Uang Kuliah Tunggal Undana
Mahasiswa Keluhkan Uang Kuliah Tunggal, Rektor Undana: Sudah Berlaku Beberapa Tahun
Rektor Undana Kupang Prof Maxs Sanam memberi penjelasan mengenau Uang Kuliah Tunggal yang dikeluhkan mahasiswa baru dan para orang tua.
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Alfons Nedabang
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Rektor Undana Kupang Prof. Dr. drh. Maxs UE Sanam, M.Sc memberi penjelasan mengenau Uang Kuliah Tunggal ( UKT ) yang dikeluhkan mahasiswa baru dan para orang tua.
Ia mengatakan, sebetulnya UKT tidak ada perubahan dan sudah berlaku sejak beberapa tahun terakhir. Keluhan itu sering disampaikan orang tua atau wali ketika musim penerimaan mahasiswa baru.
"UKT itu pemberlakuannya sudah sekian lama tahun. Itu kan ada level satu sampai dengan sepuluh, dan sekarang kementerian memberikan ada keputusan baru UKT sehingga level kami itu satu sampai sepuluh," kata Prof Maxs Sanam, Sabtu 15 Juli 2023.
Ia menegaskan tidak ada kenaikan UKT, hanya level yang bertambah.
Prof Max Sanam menerangkan bahwa adanya UKT ini memberi subsidi silang. Mahasiswa yang kategori mampu membayar lebih untuk mensubsidi mahasiswa yang ada di level bawah.
Menurutnya, persoalan sebetulnya ada pada kuota KIP kuliah. Mahasiswa yang dinyatakan lulus KIP kuliah dan memenuhi syarat prodi, untuk sementara ada 2000-an orang.
Baca juga: BREAKING NEWS: Mahasiswa Baru Undana Keluhkan Mahalnya Uang Kuliah Tunggal
Sementara kuota KIP kuliah yang diberikan ke Undana Kupang, hanya 600 orang. Undana Kupang diberi tugas untuk melakukan verifikasi dan validasi jumlah mahasiswa yang ada untuk memenuhi kuota yang ada.
"Kita harus menyeleksi lagi sehingga mengeluarkan kurang lebih 1.200 orang itu. Itu jumlah yang besar. Kalau dia tidak dapat KIP kuliah maka dia harus bayar UKT secara normal. Ini mekanisme yang berlaku sekian lama tahun," ujarnya.
Ia memaklumi ada mahasiswa yang dikategorikan tidak mampu sehingga perlu ada skema seperti melalui KIP kuliah ini.
Masalahnya, lanjut Prof Maxs Sanam, ketika mahasiswa mengisi data saat proses pendaftaran terjadi kekeliruan.
Bahkan ada yang diduga sengaja memberikan informasi yang seolah mahasiswa itu tidak mampu. Alhasil, saat sistem mendeteksi itu, maka UKT yang diberikan pun secara normal sesuai dengan kondisi ril mahasiswa itu.
Prof Maxs Sanam menyebut, ada mahasiswa yang menyampaikan informasi bahwa penghasilan orang tua Rp 500 ribu tetapi menyekolahkan empat orang anak. Informasi ini baginya tidak masuk akal.
Sistem yang digunakan saat ini tidak lagi menggunakan sesi wawancara tatap muka. Mahasiswa diminta untuk mengisi sejumlah syarat yang ada dalam sistem sehingga tidak ada tendensi tertentu dalam proses ini.
Baca juga: Undana Kupang Panen Dua Profesor dari Fakultas Sains
Proses itu bukan dilakukan verifikasi hingga ke bukti pembayaran listrik.
"Saya melihat dari KIP kuliah kemudian secara psikologis mereka bilang, wah ini mau darimana. Kuliah ya harus siap uang dong, berapa pun juga. Tiap tahun kita begitu, verifikasi fan validasi ulang, banyak yang akhirnya dibatalkan KIP nya," jelasnya.
Sisi lain, pengaruh UKT juga dilihat dari program studi. Jika program studi itu memiliki akreditasi baik sekali atau unggul, UKT bisa saja lebih tinggi.
Prof Maxs Sanam menjelaskan, tidak semua mahasiswa dikenakan UKT yang paling tinggi. Dari sekian mahasiswa yang diterima tiap program studi, hanya ada beberapa orang yang dikenakan biaya UKT tertinggi.
