Breaking News

Refleksi Teologis Devosi Maria

Devosi Kepada Maria, Tuan Ma di Larantuka, Flores Timur

DEVOSI kepada Perawan Suci Maria pada dasarnya sudah hidup, bertumbuh dan berkembang dalam kehidupan umat beriman Kristiani dari dulu sampai sekarang.

|
Editor: Frans Krowin
POS-KUPANG.COM
Devosi kepada Bunda Maria, Tuan Ma di Flores Timur (Flotim). 

Pengantar

DEVOSI kepada Perawan Suci Maria pada dasarnya sudah hidup, bertumbuh dan berkembang dalam kehidupan umat beriman Kristiani dari dulu sampai sekarang. Apa yang disebut dengan praktik devosi (penghormatan) terhadap Maria dalam iman Katolik pada dasarnya merupakan elemen penting dalam kehidupan Gereja dan menjadi unsur hakiki bagi kehidupan umat beriman.

Namun, sebagai bagian dari suatu kesalehan umat (popular piety), praktik sebuah devosi samasekali tidak menggantikan peran utama liturgi, sebab bagaimana pun juga “liturgi” jauh lebih unggul dari segala bentuk doa Kristiani lainnya.

Ringkasnya, liturgi lebih bersifat “absolut”, sedangkan ulah kesalehan atau kesalehan umat bersifat “fakultatif” (bdk. Directory on Popular Piety and the Liturgy no. 11).

Dengan ini, sekalipun devosi kepada Maria bukanlah suatu keharusan, namun praktik ini amat membantu pertumbuhan iman seseorang. Dalam konteks ini, devosi kepada Maria bukanlah suatu kemewahan, melainkan sebuah kebutuhan. Umat beriman sangat membutuhkannya untuk pertumbuhan iman mereka.

Melalui tulisan ini, saya ingin menyajikan beberapa butir permenungan teologis tentang penghormatan umat Larantuka dan umat lainnya (para peziarah) terhadap figur Maria, “Tuan Ma” sebagaimana yang dihidupi umat lokal dalam tradisi Semana Santa.

Saya tidak bermaksud mengupas sejarah tradisi Semana Santa dan bagaimana itu dilaksanakan di Larantuka, Flores Timur atau bernarasi tentang sejarah munculnya “Tuan Ma” di sana, sebab tentang itu sudah ada banyak tulisan yang menyorotinya.

Apa yang disajikan dalam tulisan ini hanyalah sebuah refleksi teologis tentang praktik devosi kepada Maria yang dihormati di Larantuka. Devosi marial berciri Kristosentris Bagi Gereja Katolik, kehadiran Maria di tengah-tengah umat memainkan peran yang penting dan tak dapat diabaikan. Perannya itu secara biblis dapat ditemukan dan secara historis dapat diverifikasi (bdk. A. AMATO, 2011:342).

Siapa pun yang mengecualikan Maria dari kehidupannya sebagai umat Kristiani, itu sama artinya mengabaikan Allah dan rencana keselamatan-Nya (bdk. Yes 7:14; Luk 1:26-38; Gal 4:4-5). Atau seperti kata seorang kudus Prancis, Santo Louis de Montfort (1673-1716) bahwa tidak mungkin seorang Kristiani menyembah Kristus tanpa memberi penghormatan pada Maria, Bundanya.

Artinya, adalah suatu kebohongan, jikalau di satu pihak seorang pengikut Kristus mengimani-Nya secara mendalam sebagai Juruselamat, tetapi di pihak lain ia tidak memberi sedikit pun ruang atau penghormatan pada Ibu-Nya yang terkasih.  Maria memang berada di tengah-tengah kehidupan iman Kristiani, namun dia bukanlah pusatnya, sebab yang menjadi pusat dari iman Kristiani ialah “Kristus”.

Dari sebab itu, devosi kepada Maria yang tidak berciri kristosentris (Kristus menjadi pusatnya) bukanlah devosi yang sejati. Jadi, devosi apapun bentuk dan modelnya yang tidak berpusat pada Kristus pantas dijauhi seperti kata Santo Montfort. Baginya, tak ada seorang pun yang menghormati Yesus, Putranya tanpa pada saat yang sama mengabaikan Maria, sebab ia melihat bahwa seorang yang melakukan penghormatan terhadap Maria semata-mata demi menghormati Putranya secara lebih sempurna (bdk. MONTFORT, BS 62, 94).

“Semana Santa”: suatu harmonisasi budaya dan agama Setiap tahun umat Larantuka mengadakan secara khusus praktik devosi Marial yang dihayati dalam tradisi Semana Santa (Indonesia: Pekan Suci). Setelah beberapa tahun hajatan keagamaan dan budaya ini dihentikan karena pandemi Covid-19, tradisi yang unik ini kembali dilaksanakan pada Pekan Suci 2023.

Tradisi ini dikenal luas sebagai sebuah warisan iman yang telah hidup, bertumbuh, dan berkembang secara luar biasa dalam perjalanan panjang hidup umat lokal. Pada poin ini, patutlah disyukuri bahwa melalui kehadiran Persaudaraan Awam (Confreria Reinha Rosari), kelompok Mama Muji dan para Suku Semana, serta peran Gereja Lokal, tradisi ini tetap diwariskan dan dipelihara dengan baik.

Sebagai sebuah warisan iman yang dibawa oleh para misionaris Dominikan Portugis dan sekaligus warisan budaya lokal, praktik devosi Marial yang dipraktikkan umat setempat sejatinya menampakkan suatu model iman tertentu. Penghormatan pada Maria, “Tuan Ma” (harafiah: Tuan dan Mama dan bisa diterjemahkan menjadi Bunda Tuhan) memang menunjukkan suatu fakta bahwa figur wanita Nazaret ini memiliki tempat yang istimewa di tengah kehidupan umat lokal.

Sebutan Maria, “Tuan Ma” hanya menjadi berarti apabila itu diakitkan dengan “Tuan Ana” yang adalah Putranya sendiri, sebab antara Yesus dan Maria Ibu-nya memiliki kesatuan yang erat dan tak terpisahkan. Kehadiran “Tuan Ma” bagi umat Larantuka khususnya dan umat Katolik di wilayah Keuskupan Larantuka pada hakikatnya bukan sekedar sebuah patung biasa, melainkan diyakini sebagai seorang pribadi yang hadir dalam kehidupan mereka.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved