KKB Papua
KMS Desak Presiden Jokowi Batalkan Operasi Siaga Tempur di Papua, Julius: Itu Bukan Opsi yang Tepat
Koalisi Masyarakat Sipil atau KMS desak Presiden Jokowi segera membatalkan status Operasi Siaga Tempur prajurit TNI Polri yang diberlakukan di PapuA.
POS-KUPANG.COM – Koalisi masyarakat sipil atau KMS Papua mendesak Presiden Jokowi segera membatalkan status operasi siaga tempur prajurit TNI Polri yang diberlakukan di Papua.
Melalui salah satunya anggotanya, Julius Ibrani, KMS Papua menyebutkan, status operasi siaga tempur itu hanya akan menimbulkan kekerasan baru di Tanah Papua.
"Operasi Siaga Tempur itu bukan opsi yang tepat, walaupun peningkatan status itu dikarenakan tindakan brutal yang dilakukan KKB Papua," ujarnya.
Dikatakannya, yang namanya operasi tempur, pasti akan memproduksi kekerasan di Tanah Papua.
Jika operasi tempur itu benar-benar dilaksanakan, maka Koalisi Masyarakat Sipil juga akan terus mendesak pemerintah membatalkan rencana tersebut.
Menurut dia, operasi tempur sejatinya bukan pilihan yang bijaksana, kendati opsi itu diberlakukan atas tindakan KKB Papua yang anarkis terhadap prajurit TNI.
"Kami memandang peristiwa baku tembak yang menewaskan prajurit TNI itu menjadi pelajaran berharga bagi Presiden dan DPR untuk mengevaluasi pendekatan keamanan militer yang diterapkan di Papua," ujarnya.
Baca juga: Sisir KKB Papua di Hutan Ndugama, Prajurit TNI Malah Temukan Jenazah Pratu F, Begini Ceritanya
Dia juga menyebutkan bahwa gugurnya prajurit TNI bukan kasus pertama di Papua. Data dari kepolisian menyebutkan, ada 22 Prajurit TNI Polri yang gugur sejak tahun 2022 hingga terakhir yang dialami Pratu Miftakhul Arifin.
Jadi, pendekatan militer itu harus dihentikan sehingga tidak menimbulkan kasus baru atau bahkan pelanggaran HAM di Papua.

Untuk diketahui, pasca tindakan anarkis KKB Papua dengan menyerang prajurit TNI, Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono meningkatkan status pengamanan di Papua menjadi operasi siaga tempur.
Peningkatan status operasi keamanan itu merespon tindakan kejam KKB Papua yang memperalat ibu-ibu dan anak-anak ketika menghabisi prajurit TNI.
Peristiwa mengerikan itu terjadi di Distrik Mugi-Mam, Kabupaten Nduga. Dalam insiden yang terjadi Sabtu 15 April 2023, lima prajurit dinyatakan gugur.
Prajurit TNI yang pertama kali ditemukan pasca insiden tersebut, adalah Pratu Miftahul Arifin. Setelah itu ditemukan lagi tiga prajurit lain dan terakhir Pratu F.
Sejak itulah Panglima TNI Yudo Margono menyatakan status Pamrahwan di Papua dinaikan menjadi siaga operasi tempur.
Status operasi tempur itu, lanjut Yudo Margono hanya diberlakukan di daerah-daerah rawan, semisal Distrik Mugi-Mam, Kabupaten Nduga.
Atas keputusan itu, Koalisi Masyarakat SIpil, angkat bicara. Mereka mendesak Presiden Jokowi untuk membatalkan peningkatan status tersebut.
Baca juga: Rizki Natakusumah Angkat Bicara: Kemlu RI, Umumkanlah Kepada Dunia, KKB Papua itu Musuh Bersama
"Koalisi mendesak Presiden dan DPR RI menghentikan operasi tempur dan pendekatan militeristik lainnya untuk menangani situasi keamanan di Papua," kata Anggota Koalisi Masyarkat Sipil yang juga Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani.
Sementara itu, tokoh adat Papua, Yanto Eluay mengungkapkan kekecewannya terhadap tindakan TPNPB-OPM atau KKB Papua yang menembak mati prajurit TNI.
“Apa yang dilakukan kelompok-kelompok ini sangat mengganggu kesejahteraan masyarakat Papua, maka itu aksi-aksi ini harus dihentikan" kata Yanto kepada Tribun-Papua.com di Sentani, Papua.
Selain itu, Yanto juga meminta agar semua pihak terus bersuara, sehingga berbagai teror yang dilakukan TPNPB-OPM di Papua pun berakhir.
"Sebagai masyarakat adat, kita harus menjaga keutuhan negara ini, dan berkomitmen untuk menciptakan kedamaian, agar tanah Papua damai," ujarnya.
Sebelumnya, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengatakan status di Papua ditingkatkan menjadi siaga tempur.
“Dengan kondisi ini, khususnya di wilayah tertentu kita ubah menjadi operasi siaga tempur,” kata Yudo dalam rekaman konferensi pers di Timika, Papua, Selasa, 18 April 2023.
Yudo mengatakan penerapan status ini mirip dengan yang dilakukan TNI di wilayah Natuna.
Apabila di Natuna diterapkan operasi siaga tempur laut, maka di Papua dilakukan siaga tempur darat.
Dikatakan, status siaga tempur hanya berlaku di sejumlah tempat dengan tingkat kerawanan tinggi.
Peningkatan status ini, kata dia, dilakukan agar naluri bertempur prajurit terbangun.
Menurut Yudo, selama ini TNI menerapkan soft approach atau pendekatan lunak dalam menghadapi KKB dan dalam upaya pembebasan pilot Susi Air, Philip Mark Marthens.
Soft approach dilakukan dengan cara komunikasi sosial dengan warga dan operasi teritorial.
Akan tetapi, serangan KKB terhadap satuan tugas dari Batalyon Infanteri Raider 321/Galuh Taruna membuat pendekatan itu diubah.
Pendekatan itu dinilai tidak efektif dalam menanggulangi eskalasi yang terjadi di sejumlah tempat di Papua.
Baca juga: Ini Daftar Prajurit TNI yang Selamat dan Jadi Korban Kekejaman KKB Papua di Distrik Mugi-Mam
Yudo mengatakan, peristiwa serangan KKB terhadap Batalyon Infanteri Raider 321/Galuh Taruna di Distrik Mugi-Mam, Nduga, Papua pada 15 April 2023 menjadi alasan peningkatan status ini.
“Harapan kami seperti itu, tapi ternyata belum sampai ke sana sudah dihadang dan ditembaki seperti itu,” kata Yudo. (*)
Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.