Berita NTT

Pemerintah Beri Sanksi Bila Ada Titik Api di Perkebunan

Dilanjutkannya, untuk menyoroti pentingnya langkah-langkah tegas dalam menangani kebakaran hutan dan lahan.

Penulis: Apolonia M Dhiu | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO
DIALOG - Dialog FMB9 yang mengangkat tema “Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan”, Senin 19 Juni 2023 

Laporan Reporter POS-KUPANG, COM, Apolonia Matilde Dhiu

POS-KUPANG.COM - Bila hukum ditegakkan, pembakaran yang dilakukan pihak perkebunan pasti terkendali. Harus ada solusi permanen, tidak perduli pada kondisi apapun.

“Sejak tahun 2019 telah ada 130 perusahan perkebunan sudah diperingati. Hingga kini bila ada titik api di perkebunan kita beri sanksi.”

Hal tersebut terangkum dari pernyataan  Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji, dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema “Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan”, Senin 19 Juni 2023.

Dilanjutkannya, untuk menyoroti pentingnya langkah-langkah tegas dalam menangani kebakaran hutan dan lahan.

Baca juga: 246 Hektar Lahan Terbakar di Lereng Lewotolok, Helikopter BNPB Berhasil Padamkan Titik Api Terakhir

"Perencanaan harus dilakukan secara benar dan terus menerus. Jangan hanya menunggu El Nino, karena tiap tahun kebakaran hutan terus terjadi," tegas dia.

Dia pun menemukan beberapa kasus saat menindak beberapa perusahaan yang mendapatkan konsesi lahan. Di beberapa lahan yang masih belum selesai dengan masyarakat, perusahaan tidak melakukan pembukaan lahan sendiri meskipun mereka sudah memiliki anggaran untuk itu.

"Dia baru akan membayar masyarakat jika lahan sudah siap tanam. Sehingga akhirnya mereka bakar. Ini yang kita temukan. Seharusnya kejadian seperti ini cabut aja izinnya," tegas Sutarmidji.

Baca juga: Bupati Sikka Kirim 42 Tenaker ke Kalimantan Barat 

Maka dari itu, menurutnya, pemerintah harus menjalankan empat langkah kongkrit untuk dapat mengatasi kebakaran hutan secara permanen. Pertama, dengan langkah tegas memberi sanksi pembekuan izin dan atau denda yang sudah ditentukan nominalnya.

Kedua, melarang pemanfaatan lahan untuk jangka waktu tertentu, misalnya 10 tahun bagi lahan milik dengan luas tertentu. Ketiga, melakukan pemberdayaan masyarakat yang mengolah lahan tanpa bakar dengan jenis tanaman umbi-umbian yang panennya di atas 7 bulan dan tanaman sayuran.

"Dan terakhir, menyediakan Peta Topografi Ekosistem Gambut skala 1:50.000 sebagai bahan perencanaan letak/posisi pembuatan sumur bor," lanjut Sutarmidji.

Di samping itu, Sutarmidji juga melihat Indeks Desa Membangun dapat digunakan sebagai salah satu pemacu bagi masyarakat untuk ikut aktif dalam menjaga kebarakaran hutan. Hal ini dikarenakan indeks ini mencakup 3 kategori, kekuatan sosial, ekonomi dan lingkungan.

Baca juga: Penerbangan ke Denpasar dan Surabaya Terdampak Kebakaran Rumput Dekat Runway Bandara Kupang

Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanthi, mengatakan, kementeriannya telah melakukan upaya pencegahan dan penanganan secara sistematis agar bencana karhutla dapat diatasi secara permanen.

Solusi permanen yang diusulkan dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, penguatan analisis iklim dan cuaca yang dilakukan untuk memahami fenomena El Nino dan La Nina, serta elemen-elemen lainnya yang berpengaruh terhadap iklim dan cuaca.

