini merujuk pada survei Indikator Politik Indonesia April tahun 2022 lalu, partai menempati peringkat terendah dengan persentase sebesar 54,2 persen.
Oleh sebab itu, dalam menghadapi kontestasi politik mendatang, penting untuk mengulas seberapa jauh aspek keterbukaan menjadi perhatian bagi partai politik dan utamanya pemilih.
"Aspek integritas dalam pemilu mendatang berpotensi tercoreng karena partai politik masih mencalonkan mantan terpidana korupsi," sebutnya.
Bahkan, tak cuma itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara juga mengakomodir pencalonan mantan terpidana dengan mengundangkan Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 dan Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2023.
Akibatnya, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87 Tahun 2022 dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12 Tahun 2023 pun diabaikan begitu saja dengan muatan pembatasan waktu bagi mantan terpidana selama lima tahun pasca menyelesaikan masa pemidanaan.
"Sederhananya, menurut tafsir KPU, jika terpidana dijatuhi pidana tambahan pencabutan hak politik, maka ia tidak harus menunggu masa jeda waktu lima tahun sebagaimana diperintahkan oleh MK," jelasnya. (*)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lain di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.