Lain hal dengan angka UKT di Fakultas Kedokteran Hewan berada di angka Rp 9-10 juta. Jika sebelumnya Undana hanya sampai di level 1-7 dengan UKT berada di paling tinggi Rp 5-7 juta, seiring perubahan aturan itu maka ada peningkatan sedikit.
"Peningkatan untuk apa? Dia mensubsidi anak-anak yang ada mendapat level 1,2,3 dan seterusnya yang rendah. Tidak semua ada dilevel maksimal, itu yang salah," sebutnya.
Prof Maxs Sanam memberi contoh pada gaya hidup masyarakat yang justru lebih mengedepankan sebuah hajatan ketimbang pendidikan.
Ia menilai biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan justru dikalkulasi dengan sangat rumit dan detail, bahkan mendorong adanya beasiswa. Itu memang fakta yang terjadi di era sekarang.
Baca juga: Pesan Rektor Undana Kupang Bagi Dua Guru Besar Usai Dikukuhkan
Di samping itu, lanjut Prof Maxs Sanam, tuntutan juga diberikan orang tua ke kampus agar anak-anaknya berkualitas seperti kampus terkemuka lainnya yang justru UKT nya lebih tinggi.
Selain itu, keluhan juga datang dari mahasiswa tentang sarana prasarana yang kurang. Ironi ini yang perlu kontribusi bersama dalam membangun kualitas pendidikan.
Ia mengajak mahasiswa yang ada untuk melakukan registrasi agar tercatat. Undana Kupang akan melakukan verifikasi dan validasi ulang jika ada keluhan yang masuk.
Proses verifikasi dan validasi itu bisa saja tim akan melihat langsung ke lapangan. Pada bagian itu, UKT bisa saja tetap, naik atau menurun.
Prof Maxs Sanam melihat itu berangkat dari pengalaman beberapa penelurusan yang ia lakukan terhadap latar belakang mahasiswa yang mengeluh masalah UKT itu.
"Ini bukan kiamat, kalau memang benar-benar ini, nanti kita akan lakukan verifikasi dan validasi kalau ada yang bersurat. Tapi karena kita dikejar oleh waktu untuk segera mengumumkan kelulusan mandiri, maka kita tidak punya waktu untuk melakukan verifikasi dan validasi orang yang ini, kalau kita sampai lapangan dan mendata kembali lagi. Sementara kepastian kuota mahasiswa mandiri itu berapa. Kita tidak bisa menunda registrasi," ujarnya.
Baca juga: Rektor Undana Kupang Harap Empat Guru Besar yang Baru Dikukuhkan Bertanggung Jawab
Namun, Prof Maxs Sanam menegaskan UKT yang ada bukan sebuah ketetapan mutlak.
Menurut dia, UKT sangat. dinamis. Ia mencontohkan, jika dalam perjalanan ada orang tua atau penanggung biaya mahasiswa itu meninggal dunia atau sakit, kampus bisa menurunkan UKT.
"Kalau ada laporan orang tua meninggal, saya turunkan. Yang penting sampaikan. Kalau ada bukti yang nyata. UKT itu fleksibel sesuai dengan kemampuan finansial orang tua atau wali yang menanggung biaya mahasiswa," kata Prof Maxs Sanam.
Ia berpesan bahwa pendidikan memang mahal. Bagi orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya maka wajib menyediakan biaya pendidikan yang cukup. Kalau pun adanya harapan pada beasiswa, dia mendorong agar anak-anaknya dididik lebih ekstra agar mendapat kesempatan beasiswa itu.
Prof Maxs Sanam mengingatkan orang tua tidak boleh terlena dengan status 'kemiskinan' untuk memperoleh bantuan. Lebih dari itu, dorongan untuk mengejar prestasi bagi anak-anak hal penting untuk meraih kesempatan lebih besar.
Apalagi di era sekarang ini banyak juga pekerjaan paruh waktu yang bisa dikerjakan oleh mahasiswa untuk menambah finansial selain beasiswa.
"Mari kita bekerja keras agar anak-anak kita membanggakan kita suatu waktu bahwa. Loh, saya jadi begini karena orang tua saya walaupun petani, tapi mereka bekerja keras, banting tulang dan menjadikan saya sarjana, itu kebanggaan yang akan diingat oleh anak-anak kita," kata Prof Maxs Sanam. (fan)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.