"Dengan data dan analisis ini, early warning system terus dikembangkan untuk memberikan peringatan dini secara berkelanjutan. Selain itu, teknologi modifikasi cuaca juga digunakan untuk merencanakan curah hujan dan mengurangi kekeringan." ujarnya.

Baca juga: BMKG Sebut 26 Zona Musim di NTT Sudah Masuki Musim Kemarau, Warga NTT Waspada Bencana Kekeringan

Laksmi melanjutkan, kelompok kedua fokus pada operasional di lapangan dengan melibatkan patroli mandiri oleh Manggala Agni atau pemadam kebakaran hutan yang berada di bawah KLHK, serta patroli terpadu bersama aparat, pemerintah daerah, TNI, polisi, dan masyarakat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengawasan dan deteksi dini serta respons cepat terhadap kebakaran.

Kelompok ketiga mencakup pengelolaan lanskap dan ekosistem, termasuk pengenalan praktik pengelolaan lahan tanpa membakar. Pengelolaan ini melibatkan perencanaan yang tepat untuk pengusahaan hutan dan perkebunan dengan membatasi penyebaran api dari satu area ke area lainnya.

"Selain itu, upaya penanganan asap lintas batas juga dilakukan dengan pendekatan serupa terhadap penanggulangan kebakaran hutan dan lahan lainnya. Pencegahan dan pemadaman diberlakukan sesegera mungkin dengan melibatkan pemberdayaan masyarakat dan penegakan hukum," imbuhnya.

Di tengah ancaman kebakaran hutan yang masih mengancam, ada tantangan serius akibat kekurangan hujan yang signifikan di beberapa wilayahnya. Hal ini menjadi keprihatinan besar bagi Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Guswanto.

Dia pun mengusulkan beberapa langkah yang perlu diambil untuk menghadapi kondisi kekeringan yang semakin memburuk. Pertama, kita perlu menghemat air dengan bijak.

Baca juga: Cuaca NTT Hari Ini 19 Juni 2023, BMKG: Waspada Meluasnya Kebakaran Hutan dan Lahan di Wilayah NTT

"Saat ini beberapa wilayah  memang sudah mencapai tahap kemarau, tetapi beberapa daerah masih diguyur hujan. Hujan ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin sehingga air tidak terbuang percuma begitu saja," paparnya.
Selanjutnya, Guswanto menyoroti pentingnya melakukan langkah-langkah antisipasi. Salah satu langkah ini adalah melakukan pembasahan di wilayah yang memiliki gambut.

"Ini bisa dilakukan melalui penyiraman tanah secara teratur atau menggunakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk memicu hujan buatan di wilayah tersebut," lanjut dia.

Tindakan tersebut untuk menjaga kelembaban tanah dan mencegah terjadinya kebakaran gambut yang sering kali terjadi selama musim kemarau.

Di BMKG sendiri, dia menambahkan, pemanfaatan teknologi juga menjadi fokus dalam upaya penanganan kebakaran hutan dan lahan. Pengamatan dari satelit digunakan untuk mendeteksi kebakaran dan memberikan peringatan dini. Ia juga enyoroti pentingnya pembasahan gambut di wilayah yang memiliki potensi kebakaran.

Baca juga: Cuaca Maritim NTT Hari Ini 19 Juni 2023, BMKG Ingatkan Risiko Gelombang Tinggi di Sejumlah Laut NTT

"Untuk mengantisipasi asap lintas batas, kolaborasi dengan negara tetangga harus dilakukan agar kebakaran tidak mengganggu wilayah mereka," ucapnya.

Dengan pendekatan yang holistik, penguatan analisis iklim dan cuaca, operasional di lapangan, pengelolaan lanskap, serta penanganan asap lintas batas telah dilakukan untuk mencapai tujuan jangka panjang. Kerja sama dengan negara tetangga dan pemanfaatan teknologi juga menjadi faktor penting dalam upaya ini.

Semua pihak, termasuk pemerintah, korporasi, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menjaga kelestarian hutan serta mencegah terjadinya kebakaran yang merugikan bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. (*)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved